Pada
paruh pertama abad kesebelas, panggung sejarah kekuasaan dan suasana politik di
dunia Islam sedang dalam kondisi krisis. Khalifah Abbasiyah hanyalah pemegang
kekuasaan banyangan, dan hampir seluruh imperiumnya telah terpecah. Suriah
utara dan Mesopotamia atas berada dalam cengkeraman para kepala suku yang
saling berperang, yang sebagian di antara mereka berhasil mendirikan sejumlah
dinasti. Persia, Transoxiana, dan sejumlah kawasan di timur, juga selatan
diperebutkan oleh para pangeran Buwaihi dan Ghaznawi atau dikuasai oleh
beberapa raja kecil, dan satu sama lain menunggu kesempatan untuk saling
menikam leher pesaingnya. Anarki politik dan militer terjadi di mana-mana. Hal
ini diperparah dengan konflik ideologi Sunni-Sy’ah yang semakin memanas. Kondisi
dunia Islam-menurut Hitti—tampak semakin terpuruk, bahkan jatuh remuk.
Dalam
kondisi demikian, tampilah kaum Turki Saljuk menguasai keadaan. Kedatangan kaum
Turki Saljuk mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam dan
kekhalifahan. Hal ini bermula dari masuk Islamnya seorang kepala suku bernama
Saljuk sekitar tahun 956 dari Kabilah Qiniq sebagai pemimpin klan Ghuzz Turki
(atau Oghuz). Saljuk (Salju>q) Ibn Tuqa>q
(Duqa>q) yang bergelar Timuryaligh adalah seorang pemimpin
kaum Turki yang tinggal di Asia tengah (tepatnya Transoxania atau Ma>
Wara>’ al-Naha>r atau Mavarranahr), kira-kira 80 mil dari Bukhara.
Saljuk dikenal sebagai seorang orator ulung dan dermawan
oleh karena itu ia disukai dan taati oleh masyarakat, dilain pihak istri raja Turki
khawatir jika saljuk melakukan pemberontakan, karenanya ada rencana untuk
membunuh saljuk secara licik, dan saljuk sendiri mengetahui rencana jahat
tersebut lalu ia mengumpulkan pasukannya dan membawa mereka ke kota Janad,
mereka tinggal disana dan bertetangga dengan kaum muslimin di negeri Turkistan,
maka ketika saljuk melihat prilaku orang Islam yang baik dan berakhalaq luhur
ia akhirnya memeluk agama Islam dan kabilah Ghuzpun akhirnya memeluk Islam. Dan
sejak itulah saljuk mulai melakukan perlawanan dan peperangan melawan
orang-orang Turki yang kafir, akhrinya iapun mampu mengusir bawahan raja Turki
dan menghapus pajak atas kaum muslimin.[5] Kaum
Saljuk memeluk Islam Sunni sehingga mudah berhubungan dengan negara tetangganya
yang telah memeluk Islam.
Berdasarkan
skema diatas, maka silsilah kelurga Dinasti Saljuk bisa perinci bahwa ;
- Saljuk Ibnu Tuqaq memiliki dua orang putra yaitu Mikail dan Arselan Payghu namun dalam leteratur lain disebutkan bahwa Saljuk memiliki empat orang anak yaitu Arselan, Mikail, Musa dan Yunus.
- Mikail memiliki dua orang putra yaitu Chager Bek Daud dan Tughril Bek
- Chager Bek Daud memiliki dua orang putra yaitu Alp Arselan dan Kaward,
- Alp Arselan memiliki dua orang putra yaitu Malik Syah dan Tutush,
- Malik Syah memiliki empat orang putra yaitu Bargiyaruk, Muhammad, dan Sinyar serta Mahmud.
1.
Bagaimana Sejarah
Terbentuknya Dinasti Saljuk?
2.
Kapan Periode
Keemasan Dinasti Saljuk?
3.
Apa Kemajuan
Peradaban di Era Kekuasaan Dinasti Saljuk?
4.
Apa Penyebab
Kemunduran & Kehancuran Dinasti Saljuk?
