BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ulum Alquran dalam
bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
Alquran. Oleh karena demikian, ruang lingkup Ulum Alquran yang diklasifikasi
dan dipetakan para cendikiawan muslim masih terus berkembang seiring dengan
semangat manusia untuk menggali ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Alquran
tersebut.
Perkembangan cabang Ulum Alquran yang demikian
kompleks ternyata telah menimbulkan sebuah kegalauan dikalangan orang awam
dalam mengidentifikasi hubungan Ulum Alquran dengan displin ilmu lain yang
berhubungan dengannya, seperti ilmu tafsir dan
usul al-tafsir. Oleh karena itu masih perlu pengkajian tentang defenisi Ulum Alquran,
Ilmu Tafsir, dan Usul At-Tafsir dengan melihat sisi persamaan dan perbedaannya.
Dengan demikian, makalah yang
dihadapan saudara ini adalah suatu upaya pengkajian pengertian Ulum Alquran,
Ilmu Tafsir, dan Usul Tafsir serta melihat sisi persamaan dan perbedaannya.
B.
Mamfaat dan
tujuan
Mamfaat yang bisa kita ambil yaitu:
a. Mahasiswa bisa
memahami
tentang rasm Al-Qur`an
b. Mahasiswa bisa
memahami
tentang rasm usmani
c. Mahasiswa bisa
memahami
tentang hubungan rasm dengan qira`at
d. Mahasiswa bisa
memahami
tentang hubungan rasm dengan tafsir
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
a. menjelaskan
tentang pengertian rasm Al-Qur`an
b. menjelaskan
tentang rasm usmani
c. menjelaskan
tentang hubungan rasm dengan qira`at
d. menjelaskan
tentang hubungan rasm dengan tafsir
C.
Rumusan masalah
1. Apa
pengertian rasm Al-Qur`an?
2. Apa
rasm usmani itu?
3. Apakah
hubungan rasm dengan qira`at?
4. Apakah
hubungan rasm dengan tafsir?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Rasm
Al-Qur`an
Istilah
rasm al-Qur’an terdiri dari dua kata: rasm dan al-Qur’an. Rasm berasal
dari kata rasama-yarsamu yang artinya menggambar atau melukis.
Istilah Rasm dalam Ulumul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Quran yang
digunakan oleh Utsman bin Affan dan Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan
membukukan Al-Qur’an. Sedangkan Al-Qur’an adalah bacaan atau kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan perantara Malaikat Jibril yang
ditulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh
orang banyak), mempelajarinya merupakan amal-ibadah, dimulai oleh surat
al-Fatihah dan ditutup oleh surat an-Nas.
Berdasarkan makna bahasa itu dapat
dikatakan bahwa rasm al-Qur’an
berarti tata cara menuliskan al-Qur’an
yang dtetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Ulama Tafsir lebih
cenderung menamainya dengan istilah rasm
al-mushaf, dan ada pula yang menyebutnya dengan rasm al-Utsmani. Penyebutan demikian dipandang wajar karena
Khalifah Utsman bin Affan yang merestui dan mewujudkannya dalam bentuk
kenyataan. Rasm al-mushaf adalah ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman
bin Affan beserta sahabat lainnya dalam hal penulisan al-Qur’an berkaitan
dengan mushaf-mushaf yang di kirim ke berbagai daerah dan kota, serta Mushaf
al-Imam yang berada di tangan Utsman bin Affan sendiri.
Rasmul Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang
dilakukan oleh 4 sahabat yang dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga
sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang
dilatar belakangi oleh saran dari Umar bin Khattab kepada Abu Bakar, kemudian
keduanya meminta kepada Zaid bin Tsabit selaku penulis wahyu pada zaman Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam untuk mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an karena
banyaknya para sahabat dan khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang
Yamamah.
B.
Rasm
usmani
Para ulama meringkas kaidah itu
menjadi enam istilah, yaitu :
1.
Al–Hadzf (membuang,menghilangkan,atau
meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’
(@äneãät}ä}), dan ha tambih (k&mäs) dan dari
kata na ((äm)
kbn~.mã)
2.
Al – Jiyadah
(penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau
yang mempunyai hokum jama’ (g~yã=Aü ãqnæ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah
(hamzahyang terletak di atas lukisan wawu (ãÒ&Z%ufeä% )).
3.
Al – Hamzah, Salah satu
kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan
huruf ber-harakat yang sebelunya, contoh (l;yã ).
4.
Badal (penggantian), seperti alif
ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata (ÕqfJeã).
5.
Washal dan fashl(penyambungan
dan pemisahan),seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma
ditulis dengan disambung (äjfa).
6.
Kata yang dapat di baca dua bunyi.
Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah
salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis
dengan menghilangkan alif, contohnya,( o}9eãhq}cfi). Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif(yakni
dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca
satu alif).
