Selasa, 29 November 2016

makalah ulumul qur`an : rasm alqur`an, hubungan rasm alqur`an dengan qira`at dan tafsir



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Ulum Alquran  dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Alquran. Oleh karena demikian, ruang lingkup Ulum Alquran yang diklasifikasi dan dipetakan para cendikiawan muslim masih terus berkembang seiring dengan semangat manusia untuk menggali ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Alquran tersebut.
 Perkembangan cabang Ulum Alquran yang demikian kompleks ternyata telah menimbulkan sebuah kegalauan dikalangan orang awam dalam mengidentifikasi hubungan Ulum Alquran dengan displin ilmu lain yang berhubungan dengannya, seperti ilmu tafsir dan usul al-tafsir. Oleh karena itu masih perlu pengkajian tentang defenisi Ulum Alquran, Ilmu Tafsir, dan Usul At-Tafsir dengan melihat sisi persamaan dan perbedaannya.
Dengan demikian, makalah yang dihadapan saudara ini adalah suatu upaya pengkajian pengertian Ulum Alquran, Ilmu Tafsir, dan Usul Tafsir serta melihat sisi persamaan dan perbedaannya.

B.      Mamfaat dan tujuan
Mamfaat yang bisa kita ambil yaitu:
a.       Mahasiswa bisa memahami tentang rasm Al-Qur`an
b.      Mahasiswa bisa memahami tentang rasm usmani
c.       Mahasiswa bisa memahami tentang hubungan rasm dengan qira`at
d.      Mahasiswa bisa memahami tentang hubungan rasm dengan tafsir
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
a.       menjelaskan tentang  pengertian rasm Al-Qur`an
b.      menjelaskan tentang  rasm usmani
c.       menjelaskan tentang  hubungan rasm dengan qira`at
d.      menjelaskan tentang  hubungan rasm dengan tafsir
C.      Rumusan masalah
1.      Apa pengertian rasm Al-Qur`an?
2.      Apa rasm usmani itu?
3.      Apakah hubungan rasm dengan qira`at?
4.      Apakah hubungan rasm dengan tafsir?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Rasm Al-Qur`an
Istilah rasm al-Qur’an terdiri dari dua kata: rasm dan al-Qur’an. Rasm berasal dari kata rasama-yarsamu yang artinya menggambar atau melukis. Istilah Rasm dalam Ulumul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Quran yang digunakan oleh Utsman bin Affan dan Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Sedangkan Al-Qur’an adalah bacaan atau kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan perantara Malaikat Jibril yang ditulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), mempelajarinya merupakan amal-ibadah, dimulai oleh surat al-Fatihah dan ditutup oleh surat an-Nas.
Berdasarkan makna bahasa itu dapat dikatakan bahwa rasm al-Qur’an berarti tata cara menuliskan  al-Qur’an yang dtetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Ulama Tafsir lebih cenderung menamainya dengan istilah rasm al-mushaf, dan ada pula yang menyebutnya dengan rasm al-Utsmani. Penyebutan demikian dipandang wajar karena Khalifah Utsman bin Affan yang merestui dan mewujudkannya dalam bentuk kenyataan. Rasm al-mushaf adalah ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman bin Affan beserta sahabat lainnya dalam hal penulisan al-Qur’an berkaitan dengan mushaf-mushaf yang di kirim ke berbagai daerah dan kota, serta Mushaf al-Imam yang berada di tangan Utsman bin Affan sendiri.
Rasmul Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 4 sahabat yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin Khattab kepada Abu Bakar, kemudian keduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit selaku penulis wahyu pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam untuk mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an  karena banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang Yamamah.
B.     Rasm usmani
Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
1.      Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’ (@äneãät}ä}), dan ha tambih (k&mäs) dan dari kata na ((äm) kbn~.mã)
2.      Al – Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hokum jama’ (g~yã=Aü ãqnæ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzahyang terletak di atas lukisan wawu (ãÒ&Z%uf% )).
3.       Al – Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelunya, contoh (l;yã  ).
4.      Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata (ÕqfJeã).
5.      Washal dan fashl(penyambungan dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan disambung (äjfa).
6.      Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,( o}9hq}cfi). Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif(yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca satu alif).