1. Mengetahui sejarah
terbentuknya dinasti saljuk
2. Mengetahui kemajuan yang
dicapai pada kekuasaan dinasti saljuk
3. Menetahui apa penyebab
kehancuran dinasti saljuk
PEMBAHASAN
Saljuq
bin Duqaq meninggalkan empat putra, yakni Israil, Musa Bigu, Yunus dan Mikail.
Israil, yang menggantikan kedudukan ayahnya tidak mampu menghadapi seangan
penguasa Daulah Ghaznawiyah (367 H/977 M-583 H/1187 M). Di bawah penggantinya,
Mikail, orang Saljuk dibawa melintasi daerah Jihun, kemudian menetap di
Khurasan. Dalam peperangan yang sering terjadi antara raja Samaniyah dan
Khaniyah, Saljuk berpihak pada raja Samaniyah. Untuk membalas budi mereka,
kerajaan Samaniyah memperkenankan mereka menyeberangi wilayahnya untuk menuju
daerah pinggiran Sungai Sihun (Sungai Syirdarya, Kazakhstan), kemudian
mengambil kota Jund (Daerah di sekitar Transoksania) untuk dijadikan pangkalan.
Saljuk berkembang menjadi kuat dan disegani serta sangat teguh berpegang pada
ajaran Islam.
Tatkala Kerajaan Samaniyah jatuh ke tangan Ghaznawiyah
pada tahun 389 H kaum Saljuq menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri. Keturunan
Saljuq bin Tuqak ini pada tahun 420/1092 mulai menjelajah Iran bagian utara dan
barat sehingga menggelisahkan keluarga sultan Ghazna, Mahmud. Adalah
Thughril Beg, cucu Salju>q, yang memulai penampilan kaum Saljuk dalam
panggung sejarah. Pada tahun 429/1037 ia teratat sudah menguasai Marw dan
Naisabur dari genggaman penguasa Ghaznawi. Segera setelah itu mereka juga merebut
Balkh, Jurjan, Thabaristan dan Khawarizm, Hamadhan, Rayyi, dan Isfahan.
Pemerintah Buwaihi tunduk di bawah kendali mereka.
Di bawah Panglima Tughril Beq, orang Saljuk berhasil
menghancurkan Daulah Ghaznawiyah dan menduduki singgasana kerajaan Naisabur
pada tahun 429 H/1038 M. Oleh karena itu Tughril Beq dipandang sebagai pendiri
Dinasti Saljuk yang sebenarnya. Namanya kemudian disebut dalam khutbah Jum’ah
dengan sebutan Raja diraja (Ma>lik al-Mulu>k).
Selanjutnya Tughril Beq pada tahun 1040 M sukses memimpin
serangan terhadap Dinasti Ghaznawi yang saat itu dipimpin oleh Mas’ud Ibn
Mahmud di Khurasan sehingga memaksa mereka meninggalkan Khurasan. Kekalahan
Ghaznawi ini selanjutnya merupakan klimaks kehancuran Ghaznawi di Persia. Sejak
tahun 1940 sampai dengan 1050 M pertempuran terus berlangsung antara Dinasti
Ghaznawi dengan Bani Saljuk, tetapi akhirnya terjadi gencatan senjata selama
setengah abad. Sementara itu, Afghanistan tetap diakui sebagai bagian dari
wilayah Ghaznawi.
Tughril
Beg telah berhasil mengembangkan kerajaan Saljuq di wilayah Khurasan dan
Transoxania. Setelah itu kaum Saljuq berjaya menaklukan wilayah-wilayah Persia
hingga Fars yaitu pintu masuk ke Iraq. Sewaktu Saljuq di Fars, kedudukan Bani
Buwaih di Baghdad sangat lemah. Sultannya ketika itu adalah al-Malik al-Rahim.