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasmul Al-Qur’an ini.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi.yang mana
mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa nabi pernah
berpesan kepada mu’awiyah,salah seorang seketarisnya, “Ambillah tinta, tulislah
huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf “siin”,
jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik,
panjangkan lafadz “Ar-Rahman”, dan tulislah lafadz “Ar-Rahim” yang indah
kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau.
Merekapun mengutip pernyataan Ibnu Mubarak :“Tidak seujung rambutpun dari huruf
Qur’ani yang ditulis oleh seorang sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qur’ani
adalah tauqif dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari
Rasulullah SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm
qur’ani itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan
pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak dapat dijangkau akal
fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci lainnya”.
Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan
tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh ustman
dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang menulis
alqur’an. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama terkemuka yang
menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi Mushaf
‘Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan
bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu harus
dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan yang
telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat haram
hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanpun, pola tersebut
sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama).
Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat
bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar
(rasm imla’i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca
lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola tersebut,
karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna
Al Qur’an.
C. Hubungan
rasm dengan qira`at
Secara etimologi Qiraat adalah jamak dari Qira’ah, yang berarti ‘bacaan’,
dan ia adalah masdar (verbal noun) dari Qara’a. Secara terminologi atau
istilah ilmiyah Qiraat adalah salah satu Mazhab (aliran) pengucapan Qur’an yang
dipilih oleh seorang imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan
mazhab yang lainya.
Qiraat ini ditetapkan berdasarkan sabad-sanadnya sampai kepada Rasulullah.
Periode qurra’ (ahli / imam qiraat) yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada
orang-orang menurut cara mereka masing-masing adlah dengan berpedoman kepada
masa para sahabat.diantara para sahabat yang terkenal yang mengajarkan qiraat
ialah Ubai, Ali, Zaid bin Sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain.
Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan Tabi’in di berbagai negri belajar
qira’at yang semuanya bersandar kepada Rasulullah.
Sahabat-sahabat nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu
mempunya lahjah (bunyi suara / sebutan) yang berlainan satu sama lain. Memaksa
mereka menyebut pembacaan atau membunyikan al-Qur’an dengan lahjah yang tidak
mereka biasakan, suatu hal menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah
Yang Maha Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa
dipakai oleh golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah
Arab. Oleh karna itu menghasilkan bacaan al-Qur’an dalam berbagai rupa atau
macam bunyi lahjah. Dan bunyi lahjah yang biasa ditanah Arab ada tujuh macam.
Di samping itu ada beberapa lahjah lagi. Sahabt-sahabat nabi menerima al-Qur’an
dari nabi menurut lahjah bahasa golonganya. Dan masing-masing mereka
meriwayatkan al-Qur’an menurut lahjah mereka sendiri. Sesudah itu munculah
segolongan ulama yang serius mendalami ilmu qira’at sehingga mereka menjadi
pemuka qira’at yang dipegangi dan dipercayai. Oleh karena mereka semata-mata
mendalami qira’at untuk mendakwahkan al-Qur’an pada umatnya sesuai dengan
lahjah tadi. Kemudian muncullah qurra-qurra yang kian hari kian banyak. Maka
ada diantara mereka yang mempunyai keteguhan tilawahnya, lagi masyhu, mempunyai
riwayah dan dirayah dan ada diantara mereka yang hanya mempunyai sesuatu sifat
saja dari sifat-sifat tersebut yang menimbulkan perselisihan yang banyak.
Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan para ulama berusaha menerangkan
mana yang hak mana yang batil. Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan
dengan bahasa arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf Usmani serta
sah pula sanadnya dipandang qira’at yang bebas masuk kedalam qira’at tujuh,
maupun diterimanya dari imam yang sepuluh ataupun dari yang lain.
Meskipun mushaf Utsmani tetap dianggap sebagai satu-satunya mushaf yang
dijadikan pegangan bagi umat Islam diseluruh dunia dalam pembacaan Al-Qur’an,
namun demikian masih terdapat juga perbedaan dalam pembacaan. Hal ini
disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri pada waktu itu belum mengenal adanya
tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama dan belum ada baris
harakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang
tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya
dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman
cara membaca Al-Qur’an.
Dengan demikian hubungan rasmul Qur’an dengan Qira’at sangat erat. Karena
semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan
untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-Qur’an.Untuk
mengatasi permasalahan tersebut Abu Aswad Ad-Duali berusaha menghilangkan
kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang-orang Islam non Arab dalam
membaca Al-Qur’an dengan memberikan tanda-tanda yang diperlukan untuk menolong
mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an dan memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an
tersebut.