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasmul Al-Qur’an ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi.yang mana mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa nabi pernah berpesan kepada mu’awiyah,salah seorang seketarisnya, “Ambillah tinta, tulislah huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf “siin”, jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik, panjangkan lafadz “Ar-Rahman”, dan tulislah lafadz “Ar-Rahim” yang indah kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau. Merekapun mengutip pernyataan Ibnu Mubarak :“Tidak seujung rambutpun dari huruf Qur’ani yang ditulis oleh seorang sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qur’ani adalah tauqif dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari Rasulullah SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm qur’ani itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak dapat dijangkau akal fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci lainnya”.
Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh ustman dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang menulis alqur’an. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi Mushaf ‘Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat haram hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanpun, pola tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama).
Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imla’i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna Al Qur’an.
C.     Hubungan rasm dengan qira`at
Secara etimologi Qiraat adalah jamak dari Qira’ah, yang berarti ‘bacaan’, dan ia adalah masdar (verbal noun) dari Qara’a. Secara terminologi atau istilah ilmiyah Qiraat adalah salah satu Mazhab (aliran) pengucapan Qur’an yang dipilih oleh seorang imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab yang lainya.
Qiraat ini ditetapkan berdasarkan sabad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Periode qurra’ (ahli / imam qiraat) yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing adlah dengan berpedoman kepada masa para sahabat.diantara para sahabat yang terkenal yang mengajarkan qiraat ialah Ubai, Ali, Zaid bin Sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan Tabi’in di berbagai negri belajar qira’at yang semuanya bersandar kepada Rasulullah.
Sahabat-sahabat nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunya lahjah (bunyi suara / sebutan) yang berlainan satu sama lain. Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikan al-Qur’an dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah Yang Maha Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karna itu menghasilkan bacaan al-Qur’an dalam berbagai rupa atau macam bunyi lahjah. Dan bunyi lahjah yang biasa ditanah Arab ada tujuh macam. Di samping itu ada beberapa lahjah lagi. Sahabt-sahabat nabi menerima al-Qur’an dari nabi menurut lahjah bahasa golonganya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan al-Qur’an menurut lahjah mereka sendiri. Sesudah itu munculah segolongan ulama yang serius mendalami ilmu qira’at sehingga mereka menjadi pemuka qira’at yang dipegangi dan dipercayai. Oleh karena mereka semata-mata mendalami qira’at untuk mendakwahkan al-Qur’an pada umatnya sesuai dengan lahjah tadi. Kemudian muncullah qurra-qurra yang kian hari kian banyak. Maka ada diantara mereka yang mempunyai keteguhan tilawahnya, lagi masyhu, mempunyai riwayah dan dirayah dan ada diantara mereka yang hanya mempunyai sesuatu sifat saja dari sifat-sifat tersebut yang menimbulkan perselisihan yang banyak.
Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan para ulama berusaha menerangkan mana yang hak mana yang batil. Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf Usmani serta sah pula sanadnya dipandang qira’at yang bebas masuk kedalam qira’at tujuh, maupun diterimanya dari imam yang sepuluh ataupun dari yang lain.
Meskipun mushaf Utsmani tetap dianggap sebagai satu-satunya mushaf yang dijadikan pegangan bagi umat Islam diseluruh dunia dalam pembacaan Al-Qur’an, namun demikian masih terdapat juga perbedaan dalam pembacaan. Hal ini disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri pada waktu itu belum mengenal adanya tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama dan belum ada baris harakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
Dengan demikian hubungan rasmul Qur’an dengan Qira’at sangat erat. Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-Qur’an.Untuk mengatasi permasalahan tersebut Abu Aswad Ad-Duali berusaha menghilangkan kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang-orang Islam non Arab dalam membaca Al-Qur’an dengan memberikan tanda-tanda yang diperlukan untuk menolong mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an dan memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an tersebut.
D.     Hubungan rasm dengan tafsir
Kata tafsir (تَفْسِيْرْ) adalah bentuk masdar dari kata فَسّرَ (fassara) yang secara etimologi berarti اَلْكَشْفُ وَاْلِاظْهَارُ )mengungkap dan menampakkan). Kata tafsir juga berarti menerangkan sesuatu yang masih samar serta menyingkap sesuatu yang tertutup. Di dalam kaitannya dengan kata, tafsir berarti menjelaskan makna kata yang sulit dipahami sehingga kata tersebut dapat dipahami maknanya.