Panglima tentaranya bernama al-Basarsiri mencoba mempertahankan kekuasaannya
dengan meminta bantuan Dinasti Fatimiyah yang bernama al-Muntasir. Sementara
pihak Khalifah al-Qaim dari Khilafah Abbasiyah—yang telah lemah secara politik,
ekomoni dan militer—yang tidak suka terhadap pemerintahan Bani Buwaih yang
menguasai Baghdad meminta bantuan kaum Saljuq pimpinan Tughril Beq. Tughrib Beq
datang dengan pasukannya pada tahun 447 H dan berhasil menguasai Kota Baghdad.
Pada 18
Desember 1055, Thughril Beg masuk kota Baghdad. Al-Basa>si>ri, seorang
jenderal berkebangsaan Turki sekaligus gubernur milter Baghdad meninggalkan
ibukota dan Khalifah al-Qa>’im (1031-1075) segera menyambut para penyerang
Saljuk itu dan menganggapnya sebagai utusan. Kemudian Thugrul diberi gelar “Yami>n
Ami>r al-Mu’mini>n” (tangan kanan Amiril mukminin). Penguasa
Bani Buwaih al-Malik al-Rahim ditangkap dan diasingkan di Rayy sampai meninggal
dunia di sana pada tahun 450 H/1058. Dengan itu maka berakhirlah Kerajaan Bani
Buwaih
Sementara
Panglima Al-Basasir berhasil melarikan diri ke utara Jazirah dan bersepakat
dengan Quraish bin Badran pemimpin Kerajaan Uqailiyah. Tughril Beg mengejarnya
hingga ke Mosul. Akan tetapi terjadi konflik perpecahan akibat desersi dalam
tubuh tentara Thugril yang dipimpin oleh Ibrahim bin Inal yang merupakan
saudara angkat Thugril. Dengan bantuan Alp-Asrlan–keponakan Tuhgril, anak
saudarannya Daud yang memerintah Sijistan—Ibrahim dapat ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati pada 3 Agustus 1059 M. Kondisi krisis dalam keluarga Saljuq ini
dimanfaatkan oleh al-Basasiri untuk mengepung dan menguasai Baghdad kemudian
mengusir Khalifah al-Qa’im serta memproklamasikan diri sebagai wakil Dinasti
Fatimiyyah di Baghdad. Al-Basasiri memerintah Baghdad sekitar satu tahun
(450-451 H). Setelah Thugril Beq mengkonsolidasikan pasukannya, ia mampu
merebut kembali Baghdad dan mengembalikan Khalifah al-Qa’im ke Baghdad.
Sementara al-Basasiri yang sempat melarikan diri ke Wasit, dapat ditangkap dan
dibunuh oleh tentara Saljuq pada tahun 452 H/1060 M.
Setelah
absen satu tahun, Thugril kembali ke Baghdad dan disambut dengan upacara
besar-besaran. Thughril dielu-elukan sebagai “Raja Timur dan Barat” (Ma>lik
al-Sharq wa al-Gharb) . Gelar kenegaraan yang digunakannya adalah al-Sulthan.
Para ahli sejarah mencatat bahwa dialah yang menjadi penguasa
muslim pertama yang menggunkan gelar ini. Mereka mencantumkan dan mengabadikan
gelar sultan itu dalam mata uangnya. Bersama kaum Saljuk gelar “sultan’ menjadi
sebuah gelar kenegaraan tetap.
Dengan
tanpa menghapuskan kedudukan khalifah atau menghancurkan eksistensi dinasti
Abbasiyah. Saljuq Sunni berhasil memasuki Baghdad pada tahun 447/1055 dan
menggantikan Buwaihiyyah Syi’ah yang lebih dahulu mereka sebagai penguasa yang
efektif untuk bagian timur wilayah kekuasaan Abbasiyah. Tughril menjalin
hubungan yang erat dengan Khalifah dengan mengawini putrinya dan memboyongnya
ke ibukota kerajaan di Rayy pada 1062.
Berikut
Daftar para pemimpin Dinasti Saljuq:
1.
Rukn
al-Dunya wa al-Din Thugril Bek I (429 H/1038 M)
2. Adud
al-Daulah Alp Arslan (455H/1063 M)
3.
