Jumat, 06 Januari 2017

Makalah Sejarah Peradaban Islam "Dinasti Bani saljuk"

PENDAHULUAN
Pada paruh pertama abad kesebelas, panggung sejarah kekuasaan dan suasana politik di dunia Islam sedang dalam kondisi krisis. Khalifah Abbasiyah hanyalah pemegang kekuasaan banyangan, dan hampir seluruh imperiumnya telah terpecah. Suriah utara dan Mesopotamia atas berada dalam cengkeraman para kepala suku yang saling berperang, yang sebagian di antara mereka berhasil mendirikan sejumlah dinasti. Persia, Transoxiana, dan sejumlah kawasan di timur, juga selatan diperebutkan oleh para pangeran Buwaihi dan Ghaznawi atau dikuasai oleh beberapa raja kecil, dan satu sama lain menunggu kesempatan untuk saling menikam leher pesaingnya. Anarki politik dan militer terjadi di mana-mana. Hal ini diperparah dengan konflik ideologi Sunni-Sy’ah yang semakin memanas. Kondisi dunia Islam-menurut Hitti—tampak semakin terpuruk, bahkan jatuh remuk.
Dalam kondisi demikian, tampilah kaum Turki Saljuk menguasai keadaan. Kedatangan kaum Turki Saljuk mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam dan kekhalifahan. Hal ini bermula dari masuk Islamnya seorang kepala suku bernama Saljuk sekitar tahun 956 dari Kabilah Qiniq sebagai pemimpin klan Ghuzz Turki (atau Oghuz). Saljuk (Salju>q) Ibn Tuqa>q (Duqa>q) yang bergelar Timuryaligh adalah seorang pemimpin kaum Turki yang tinggal di Asia tengah (tepatnya Transoxania atau Ma> Wara>’ al-Naha>r atau Mavarranahr), kira-kira 80 mil dari Bukhara.
Saljuk dikenal sebagai seorang orator ulung dan dermawan oleh karena itu ia disukai dan taati oleh masyarakat, dilain pihak istri raja Turki khawatir jika saljuk melakukan pemberontakan, karenanya ada rencana untuk membunuh saljuk secara licik, dan saljuk sendiri mengetahui rencana jahat tersebut lalu ia mengumpulkan pasukannya dan membawa mereka ke kota Janad, mereka tinggal disana dan bertetangga dengan kaum muslimin di negeri Turkistan, maka ketika saljuk melihat prilaku orang Islam yang baik dan berakhalaq luhur ia akhirnya memeluk agama Islam dan kabilah Ghuzpun akhirnya memeluk Islam. Dan sejak itulah saljuk mulai melakukan perlawanan dan peperangan melawan orang-orang Turki yang kafir, akhrinya iapun mampu mengusir bawahan raja Turki dan menghapus pajak atas kaum muslimin.[5] Kaum Saljuk memeluk Islam Sunni sehingga mudah berhubungan dengan negara tetangganya yang telah memeluk Islam.
Berdasarkan skema diatas, maka silsilah kelurga Dinasti Saljuk bisa perinci bahwa ;
  1. Saljuk Ibnu Tuqaq memiliki dua orang putra yaitu Mikail dan Arselan Payghu namun dalam leteratur lain disebutkan bahwa Saljuk memiliki empat orang anak yaitu Arselan, Mikail, Musa dan Yunus.
