BAB I
PENDAHLUAN
A.
Tujuan makalah
1. mengetahuai
pemikiran Syaikh Zainuddin yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pesantren
yang diasuhnya. Penulis akan menelusuri
sejauh mana faktor keluarga, pendidikan, lingkungan, situasi sosial,
politik mempengaruhi pemikirannya.
2. Mengetahui
bagaimana pemikiran Syaikh Zainu ddin tentang pendi dikan pesantren sebagai
salah satu bentuk perwujudan dari pemikirannya.
B.
Rumusan masalah
1. Biografi
TGKH Zainuddin Abdul Madjid
2. Pendidikan
TGKH Zainuddin Abdul Madjid
3. Pemikiran
TGKH Zainuddin Abdul Madjid tentang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddi Abdul Majid dilahirkan di Kampung Bermi
Pancor Lombok Timur pada tanggal 17 Rabi’ul Awal 1315 H, nama kecil beliau
adalah Muhammad Syaggaf dan berganti nama menjadi Haji Muhammad Zainuddin
setelah menunaikan setelah menunaikan ibadah haji. Yang mengganti nama beliau
adalah ayah beliau sendiri, yaitu Tuan Guru Haji Abdul Majid[1]. Penamaan Muhammad Saggaf memiliki cerita yang cukup unik. Tiga
hari menjelang kelahirannya, ayahnya didatangi oleh dua orang wali yang berasal
dari Hadlramaut dan Maghrabi. Kedua wali tersebut secara kebetulan mempunyai
nama yang sama, yakni Saqqaf. Keduanya berpesan kepada Tuan Guru Kyai
Haji Abdul Majid, jika mempunyai anak, agar diberi nama Saqqaf, seperti
nama mereka berdua.
Disamping itu, terdapat keunikan lain seputar kelahirannya, yaitu
adanya cerita gembira yang dibawa oleh seorang wali, bernama Syeikh Ahmad
Rifa’I yang juga berasal dari Maghrabi. Ia menemui Tuan Guru Haji Abdul Majid
menjelang kelahiran putranya. Syekh Ahmad Rifa’I berkata kepada Tuan Guru Haji
Abdul Majid “Akan segera lahir dari istrimu seorang anak laki-laki yang akan
menjadi ulama’ besar”
Dengan adanya keunikan-keunikan yang terjadi menjelang kelahiran putranya
yang kemudian dimamakan Muhammad Saggaf, Tuan Guru Haji Abdul Majid dan
istrinya merasa senang dan gembira karena kelahiran puteranya disambut dan
dinantikan oleh para ulama dan para wali-wali Allah.
Beliau adalah anak bungsu yang lahir dari perkawinan antara Tuan Guru Haji
Abdul Majid dengan seorang wanita shalihah yang berasal dari desa Kelayu Lombok
Timur, yang bernama Inaq Syam dan lebih dikenal dengan nama Hajjah Halimatus
Sya’diyah. Beliau memiliki saudara kandung sebanyak lima orang, diantaranya
yaitu: Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji Muhammad Shabur dan
Hajjah Masyithah.
Sejak kecil beliau terkenal sangat jujur dan cerdas. Kerena itu, tidak
mengherankan kalau ayah bundanya memberikan perhatian khusus dan meumpahkan
kecintaan serta kasih sayang demikian besar kepada beliau. Ketiaka beliau
melawat ke tanah suci Makkah Al Mukarramah untuk melanjutkan studi, ayah bundanya
ikut mengantar ke tannah suci. Ayahandanyalah yang mencarikan beliau guru,
tempat beliau pertama kali belajar di Masjidil Haram, bahkan ibundanya, Hajjah
Halimatus Sya’diyah ikut mukim di tanah suci mengasuh dan mendampingi beliau
sampai ibundanya yang tercinta itu berpulang ke rahmatullah tiga setengah tahun
kemudian dan dimakamkan di Mu’alla Makkah.