Jalal
al-Daulah Malik Syah I (465H/1072 M)
4.
Nasir
al-Din Mahmud I (485 H/1092 M)
5.
Rukn
al-Din Barkiyaruq (487 H/1094 M)
6.
Mu’izz
al-Din Malik Syah II (498 H/ 1103 M)
7.
Ghiyath
al-Din Muhammad I (498 H/1103 M)
8. Mu’izz
al-Din Sanjar (511-522H/1118-1157 M).
1.
Dinasti Saljuk di Era Alp Arslan 1063-1072 M)
Setelah berkuasa
selama 26 tahun dan baru menikahi putri Khalifah setahun, Thugril Beq meninggal
dunia pada tahun 1063. Thugril Beq meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan
digantikan oleh keponakannya, Alp Arselan bin Daud. Naiknya Alp Arslan mendapat
perlawanan dari saudara-audaranya yang dipelopori Syihabuddaulah Qutulmisy,
anak pamannya, musa Cagri. Pada 457 H/1064 M, Musa Cagri yang menguasai daerah
Transoksania berhasil ditaklukan. Alp Arslan berhasil menyelesaikan konflik
intern dan memerintah dengan pusat pemerintahannya di Ibukota Rayy.
Pada
masa kekuasaan Sultan Alib Arselan (1060/1063-1072 M) inilah kerajaan Seljuk
berhasil mencapai puncak keemasannya. Masa keemasan ini kemudian berlanjut pada
masa kekuasaan Malik Syah (1072-1092 M) yang memerintah setelah Arselan. Pada
pemerintahan Malik Syah, wazirnya yang bernama Nizhamul Mulk (1060/1065-1092 M)
banyak mendirikan sekolah-sekkolah memperkuat eksistensi Ahlulsunah Waljamaah
di kawasan ini.
Prestasi
Saljuk menjadi keompok muslim pertama yang merebut wilayah kekuasaan Romawi.
Pada tahun kedua pemerintahannya, Alp Asrlan (singa-pahlawan) merebut Ani,
ibukota Armenia Kristen, lalu menduduki sebuah provinsi Bizantium. Segera
setelah itu dia mengobarkan kembali peperangan melawan Binzantium, sanga musuh
abadi. Tahun 1071 Alp memenangkan pertempuran penting di Manzikart (Malazkird,
Malasjird), sebelah utara Danau Van di Armenia, dan berhasil menawan Kaisar
Romanus Diogenes.
Pada tahun 1064 M, Dinasti Seljuk berhasil menguasai
Armenia dan terus meluas hingga mencapai kawasan Hijaz serta bebrapa tempat
suci Islam lainnya pada tahun 1070 M. Puncak dari pencapaian Dinasti Seljuk
adalah ketika mereka berhasil menaklukkan Konstantinopel dengan amat gemilag
dalam pertempuran Malazgirt (Manzikert) pada tahun 1071 M. Seperti yang sudah
disebutkan di bagian trdahulu, pada tahap selanjutnya Dinasti in juga berhasil
menguasai hampir seluruh semenanjung Arab.
Seljuk Romawi, saljuk Antakya termasuk bangsa Turki yang
menguasai Anatolia pada periiode 1077-1308 M. Pusat pemerintaha mereka berada
di kota Nicea (Iznik) dan kemudian pindah ke Konya mulai tahun 1116 M. Dinasti
induk ini lalu bercabang menjadi beberapa puak-puak besar. Setelah
kemenangan amat gemilang pada perte puran Malazgirt yang berujung runtuhnya
Romawi Timur (Byzantium), Dinasti ini mulai meluaskan wilayah kekuasaan mereka
di Antakya. Pendiri kerajaan ini Qutalmisy bin Arselan adalah salah satu
kerabat penguasa Saljuk Taghrul Beg. Putranya yang bernama Sulaiman I
(1077-1080 M) berhasil menguasai Nicea (Iznik) pada tahun 1078 M. Sistem
Monarki ini terus berlangsung di Nicea atas titah dari tokoh-tokoh Seljuk pada
massa awal dan kemudian wilayah ini baru benar-benar merdeka setelah berdirinya
beberapa kerajaan kecil Kristen di kawasan ini.