  2. Mikail memiliki dua orang putra yaitu Chager Bek Daud dan Tughril Bek
  3. Chager Bek Daud memiliki dua orang putra yaitu Alp Arselan dan Kaward,
  4. Alp Arselan memiliki dua orang putra yaitu Malik Syah dan Tutush,
  5. Malik Syah memiliki empat orang putra yaitu Bargiyaruk, Muhammad, dan Sinyar serta Mahmud.
1.      Bagaimana Sejarah Terbentuknya Dinasti Saljuk?
2.      Kapan Periode Keemasan Dinasti Saljuk?
3.      Apa Kemajuan Peradaban di Era Kekuasaan Dinasti Saljuk?
4.      Apa Penyebab Kemunduran & Kehancuran Dinasti Saljuk?
1.      Mengetahui sejarah terbentuknya dinasti saljuk
2.      Mengetahui kemajuan yang dicapai pada kekuasaan dinasti saljuk
3.      Menetahui apa penyebab kehancuran dinasti saljuk










PEMBAHASAN
Saljuq bin Duqaq meninggalkan empat putra, yakni Israil, Musa Bigu, Yunus dan Mikail. Israil, yang menggantikan kedudukan ayahnya tidak mampu menghadapi seangan penguasa Daulah Ghaznawiyah (367 H/977 M-583 H/1187 M). Di bawah penggantinya, Mikail, orang Saljuk dibawa melintasi daerah Jihun, kemudian menetap di Khurasan. Dalam peperangan yang sering terjadi antara raja Samaniyah dan Khaniyah, Saljuk berpihak pada raja Samaniyah. Untuk membalas budi mereka, kerajaan Samaniyah memperkenankan mereka menyeberangi wilayahnya untuk menuju daerah pinggiran Sungai Sihun (Sungai Syirdarya, Kazakhstan), kemudian mengambil kota Jund (Daerah di sekitar Transoksania) untuk dijadikan pangkalan. Saljuk berkembang menjadi kuat dan disegani serta sangat teguh berpegang pada ajaran Islam.
Tatkala Kerajaan Samaniyah jatuh ke tangan Ghaznawiyah pada tahun 389 H kaum Saljuq menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri. Keturunan Saljuq bin Tuqak ini pada tahun 420/1092 mulai menjelajah Iran bagian utara dan barat sehingga menggelisahkan keluarga sultan Ghazna, Mahmud. Adalah Thughril Beg, cucu Salju>q, yang memulai penampilan kaum Saljuk dalam panggung sejarah. Pada tahun 429/1037 ia teratat sudah menguasai Marw dan Naisabur dari genggaman penguasa Ghaznawi. Segera setelah itu mereka juga merebut Balkh, Jurjan, Thabaristan dan Khawarizm, Hamadhan, Rayyi, dan Isfahan. Pemerintah Buwaihi tunduk di bawah kendali mereka.
Di bawah Panglima Tughril Beq, orang Saljuk berhasil menghancurkan Daulah Ghaznawiyah dan menduduki singgasana kerajaan Naisabur pada tahun 429 H/1038 M. Oleh karena itu Tughril Beq dipandang sebagai pendiri Dinasti Saljuk yang sebenarnya. Namanya kemudian disebut dalam khutbah Jum’ah dengan sebutan Raja diraja (Ma>lik al-Mulu>k).
Selanjutnya Tughril Beq pada tahun 1040 M sukses memimpin serangan terhadap Dinasti Ghaznawi yang saat itu dipimpin oleh Mas’ud Ibn Mahmud di Khurasan sehingga memaksa mereka meninggalkan Khurasan. Kekalahan Ghaznawi ini selanjutnya merupakan klimaks kehancuran Ghaznawi di Persia. Sejak tahun 1940 sampai dengan 1050 M pertempuran terus berlangsung antara Dinasti Ghaznawi dengan Bani Saljuk, tetapi akhirnya terjadi gencatan senjata selama setengah abad. Sementara itu, Afghanistan tetap diakui sebagai bagian dari wilayah Ghaznawi.
Tughril Beg telah berhasil mengembangkan kerajaan Saljuq di wilayah Khurasan dan Transoxania. Setelah itu kaum Saljuq berjaya menaklukan wilayah-wilayah Persia hingga Fars yaitu pintu masuk ke Iraq. Sewaktu Saljuq di Fars, kedudukan Bani Buwaih di Baghdad sangat lemah. Sultannya ketika itu adalah al-Malik al-Rahim. Panglima tentaranya bernama al-Basarsiri mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan meminta bantuan Dinasti Fatimiyah yang bernama al-Muntasir. Sementara pihak Khalifah al-Qaim dari Khilafah Abbasiyah—yang telah lemah secara politik, ekomoni dan militer—yang tidak suka terhadap pemerintahan Bani Buwaih yang menguasai Baghdad meminta bantuan kaum Saljuq pimpinan Tughril Beq. Tughrib Beq datang dengan pasukannya pada tahun 447 H dan berhasil menguasai Kota Baghdad.