Nama Muhammad Saggaf masih disandangnya sampai ia berangkat ke tanah suci
Makkah untuk melaksanakan ibadah haji bersama ayahnya. Setelah menunaikan
ibadah haji, nama Muhammad Saggaf diganti menjadi Haji Muhammad Zainuddin oleh
ayahnya sendiri sebagaimana yang tertera pada paragfaf di atas dan sejak
saat itu nama beliau berubah menjadi Haji Muhammad Zainuddin.
Tentang silsilah keturunan beliau yang lengkap tidak dapat dikemukakan
secara utuh dikarenakan dokumen dan catatan silsilah keturunan beliau ikut
terbakar ketika rumah orang tua beliau mengalami kebakaran. Namun yang
jelas beliau terlahir dari keturunan keluarga yang terpandang dan garis keturunan
terpandang pula yaitu keturunan Selaparang. Selaparang adalah nama Kerajaan
Islam yang pernah berkuasa di Pulau Lombok.
Tuan Guru Kyai haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid selama hayatnya telah
menikah sebanyak tujuh kali. Dari ketujuh perembuan yang pernah dinikahinya
itu, ada yang mendapinginya sampai wafat, ada yang wafat terlebih dahulu
semasih ia hidup dan ada yang diceraikannya setelah beberapa bulan menikah.
Disamping itu, ketujuh perempuan yang telah dinikahinya itu, berasal dari
berbagai pelosok daerah di Lombok, dan dari berbagai latar belakang. Ada yang
berasal dari keluarga biasa, ada pula yang berlatar belakang bangsawan, seperti
istrinya yang bernama Hajjah Baiq Siti Zahriyah Makhtar, berasal dari desa
Tanjung, Kecamatan Selong.
Adapun nama-nama perempuan yang pernah dinikahi oleh Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Majid, adalah: Satu, Chasanah; Dua, Hajjah
Siti Fatmah; Tiga, Hajjah Raihan; Empat, Hajjah Siti Jauhariyah; Lima,
Hajjah Siti Rahmatullah; Enam, Hajjah Baiq Siti Zuhriyah Mukhtar; Tujuh,
Hajjah Adniyah.
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sulit sekali memperoleh
keturunan, sehingga beliau pernah dianggap mandul padahal beliau sendiri sangat
mengiginkan keturunan yang akan melanjutkan perjuangan beliau untuk
mengembangkan dan menegakkan ajaran-ajaran Islam. Dan pada akhirnya beliau
dianugrahkan dua orang anak dari istri yang berbeda yaitu:
- Hajjah Siti Rauhun dari Ummi Jauhariyah
- Hajjah Siti Raihanun dari Ummi Rahmatullah
Karena dengan hanya memiliki dua
orang anak tersebut beliau kerap dipanggil dengan sebutan Abu Rauhun wa
Raihanun[2].
B. Pendidikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Perjalanan Tuan Giru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid dalam
menuntut ilmu pengetahuan diawali dengan pendidikan yang di lakukan di dalam
lingkungan keluarga, yakni dengan belajar mengaj yaitu membaca Al-Qur’an dan
berbagai ilmu agama lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahnya, Tuan Guru
Haji Abdul Majid. Pendidikan yang diberikan oleh ayahnya tersebut dimulai
semenjak beliau berusia 5 tahun dan kemudian memasuki pendidikan formal
semenjak berusia 9 tahun. Sekolah formal yang beliau mesuki adalah sekolah umu
yang pada saat itu disebut dengan Sekolah Rakyat Negara (Sekolah Gubernemen) di
Selong Lombok Timur. Di sekolah tersebut beliau belajar selama 4 tahun hingga
tahun 1919 M.
Setelah menamatkan pendidikan formalnya pada Sekolah Rakyat Negara pada
tahun 1919 M, ia kemudian diserahkan oleh ayahnya untuk belajar ilmu
pengetahuan agama yang lelbih luas lagi pada beberapa kyai local saat itu,
antara lain Tuan Guru Haji Syarafuddin dan Tuan Guru Haji Muhammad Sa’id dari
Pancor serta Tuan Guru Haji Abdullah bin Amaq Dulaji dari Kelayu Lombok Timur.