Alp
Arsalan, sebagai pengganti Tughril berhasil memberikan andil dalam berbagai
bidang. Secara militer, kehebatan bani Seljuk dibuktikannya dengan memberikan
pukulan-pukulan hebat atas pasukan Bizantium dalam perang Mazikert pada tahun
1071 (464 H). peristiwa ini sangat berarti bagi bani Seljuk, bukan hanya
semakin terbukanya Asia kecil untuk migrasi suku-suku Turki, melainkan itu
merupakan kemenangan awal penting bagi tentara sultan atau khalifah melawan
pasukan regular Kaesar. Sementara itu dalam bidang pemerintahan Alp Arsalan
beruntung mendapatkan seorang wazir yang bijak dan ulet, Nizam al-Mulk. Malik
Syah yang masih remaja banyak mendapatlkan bantuan dari wazirnya, Nizam
al-Mulk. Berkat kelangsungan kebijaksanaan Nizam al-Mulk, kekuasaan Seljuk
terus berjalan mulus, bahkan telah berhasil mencakup Afganistan, Iran,
Mesopotamia, Syiria, Palestina, dan belahan barat Asia kecil.
2. Dinasti Saljuk di Era
Maliksyah (1072-1092)
Periode kekuasaan Thughril (1037-1063), keponakan
sekaligus penerusnya, Alp Arsla>n (1063-1072), dan periode putra
terakhirnya, Maliksya>h (1072-1092), mewakili periode-periode paling
cemerlang dalam masa kekuasaan Saljuk atas dunia Islam di Timur.
Pada
masa Sulthan Maliksyah wilayah kekuasaan Daulah Seljuk ini sangat luas,
membentang dari Kashgor, sebuah daerah di ujung daerah Turki, sampai ke
Yerussalem. Wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian.
1)
Seljuk Besar yang menguasai Khurasan, Rayy, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz. Ia
merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah seluruhnya delapan
orang.
2)
Seljuk Kirman berada di bawah kekuasaan keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn
Mikail ibn Seljuk. Jumlah syekh yang memerintah dua belas orang.
3)
Seljuk Iraq dan Kurdistan, pemimpin pertamanya adalah Mughirs al-Din Mahmud.
Seljuk ini secara berturut-turut diperintah oleh sembilan syekh.
4)
Seljuk Syria, diperintah oleh keluarga Tutush ibn Alp Arselan ibn Daud ibn
Mikail ibn Seljuk, jumlah syekh yang memerintah lima orang.
5)
Seljuk Ruum, diperintah oleh keluarga Qutlumish ibn Israil ibn Seljuk dengan
jumlah syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang.
Bukan
hanya pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik juga dinasti saljuk
banyak meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal dengan usaha pembangunan di bidang
yang terakhir ini. Ia telah membangun banyak masjid, jembatan, irigasi dan
jalan raya. Pada saat itu ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat pula,
diantara tokohnya adalah Umar Khayan, penyair, ahli astronomi dan ahli
matematika.
a)
Sistem
politik dan pemerintahan
1.
Saljuq
merupakan sebuah kerajaan yang mengamalkan sistem hiererki. Kuasa tertinggi
ialah sultan. Sultan dibantu oleh kelompok birokrasi Parsi dan tentara yang
berasal dari berbagai bangsa dan keturunan yang dipimpin oleh panglima-panglima
Turki dari keturunan budak.Pada masa dinasti saljuk berkuasa, posisi dan
kedudukan khalifah menjadi lebih baik; paling tidak kewibawaannya dalam bidang
agama dikembalikan setelah beberapa lama dirampas oleh orang-orang syi’ah
(dinasti Buwaih). Perhatiaan dalam bidag pembangunan sarana dan
prasarana. Maliksyah—atas saran Nizham al-Mulk—pada tahun 1074-1075
menyelenggarakan konferensi para astronom dan menugaskan mereka untuk
memperbaharui kalender Persia. Acara ini digelar di observatorium yang baru
didirikannya. Hasilnya adalah kalender Jala>li—nama yg diambil dari nama
lengkap Maliksyah yaitu Jala>l al-Din Abu> al-Fath}—yang sangat akurat
sampai di era modern.