Pada 18 Desember 1055, Thughril Beg masuk kota Baghdad. Al-Basa>si>ri, seorang jenderal berkebangsaan Turki sekaligus gubernur milter Baghdad meninggalkan ibukota dan Khalifah al-Qa>’im (1031-1075) segera menyambut para penyerang Saljuk itu dan menganggapnya sebagai utusan. Kemudian Thugrul diberi gelar “Yami>n Ami>r al-Mu’mini>n” (tangan kanan Amiril mukminin). Penguasa Bani Buwaih al-Malik al-Rahim ditangkap dan diasingkan di Rayy sampai meninggal dunia di sana pada tahun 450 H/1058. Dengan itu maka berakhirlah Kerajaan Bani Buwaih
Sementara Panglima Al-Basasir berhasil melarikan diri ke utara Jazirah dan bersepakat dengan Quraish bin Badran pemimpin Kerajaan Uqailiyah. Tughril Beg mengejarnya hingga ke Mosul. Akan tetapi terjadi konflik perpecahan akibat desersi dalam tubuh tentara Thugril yang dipimpin oleh Ibrahim bin Inal yang merupakan saudara angkat Thugril. Dengan bantuan Alp-Asrlan–keponakan Tuhgril, anak saudarannya Daud yang memerintah Sijistan—Ibrahim dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 3 Agustus 1059 M. Kondisi krisis dalam keluarga Saljuq ini dimanfaatkan oleh al-Basasiri untuk mengepung dan menguasai Baghdad kemudian mengusir Khalifah al-Qa’im serta memproklamasikan diri sebagai wakil Dinasti Fatimiyyah di Baghdad. Al-Basasiri memerintah Baghdad sekitar satu tahun (450-451 H). Setelah Thugril Beq mengkonsolidasikan pasukannya, ia mampu merebut kembali Baghdad dan mengembalikan Khalifah al-Qa’im ke Baghdad. Sementara al-Basasiri yang sempat melarikan diri ke Wasit, dapat ditangkap dan dibunuh oleh tentara Saljuq pada tahun 452 H/1060 M.
Setelah absen satu tahun, Thugril kembali ke Baghdad dan disambut dengan upacara besar-besaran. Thughril dielu-elukan sebagai “Raja Timur dan Barat” (Ma>lik al-Sharq wa al-Gharb) . Gelar kenegaraan yang digunakannya adalah al-Sulthan. Para ahli sejarah mencatat bahwa dialah yang menjadi penguasa muslim pertama yang menggunkan gelar ini. Mereka mencantumkan dan mengabadikan gelar sultan itu dalam mata uangnya. Bersama kaum Saljuk gelar “sultan’ menjadi sebuah gelar kenegaraan tetap.
Dengan tanpa menghapuskan kedudukan khalifah atau menghancurkan eksistensi dinasti Abbasiyah. Saljuq Sunni berhasil memasuki Baghdad pada tahun 447/1055 dan menggantikan Buwaihiyyah Syi’ah yang lebih dahulu mereka sebagai penguasa yang efektif untuk bagian timur wilayah kekuasaan Abbasiyah. Tughril menjalin hubungan yang erat dengan Khalifah dengan mengawini putrinya dan memboyongnya ke ibukota kerajaan di Rayy pada 1062.
Berikut Daftar para pemimpin Dinasti Saljuq:
1.      Rukn al-Dunya wa al-Din Thugril Bek I (429 H/1038 M)
2.     Adud al-Daulah Alp Arslan (455H/1063 M)
3.      Jalal al-Daulah Malik Syah I (465H/1072 M)
4.      Nasir al-Din Mahmud I (485 H/1092 M)
5.      Rukn al-Din Barkiyaruq (487 H/1094 M)
6.      Mu’izz al-Din Malik Syah II (498 H/ 1103 M)
7.      Ghiyath al-Din Muhammad I (498 H/1103 M)
8.     Mu’izz al-Din Sanjar (511-522H/1118-1157 M).
1. Dinasti Saljuk di Era Alp Arslan 1063-1072 M)
Setelah berkuasa selama 26 tahun dan baru menikahi putri Khalifah setahun, Thugril Beq meninggal dunia pada tahun 1063. Thugril Beq meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan digantikan oleh keponakannya, Alp Arselan bin Daud. Naiknya Alp Arslan mendapat perlawanan dari saudara-audaranya yang dipelopori Syihabuddaulah Qutulmisy, anak pamannya, musa Cagri. Pada 457 H/1064 M, Musa Cagri yang menguasai daerah Transoksania berhasil ditaklukan. Alp Arslan berhasil menyelesaikan konflik intern dan memerintah dengan pusat pemerintahannya di Ibukota Rayy.