Sedangkan ilmu tafsir menurut istilah adalah ilmu untuk mengetahui-memahami maksud Alquran, menjelaskan maknanya, megeluarkan hukum dan hikmahnya, yang disandarkan kepada ilmu bahasa dan sastra, usul fiqh, ilmu qiraa’at, asbab nuzul, dan nasakh-mansukh. Selanjutnya pengertian Usul Tafsir secara terminologi adalah suatu cabang dari ulumul Qur’an yang lebih terfokus pada membahas ilmu-ilmu dan kaidah-kaidah yang diperlukan dan harus diketahui untuk menafsirkan Alquran. Usul tafsir ini adalah bagian dari Ulum Alquran yang paling penting karena sangat erat kaitannya dengan istinbath (penyimpulan hukum) dalam fikih dan penetapan i’tikad (tauhid, akidah) yang benar.
Persamaan Ulum Alquran Dengan
Ilmu Tafsir dan Usul Tafsir
No.
Persamaan Ulum Alquran Dengan Ilmu Tafsir dan Usul Tafsir
1.
2.
3.
Ulum Alquran, Ilmu Tafsir dan Ulum Alquran adalah tiga disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan kandungan Alquran sesuai dengan maksud Allah Swt.
Ulum Alquran, Ilmu Tafsir, dan Usul Tafsir adalah tiga disiplin ilmu yang saling melengkapi satu sama lain untuk mengungkap maksud ayat atau kandungan hukum yang terdapat di dalam Alquran.
Ulum Alquran, Ilmu Tafsir, dan Usul Tafsir adalah tiga disiplin ilmu yang berusaha untuk menggali dan mengembangkan ilmu-ilmu yang terkandung di dalam Alquran.
Adapun aspek persamaan antara Ilmu Tafsir dengan Ulum Alquran adalah terletak pada objek pembahasannya, yaitu ketiga disiplin ilmu tersebut secara bersama-sama berusaha menggali ilmu-ilmu yang terkandung di dalam Alquran dari berbagai aspek tertentu. Yaitu Ilmu Tafsir adalah bermaksud mengungkap atau menjelaskan makna kata-kata Alquran yang samar atau rumit, maka adapun Ulum Alquran juga sebuah ilmu yang bermaksud mengkaji Alquran dari berbagai aspeknya secara universal. Selanjutnya dari segi tujuan intinya, Ulum Alquran dan Ilmu Tafsir adalah dua disiplin ilmu yang berpadu dalam berusaha memahami Alquran.
Selanjutnya mengenai persamaan usul at-Tafsir dengan Ulum Alquran, sebagaimana Ahsin W. Al-Hafidz menyebutkan bahwa Ulum Alquran ini dinamakan juga dengan Usul At-Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena kajian ulum Alquran dan usul tafsir adalah sama-sama membahas beberapa masalah yang harus diketahui dan dikuasai seorang mufassir dalam menafsirkan Alquran
Namun sisi perbedaan antara Usul Tafsir dengan Ulum Alquran adalah bahwa Usul Tafsir adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji dan menganalisis secara khusus dan spesifik/ mengenai kaidah-kaidah yang diperlukan dan harus diketahui untuk menafsirkan Alquran. Sementara kajian Ulum Alquran mengenai kaidah-kaidah penafsiran Alquran masih secara umum saja, dan kajian tersebut masuk dalam salah satu pembahasan sub buku Ulum Alquran.
E.      Subhat dan jawaban
Apa hubungan rasm usmani dengan pemahaman AL-Qur`an?
Jawab: Pada mulanya, mushaf para sahabat berbeda sama sekali antara satu dan lainnya. Mereka mencatat wahyu al-Qur’an tanpa pola penulisan standar karena umumnya dimaksudkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak ada rencana untuk diwariskan kepada generasi sesudahnya. Di antara mereka, ada yang menyelipkan catatan-catatan tambahan dari penjelasan Nabi Saw., ada juga lagi yang menambahkan simbol-simbol tertentu dari tulisannya yang hanya di ketahui oleh penulisnya.