D. Hubungan
rasm dengan tafsir
Kata tafsir
(تَفْسِيْرْ) adalah bentuk masdar dari kata فَسّرَ (fassara) yang secara etimologi berarti اَلْكَشْفُ
وَاْلِاظْهَارُ )mengungkap
dan menampakkan). Kata tafsir juga berarti
menerangkan sesuatu yang masih samar serta menyingkap sesuatu yang tertutup. Di
dalam kaitannya dengan kata, tafsir berarti menjelaskan makna kata yang sulit
dipahami sehingga kata tersebut dapat dipahami maknanya.
Sedangkan ilmu
tafsir menurut istilah adalah ilmu untuk mengetahui-memahami maksud Alquran,
menjelaskan maknanya, megeluarkan hukum dan hikmahnya, yang disandarkan kepada
ilmu bahasa dan sastra, usul fiqh, ilmu qiraa’at, asbab nuzul, dan
nasakh-mansukh. Selanjutnya pengertian Usul Tafsir secara terminologi adalah
suatu cabang dari ulumul Qur’an yang lebih terfokus pada membahas ilmu-ilmu dan
kaidah-kaidah yang diperlukan dan harus diketahui untuk menafsirkan Alquran.
Usul tafsir ini adalah bagian dari Ulum Alquran yang paling penting karena
sangat erat kaitannya dengan istinbath (penyimpulan hukum) dalam fikih dan
penetapan i’tikad (tauhid, akidah) yang benar.
Persamaan Ulum Alquran Dengan
Ilmu Tafsir dan Usul Tafsir
No.
|
Persamaan Ulum Alquran Dengan Ilmu
Tafsir dan Usul Tafsir
|
1.
2.
3.
|
Ulum Alquran, Ilmu Tafsir dan Ulum Alquran adalah
tiga disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan kandungan Alquran sesuai dengan
maksud Allah Swt.
Ulum Alquran, Ilmu Tafsir, dan Usul Tafsir adalah
tiga disiplin ilmu yang saling melengkapi satu sama lain untuk mengungkap
maksud ayat atau kandungan hukum yang terdapat di dalam Alquran.
Ulum Alquran, Ilmu Tafsir, dan Usul Tafsir adalah
tiga disiplin ilmu yang berusaha untuk menggali dan mengembangkan ilmu-ilmu
yang terkandung di dalam Alquran.
|
Adapun aspek persamaan antara Ilmu Tafsir dengan Ulum Alquran adalah
terletak pada objek pembahasannya, yaitu ketiga disiplin ilmu tersebut secara
bersama-sama berusaha menggali ilmu-ilmu yang terkandung di dalam Alquran dari
berbagai aspek tertentu. Yaitu Ilmu Tafsir adalah bermaksud mengungkap atau
menjelaskan makna kata-kata Alquran yang samar atau rumit, maka adapun Ulum
Alquran juga sebuah ilmu yang bermaksud mengkaji Alquran dari berbagai aspeknya
secara universal. Selanjutnya dari segi tujuan intinya, Ulum Alquran dan Ilmu
Tafsir adalah dua disiplin ilmu yang berpadu dalam berusaha memahami Alquran.
Selanjutnya mengenai persamaan usul at-Tafsir dengan Ulum Alquran,
sebagaimana Ahsin W. Al-Hafidz menyebutkan bahwa Ulum Alquran ini dinamakan
juga dengan Usul At-Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena kajian ulum
Alquran dan usul tafsir adalah sama-sama membahas beberapa masalah yang harus
diketahui dan dikuasai seorang mufassir dalam menafsirkan Alquran
Namun sisi perbedaan antara Usul Tafsir dengan Ulum Alquran adalah bahwa
Usul Tafsir adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji dan menganalisis secara
khusus dan spesifik/ mengenai kaidah-kaidah yang diperlukan dan harus diketahui
untuk menafsirkan Alquran. Sementara kajian Ulum Alquran mengenai kaidah-kaidah
penafsiran Alquran masih secara umum saja, dan kajian tersebut masuk dalam
salah satu pembahasan sub buku Ulum Alquran.
E. Subhat dan
jawaban
Apa hubungan rasm usmani dengan
pemahaman AL-Qur`an?
Jawab: Pada mulanya, mushaf para sahabat
berbeda sama sekali antara satu dan lainnya. Mereka mencatat wahyu al-Qur’an
tanpa pola penulisan standar karena umumnya dimaksudkan hanya untuk kebutuhan
pribadi, tidak ada rencana untuk diwariskan kepada generasi sesudahnya. Di
antara mereka, ada yang menyelipkan catatan-catatan tambahan dari penjelasan
Nabi Saw., ada juga lagi yang menambahkan simbol-simbol tertentu dari
tulisannya yang hanya di ketahui oleh penulisnya.