Dari beberapa kyai local ini, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin selain
mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan kitab-kitab Arab Melayu, juga
secara khusus mempelajari ilmu-ilmu gramatika bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu
dan Syarf.
Pola pengajaran yang dilakukan oleh kyai-kyai lokal ini masih bersifat
klasik. Yaitu masih menggunakan system halaqoh, yang dalam
pembelajarannya murid-murid duduk bersila dan sang guru memberi pengajaran
dengan membacakan kitab yang dipelajari kemudian para murid masing-masing
mebacanya saling bergantian satu persatu.
Pada saat ini system pengajaran seperti ini sering digunakan pada pondok
pesantren yang berbasis salafi. Berhubung pada saat itu sangat janrang
ditemukan system pengajaran yang bersifat klasikal atau menggunakan kelas-kelas
sehingga para murid duduk di atas bangku dan sang guru mengajarkan menggunakan
papan tulis sebagai media pengajaran. Apalagi pada saat itu berbeda dengan
zaman yang dialami saat ini, yaitu pada saat itu apabila seorang murid ingin
mempelajari suatu ilmu apalagi ilmu agama mesti ke rumah sang guru untuk
meminta kepada guru tersebut untuk mengajarinya tentang ilmu pengetahuan yang
ia miliki. Namun pada saat ini sangatlah berbeda apabila seorang murid ingin
menuntut ilmu, meka hanya tinggal meminta pada orang tuannya untuk
memasukkannya pada pondok pesantren dan kemudian mendalami tentang ilmu agama
dan berbagai macamnya didalamnya.
Selanjutnya Muhammad Noor dan kawan-kawan dalam buku Visi Kebangsaan
Relijius lebih jauh mengungkapkan bahwa Bagi Tuan Guru Haji Syarafuddin,
Muhammad Saggaf merupakan murid yang istimewa. Keistimewaan tersebut mendorong
gurunya untuk membebaskannya dari membanntu gurunya bekerja di sawah. Pada saat
itu murid-murid yang mengaji di rumah seorang tuan guru tidak dipungut bayaran.
Sebagai gantinya, mereka dihariskan berkerja disawah tuan guru tersebut.
Berbeda dengan Muhammad Saggaf, karena keinginan kuat ayahnya agar ia menjadi
murid yang pandai, ayahnya sanggup dengan membayar dengan 200 ikat padi setahun
(sekitar 2 ton padi/gabah), sebagai ganti kewajiban bekerja disawah. Maksud
ayahnya dengan kesediaan ini adalah agar anaknya tidak terganggu aktivitas
belajarnya, sehingga ia berkonsentrasi pada pelajarannya[3].
Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut,
TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd muda berkenalan dengan seseorang yang
bernama Hajji Mawardī dari Jakarta.
Dari perkenalannya itu ia diajak masuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang
saat itu dipimpin oleh Syaīkh Salīm
Rahmatullāh. Pada hari pertama masuknya ia bertemu
dengan Syaīkh Hasan
Muhammād al-Masysyāth.
Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama
sebagai permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi.
Madrasah ini sangat legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan
telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH. Muhammad Zainuddin
masuk Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H (1927
M) yang waktu dipimpin (Mudir/Direktur), Syaikh Salim
Rahmatullah yang merupakan cucu pendiri Madrasah
al-Shaulatiyah. Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang masuk di
Madrasah Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang
cocok bagi thullab. Demikian pula dengan TGKH. Muhammad Zainuddin, juga ditest
terlebih dahulu. Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur al-Shaulatiyah
sendiri, Syaikh Salim
Rahmatullah dan Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath.
Hasil test menentukan di kelas 3. mendengar
keputusan itu, TGKH. Muhammad Zainuddin minta diperkenankan masuk kelas 2
dengan alasan ingin mendalam mata pelajaran ilmu Nahwu
dan Sharaf.