2.
Maliksyah
mengadakan kompentisi ilmiah. Sultan meminta para pejabat negara yang
memberikan pendapat tertulis tentang ciri-ciri pemerintahan yang baik.
Kompilasi dari kompetisi tersebut menghasilkan karya intelektual tentang seni
pemerintahan, Siya>sah-na>mah.
3.
Proyek
pendirian sejumlah akademi yang untuk pertama kalinya dikoordinasikan dengan
baik untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi dalam Islam. Akademi yang
termasyhur adalah Nizha>miyah, didirikan pada 1065-1067 di Baghdad. Imam
al-Ghazaly pernah menjadi dekan di akademi ini. (Hitti, 608). Madrasah-madrasah
ini selain mengajarkan bidang ilmu keagaaman Islam pada umumnya, juga berperan
besar dalam menyebarkan dan memperkokoh mazhab sunni. Dalam fiqih,
madrasah-madrasah yang didirikan di Baghdad, Naisabur, dan ibukota-ibukota
provinsi timur ini diajarkan mazhab Syafi’i, sedangkan dalam bidang teologi
diajarkan mazhab Asy’ary. Imam al-Haramain al-Juwani, guru al-Ghazali, adalah
kepala madrasah Nizhamiyyah di Naisabur.
4.
Perhatian
pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan banyak ilmuwan
muslim pada masanya. Diantara mereka adalah Az-Zamakhsyari dalam bidang
tafsir, bahasa, dan teologi; Al-Qusyairy dalam bidang tafsir; Abu Hamid
al-Ghazali Rahimahullah dalam bidang teologi; Farid al-Din al-‘Aththar; Umar
Khayam dalam bidang sastra.
b)
Kemajuan
di bidang Seni Arsitek
- Madrasah Seljuk
Menurut
Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan bentuk,
fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah.
Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai
sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan
madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizham Al-Mulk menjadi bangunan
publik. Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di
Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang
dibangun Nizham Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.
Fakta
menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di
Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan
madrasah Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan
dilengkapi empat iwan. Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.Salah satu madrasah terbaik yang bisa
dijadikan contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter
khas Iran termasuk penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu
gerbang.
- Menara Seljuk
Bentuk
menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial
berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi
menara silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.
- Makam Seljuk
Pada era kejayaan Dinasti
Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Seljuk
merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam
yang dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru. Bangunan
makam yang megah dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati
para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan
terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan
ilmwuwan terkemuka di era Seljuk hingga kini masih berdiri kokoh.
Bangunan
makam Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan),
berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama
di Iran). Selain itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di
Anatolia). Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh
atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.
- Masjid Seljuk
Inovasi
para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya.
Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih
kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang
terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosque. Model masjid khas Seljuk ini
seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai
dan madrasah.
Terdapat
sebab-sebab internal dan eksternal bagi kejatuhan kekuasaan dinasti Saljuk.
- Terjadinya disintegrasi wilayah kekuasaan dinasti karena sistem otonomi semi-independen yang memberi peluang bagi gubernur wilayah untuk memisahkan diri dari kekuasaan pusat menjadi negara-negara kecil. Wilayah-wilayah kekuasaan dibagi-bagi kepada anggota keluarga dari Turki dan memerintah dengan otonomi yang luas. Di sisi lain pengawasan dan koordinasi pemerintah pusat cukup lemah. Apabila pusat melakukan tekanan atas wilayah-wilayah tersebut, penguasa-penguasa wilayah tidak mau tunduk bahkan memberontak sebagaimana yang terjadi di wilayah Khurasan dan Ghur.