Pada masa permulaan Islam, mushaf al-Qur’an belum
mempunyai tanda-tanda baca dan baris. Mushaf Ustmani tidak seperti yang dikenal sekarang yang
dilengkapi oleh tanda-tanda baca. Pun, belum ada tanda-tanda berupa titik
sehingga sulit membedakan antara huruf ya dan ba. Demikian pula antara sin dan
syin, antara tha dan zha, antara jim, ha, dan kha. Dan seterusnya. Para sahabat belum menemukan kesulitan
membacanya karena rata-rata masih mengandalkan hafalan.
Kesulitan mulai muncul ketika dunia Islam semakin
meluas ke wilayah-wilayah non-Arab, seperti Persia disebelah Timur, Afrika di
sebelah Selatan, dan beberapa wilayah non-Arab lainnya di sebelah Barat.
Masalah ini mulai disadari oleh pimpinan dunia Islam. Ketika Ziyad ibn Samiyyah
menjabat gubernur Bashrah, Irak, pada masa kekuasaan Mu’awwiyah ibn Abi Sufyan
(661-680 M), riwayat lainmenyebutkan pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib,
ia memerintahkan Abu al-Aswad al-Duwali untuk segera membuat tanda baca,
terutama untuk menghindari kesalahan dalam membaca al-Qur’an bagi generasi yang
tidak hafal al-Qur’an.
Ad-Duwali memenuhi permintaan itu setelah
mendengarkan kasus salah baca yang sangat fatal, yakni surat at-Taubah. Atas
perintah gubernur itu, as-Duwali memberi tanda baca baris atas (fathah) berupa sebuah titik di atas
huruf, sebuah titik di bawah huruf sebagai tanda baris bawah (kasrah), tanda dhammah berupa wau kecil
di antara dua huruf, dan tanpa tanda apa-apa bagi konsonan mati.
Rasm al-Qur’an mengalami perkembangan yang sangat
pesat pada beberapa periode berikutnya. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
memerintahkan al-Hajjaj ibn Yusuf al-Saqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf
al-Qur’an . Ia mendelegasikan tugas itu kepada Nashid ibn ‘Ashim dan Yahya ibn
Ma’mur, dua orang murid ad-Dawali. Kedua orang inilah yang membubuhi titik di
sejumlah huruf tertentu yang mempunyai kemiripan antar satu dengan lainnya.
Misalnya, penambahan titik diatas huruf dal
yang kemudian menjadi dzal. Penambahan
yang bervariasi pada sejumlah huruuf dasar ba
yang kemudian menjadi huruf ba, nun
, ta dan huruf dasar ha yang kemudian berubah menjadi kha, ha, dan jim. Huruf ra dibedakan
dengan huruf za, huruf sin dibedakan dengan syin, huruf shad dibedakan
dengan dhad, huruf tha dibedakan dengan zha, huruf ‘ain dibedakan
dengan ghin, huruf fa dibedakan dengan qaf.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasmul
qur’an atau rasmul ustmani adalah tata cara menuliskan Al-qur’an yang di tetapkan
pada masa khalifah ustman bin affan dengan kaidah-kaidah tertentu.
Sebagian
para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi, tapi sebagian
besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan
kesepakatan cara penulisan yang disetujui ustman dan diterima umatnya,sehingga
wajib wajib diikuti dan di taati siapa pun ketika menulis al-qur’an. Tidak
boleh ada yang menyalahinya.
Hubungan
antara rasmul qur’an dan qira’ah sangat erat sekali Karena semakin lengkap
petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap
pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-qur’an.Sebagaimana yang telah
dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik
ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal
itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
B. saran
Hendaknya kita sebagai calon pendidik harus memahami
setiap mata pelajaran yang berkaitan dengan materi dan tetap memperhatikan
segala sesuatu yang berhubungan dengannya, karna ilmu pengetahuan itu akan jadi
perhiasan kita, akan menjadi bahan ajar kita kepada peserta didik kita.Dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran
yang sifatnya untuk membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini
dapat bermanfaat baik bagi penulis begitu juga pembaca.
Daftar pustaka
Drs. taufiqurrohman, Drs. Maman abd. Djaliel.
2003. Studi ulumul Qur`an. CV PUSTAKA SETIA: BANDUNG.
Prof. DR. Rosihon Anwar, Drs mamab Abdn djaliel.
2013. Ulumul Qur`an. CV PUSTAKA SETIA: BANDUNG.
http://hamdanhusein.blogspot.co.id/2012/01/pengertian-ulum-alquran-dan-hubungannya.html( di akses
pada hari senin 11 april 2016).
http://badadai.blogspot.co.id/2015/05/rasm-al-quran.html
( di akses pada hari senin 11 april 2016).
Terus mana pembahasan signifikan tentang hungan rasm sama tafsir
BalasHapus