Semula Syaikh Hasan bersikeras agar TGKH. Muhammad Zainuddin masuk kelas 3,
tetapi pada akhirnya melunak dan mengabulkan permohonan untuk masuk kelas 2 dan
sejak itu TGKH. Muhammad Zainuddin secara resmi masuk Madrasah al-Shaulatiyah
mulai dari kelas 2. Prestasi akademiknya sangat istimewa. Dia berhasil meraih
peringkat pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH.
Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun,
padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4,
kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian pada tahun-tahun
berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9.
Sahabat sekelas TGKH. Muhammad Zainuddin bernama
Syaikh Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya dan mengatakan: Syaikh
Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena kejeniusannya yang tinggi
dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini. Syaikh Zainuddin adalah
saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum pernah mampu mengunggulinya dan
saya tidak pernah menang dalam berprestasi pada waktu saya bersama-sama dalam
satu kelas di Madrasah Al-Shaulatiyah Mekah.
Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan
istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli
khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul
dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan pengorbanan,
ibu yang selalu mendampingi selama belajar di Madrasah al-Shaulatiyah berpulang
ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid menyelesaikan studi di Madrasah al-Shaulatiyah pada tanggal 22
Dzulhijjah 1353 H dengan predikat "mumtaz" (Summa Cumlaude).
Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak
langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun
sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal. Waktu
dua tahun itu dimanfaatkan untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada
Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar yang
ditempuh selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau kurang lebih
12 tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak
13 kali.
Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali
ke tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan safari dakwah
ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh
masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya 'Tuan Guru Bajang'.
Semula, pada tahun 1934
mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda Sasak
mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus
1937
mendirikan Nahdlatul Wathan
Diniyah Islamiyah (NWDI) dan menamatkan santri (murid)
pertama kali pada tahun ajaran 1940/1941[4].
C. Konsep
Pemikiran TGKH Muhammad Zainuddin Abdl Madjid Tentang Pendidikan Islam.
Bagi Syaikh Zainuddin, mengembangkan Islam melalui
lembaga pendidikan adalah ”fardu ‘ain” dan mendidik masyarakat, terutama dalam
bidang pendidikan adalah tugas yang mu lia. Karena melalui pendidikan akan lahir manusia yang
mampu mengembangkan diri, keluarga, masyarakat dan bangsanya. Atau dengan kata
lain, mendidik manusia berarti telah
ikut andil dalam mencerdaskan bangsa sehingga
terbentuk manusia yang berperadaban. Dengan demikian lahirlah manusia
yang kreatif, inopatif, produktif, berakhlak al-karimah dan bertaqwa kepada
Allah SWT[5].
Menurut syaikh Zainuddin mengenai pondok pesantren
yaitu terungkap di wasiat beliau yang menyatakan:
NWDI dan NBDI mu
Jalan menuju ke langit ilmu
Terus ke bulan sampai bertemu
Sinar yang lima nyinari penjuru[6]
Merujuk pada ungkapan syaikh Zainuddin
dalam sya`irnya di atas, maka pengertian pesantren yaitu, suatu lembaga tempat
menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan seting-tingginya, dengan tetap
berpegang teguh pada ajaran agama islam sehingga menyampaikan anak didik pada
kebahagiaan dunia dan akhirat[7].
Selanjutnya, saikh zainuddin merumuskan
tujuan pendidikan islam, sepeti pakar pendidikan islam yang lainnya yang tetap
berpegang pada al-quran dan hadits. Tampaknya ia ia di pengaruhi oleh bagaimana
pemahamannya terhadap firman Allah SWT hakikat penciptaan manusia dan fungsinya
sebagai hamba Allah di muka bumi[8].
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para
siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal
dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap
santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid
untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks
ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para
santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok Pesantren merupakan dua
istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya
adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat
tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin
berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa
termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren,
sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa,
sedangkan di Minangkabau disebut surau.