Pada masa permulaan Islam, mushaf al-Qur’an belum mempunyai tanda-tanda baca dan baris. Mushaf Ustmani  tidak seperti yang dikenal sekarang yang dilengkapi oleh tanda-tanda baca. Pun, belum ada tanda-tanda berupa titik sehingga sulit membedakan  antara huruf ya dan ba. Demikian pula antara sin dan syin, antara tha dan zha, antara jim, ha, dan kha. Dan seterusnya. Para sahabat belum menemukan kesulitan membacanya karena rata-rata masih mengandalkan hafalan.
Kesulitan mulai muncul ketika dunia Islam semakin meluas ke wilayah-wilayah non-Arab, seperti Persia disebelah Timur, Afrika di sebelah Selatan, dan beberapa wilayah non-Arab lainnya di sebelah Barat. Masalah ini mulai disadari oleh pimpinan dunia Islam. Ketika Ziyad ibn Samiyyah menjabat gubernur Bashrah, Irak, pada masa kekuasaan Mu’awwiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), riwayat lainmenyebutkan pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, ia memerintahkan Abu al-Aswad al-Duwali untuk segera membuat tanda baca, terutama untuk menghindari kesalahan dalam membaca al-Qur’an bagi generasi yang tidak hafal al-Qur’an.
Ad-Duwali memenuhi permintaan itu setelah mendengarkan kasus salah baca yang sangat fatal, yakni surat at-Taubah. Atas perintah gubernur itu, as-Duwali memberi tanda baca baris atas (fathah) berupa sebuah titik di atas huruf, sebuah titik di bawah huruf sebagai tanda baris bawah (kasrah), tanda dhammah berupa wau kecil di antara dua huruf, dan tanpa tanda apa-apa bagi konsonan mati.
Rasm al-Qur’an mengalami perkembangan yang sangat pesat pada beberapa periode berikutnya. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan memerintahkan al-Hajjaj ibn Yusuf al-Saqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf al-Qur’an . Ia mendelegasikan tugas itu kepada Nashid ibn ‘Ashim dan Yahya ibn Ma’mur, dua orang murid ad-Dawali. Kedua orang inilah yang membubuhi titik di sejumlah huruf tertentu yang mempunyai kemiripan antar satu dengan lainnya. Misalnya, penambahan titik diatas huruf dal yang kemudian menjadi dzal. Penambahan yang bervariasi pada sejumlah huruuf dasar ba yang kemudian menjadi huruf ba, nun , ta dan huruf dasar ha yang kemudian berubah menjadi kha, ha, dan jim. Huruf ra dibedakan dengan huruf za, huruf sin  dibedakan dengan syin, huruf shad dibedakan dengan dhad, huruf tha  dibedakan dengan zha, huruf ‘ain dibedakan dengan ghin, huruf fa dibedakan dengan qaf.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Rasmul qur’an atau rasmul ustmani adalah tata cara menuliskan Al-qur’an yang di tetapkan pada masa khalifah ustman bin affan dengan kaidah-kaidah tertentu.
Sebagian para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi, tapi sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui ustman dan diterima umatnya,sehingga wajib wajib diikuti dan di taati siapa pun ketika menulis al-qur’an. Tidak boleh ada yang menyalahinya.
Hubungan antara rasmul qur’an dan qira’ah sangat erat sekali Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-qur’an.Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
B.     saran
Hendaknya kita sebagai calon pendidik harus memahami setiap mata pelajaran yang berkaitan dengan materi dan tetap memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, karna ilmu pengetahuan itu akan jadi perhiasan kita, akan menjadi bahan ajar kita kepada peserta didik kita.Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang sifatnya untuk membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis begitu juga pembaca.
Daftar pustaka
Drs. taufiqurrohman, Drs. Maman abd. Djaliel. 2003. Studi ulumul Qur`an. CV PUSTAKA SETIA: BANDUNG.
Prof. DR. Rosihon Anwar, Drs mamab Abdn djaliel. 2013. Ulumul Qur`an. CV PUSTAKA SETIA: BANDUNG.
http://badadai.blogspot.co.id/2015/05/rasm-al-quran.html ( di akses pada hari senin 11 april 2016).



1 komentar:

  1. Terus mana pembahasan signifikan tentang hungan rasm sama tafsir

    BalasHapus