- Persaingan antara pemimpin-pemimpin Seljuq di Iraq, syiria dan Parsi setelah kematian Maliksyah. Konflik perebutan kekuasaan dipicu oleh persaingan antaradua orang putra Maliksah, Ghiyath al-Din Muhammad I dan Mu’izz al-Din Sanjar. Sejumlah perang sipil antara kedua putra Maliksyah dan ditambah berbagai kerusuhan telah melemahkan otoritas Saljuk dan mengakibatkan hancurnya pemerintahan.
- Tidaknya sosok pemimpin yang kuat dan memiliki kapasitas kepemimpinan seperti ketiga sultan sebelumnya dan tidak adanya wazir ahli tata negara yang cerdas dan handal yang setara dengan Nizham al-Mulk. Menurut Hitti, Imperium Saljuk yang dibangun atas dasar kesukuan oleh sekelompok orang yang bentuk organisasinya bersandar pada kebiasaan mengembara, hanya bisa disatukan oleh pribadi yang memiliki pengaruh dominan.
- Intervensi dan perebutan dominasi pengaruh para Atabeg (Panglima, wali asuh para pangeran dan putra mahkota Saljuq). Pengaruh mereka yang semakin besar dalam percaturan politik pemerintahan menyebabkan semakin melemahnya otoritas dan pengaruh sultan.
- Terlaksananya sistem iqta’. Menurut sistem ini, para panglima tentara diberikan tanah-tanah di wilayah yang dikuasai mereka. Akhirnya lahirlah golongan iqta’ (golongan feodal dan tuan tanah). Golongan ini memeras kaum tani dengan mengenakan cukai pertanian untuk menapatkan hasil yang banyak dan mengupah buruh tani dengan upah yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan rasa tidak puas dan sakit hati yang menyebar luas di kalangan kaum tani dan memicu terjadinya pemberontakan.
- Penentangan kaum Syi’ah Isma’iliyah yang digelar al-hasyasyun (Assasins) pimpinan al-hasan bin al-Sabah. Gerakan batiniyah ini merektrut pengikutnya dan melatih menjadi tentara pemberontak. Pada tahun 483 H/1092 M, al-Hasan dan tentaranya berhasil menguasai benteng pertahanan Saljuq di kawasan pengunungan di dekat laut Kaspia. Bahkan, pada tahun 485 H/1092 M komplotan mereka membunuh Nizam al-Mulk.
- Ancaman dan serangan dari tentara Byzantium yang beragama kristen. Adanya ancaman dari luar ini telah memaksa pemerintah kerajaan untuk meningkatkan anggaran belanja negara di bidang militer. Peralatan senjata, tentara dan biaya ekspedisi perang telah menyedot anggaran yang besar sehingga mengurangi anggaran di bidang pembangunan sektor lain.
PENUTUP
Kehadiran Dinasti Saljuk di atas panggung sejarah
peradaban Islam ibarat “mentari baru” yang terbit kembali di tengah suasana
kekuasaan politik di dunia Islam yang sedang dalam kondisi krisis dan terpuruk
pada paruh pertama abad ke sebelas. Dalam kondisi kosongnya kekuasaan dominan
akibat lemahnya kekhalifan Abbasiyah, maka tampillah kaum Turki Saljuk
menguasai keadaan. Kedatangan kaum Turki Saljuk mengantarkan
sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam dan kekhalifahan. Sejarah
mencatat Dinasti Seljuk sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali
kekhalifahan Islam Sunni yang ketika itu nyaris tenggelam.
Kekuasaan
yang digenggam Saljuk begitu luas meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah —
terbentang dari Anatolia hingga ke Punjab di belahan selatan Asia. Pada masa
pemerintahan dinasti Seljuk inilah umat Islam mendapatkan berbagai bentuk
kemakmuran dan kemajuan yang meliputi bidang politik, ekonomi, social, budaya
dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. Muhaimin, M.A. 2014. Studi islam dalam ragam dimensi dan pendekatan.
Jakarta. KENCANA.
0 komentar:
Posting Komentar