Pesantren juga dapat
dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara
nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada
santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama
Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam
pesantren tersebut[9].
Selanjutnya, metode
pendidikan dan pengajaran yang di pakai suaikh zainuddin di antaranya
menggunakan metode nuqoba`, diskusi, penugasan,qiro`ah, ceramah,, tanya jawab,
menghafal, bimbingan dan latihan retorika (pidato)., menterjemahkan, dialog,
pengabdian, pengulangan, evaluasi, dan lain sebagainya.
Metode yang di terapkan
syaikh zainuddin terkesan humanis, demokratis, dan penuh kebijaksanaan. Dengan
demikian, seorang guru tidak bersikap otoriter dan diktator yaitu guru tidak
bisa memaksakan kehendak dan kemauannya terhadap anak didiknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
kami pemikiran TGKH.M Zainuddin abdul madjid terhadap pendidikan tidak terlepas
dari pengalaman beliau bergugru di ulama-ulama besar yang ada di mekah, dan
juga tidak terlepas dari pandangan beliau terhadap masyarakat lombok pada masa
itu, pandanga beliau terhadap materi, komponen, bahan ajar di pendidikan pondok
pesantren menyamakan pendapat para tokoh pakar pendidikan lainnya.
Karakter
pendidik dan yang di didik di cetak oleh beliau lewat pemikiran-pemikiran
beliau, bagaimana menjadi guru dan murid yang baik. Pemikiran beliau sangan
relevan atau sejalan dengan masyarakat lombok kala itu seperti yang terlihat
beliau mewujudkan semua itu dengan membuat pondok pesantren besar dan
organisasi terbesr di pulau lombok.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan
saran yang sifatnya untuk membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah
ini dapat bermanfaat baik bagi penulis begitu juga pembaca.
DAFTAR
ISI
Adawiyah muazzatun, pendidikan pesantren menurut pemikiran
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, (NTB:Al-Haramain lombok) 2015
http://yusran07.blogspot.co.id/2010/10/biografi-tgkh-muhammad-zainuddin-abdul.html(
di akses pada tanggal rabu 20 april 2016-04-22 )
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zainuddin_Abdul_Madjid
html.( di akses pada hari rabu 20 april 2016).
Muhammad noor, habib
muslihan, harfin muhammd zuhdi, visi
kebangsaan religius: refleksi pemikiran dan perjuangan TGKH muhammad zainuddin
abdul madjid,(jakarta: logos wacana ilmu), 2004
Tuan guru kiyai haji
muhammad zainuddin abdul madjid, wasiat
renungan masa pengalaman baru, (pancor. Toko kita, 1995)
[1] http://yusran07.blogspot.co.id/2010/10/biografi-tgkh-muhammad-zainuddin-abdul.html( di akses pada tanggal rabu 20 april 2016-04-22 )
[2] Muhammad
noor, habib muslihan, harfin muhammd zuhdi, visi
kebangsaan religius: refleksi pemikiran dan perjuangan TGKH muhammad zainuddin
abdul madjid,(jakarta: logos wacana ilmu), 2004 hal 127
[3] http://yusran07.blogspot.co.id/2010/10/biografi-tgkh-muhammad-zainuddin-abdul.html(
di akses pada tanggal rabu 20 april 2016-04-22 )
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zainuddin_Abdul_Madjid
html.( di akses pada hari rabu 20 april 2016)
[5] Adawiyah
muazzatun, pendidikan pesantren menurut
pemikiran TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, (NTB:Al-Haramain lombok)...
hal 3
[6] Tuan
guru kiyai haji muhammad zainuddin abdul madjid, wasiat renungan masa pengalaman baru, (pancor. Toko kita, 1995)
[7] Adawiyah
muazzatun, pendidikan pesantren menurut......
120
[8] Ibid...124
0 komentar:
Posting Komentar