Pada masa kekuasaan Sultan Alib Arselan (1060/1063-1072 M) inilah kerajaan Seljuk berhasil mencapai puncak keemasannya. Masa keemasan ini kemudian berlanjut pada masa kekuasaan Malik Syah (1072-1092 M) yang memerintah setelah Arselan. Pada pemerintahan Malik Syah, wazirnya yang bernama Nizhamul Mulk (1060/1065-1092 M) banyak mendirikan sekolah-sekkolah memperkuat eksistensi Ahlulsunah Waljamaah di kawasan ini.
Prestasi Saljuk menjadi keompok muslim pertama yang merebut wilayah kekuasaan Romawi. Pada tahun kedua pemerintahannya, Alp Asrlan (singa-pahlawan) merebut Ani, ibukota Armenia Kristen, lalu menduduki sebuah provinsi Bizantium. Segera setelah itu dia mengobarkan kembali peperangan melawan Binzantium, sanga musuh abadi. Tahun 1071 Alp memenangkan pertempuran penting di Manzikart (Malazkird, Malasjird), sebelah utara Danau Van di Armenia, dan berhasil menawan Kaisar Romanus Diogenes.
Pada tahun 1064 M, Dinasti Seljuk berhasil menguasai Armenia dan terus meluas hingga mencapai kawasan Hijaz serta bebrapa tempat suci Islam lainnya pada tahun 1070 M. Puncak dari pencapaian Dinasti Seljuk adalah ketika mereka berhasil menaklukkan Konstantinopel dengan amat gemilag dalam pertempuran Malazgirt (Manzikert) pada tahun 1071 M. Seperti yang sudah disebutkan di bagian trdahulu, pada tahap selanjutnya Dinasti in juga berhasil menguasai hampir seluruh semenanjung Arab.
Seljuk Romawi, saljuk Antakya termasuk bangsa Turki yang menguasai Anatolia pada periiode 1077-1308 M. Pusat pemerintaha mereka berada di kota Nicea (Iznik) dan kemudian pindah ke Konya mulai tahun 1116 M. Dinasti induk ini lalu bercabang menjadi beberapa puak-puak besar. Setelah kemenangan amat gemilang pada perte puran Malazgirt yang berujung runtuhnya Romawi Timur (Byzantium), Dinasti ini mulai meluaskan wilayah kekuasaan mereka di Antakya. Pendiri kerajaan ini Qutalmisy bin Arselan adalah salah satu kerabat penguasa Saljuk Taghrul Beg. Putranya yang bernama Sulaiman I (1077-1080 M) berhasil menguasai Nicea (Iznik) pada tahun 1078 M. Sistem Monarki ini terus berlangsung di Nicea atas titah dari tokoh-tokoh Seljuk pada massa awal dan kemudian wilayah ini baru benar-benar merdeka setelah berdirinya beberapa kerajaan kecil Kristen di kawasan ini.
Alp Arsalan, sebagai pengganti Tughril berhasil memberikan andil dalam berbagai bidang. Secara militer, kehebatan bani Seljuk dibuktikannya dengan memberikan pukulan-pukulan hebat atas pasukan Bizantium dalam perang Mazikert pada tahun 1071 (464 H). peristiwa ini sangat berarti bagi bani Seljuk, bukan hanya semakin terbukanya Asia kecil untuk migrasi suku-suku Turki, melainkan itu merupakan kemenangan awal penting bagi tentara sultan atau khalifah melawan pasukan regular Kaesar. Sementara itu dalam bidang pemerintahan Alp Arsalan beruntung mendapatkan seorang wazir yang bijak dan ulet, Nizam al-Mulk. Malik Syah yang masih remaja banyak mendapatlkan bantuan dari wazirnya, Nizam al-Mulk. Berkat kelangsungan kebijaksanaan Nizam al-Mulk, kekuasaan Seljuk terus berjalan mulus, bahkan telah berhasil mencakup Afganistan, Iran, Mesopotamia, Syiria, Palestina, dan belahan barat Asia kecil.
2. Dinasti Saljuk di Era Maliksyah (1072-1092)
Periode kekuasaan Thughril (1037-1063), keponakan sekaligus penerusnya, Alp Arsla>n (1063-1072), dan periode putra terakhirnya, Maliksya>h (1072-1092), mewakili periode-periode paling cemerlang dalam masa kekuasaan Saljuk atas dunia Islam di Timur.
Pada masa Sulthan Maliksyah wilayah kekuasaan Daulah Seljuk ini sangat luas, membentang dari Kashgor, sebuah daerah di ujung daerah Turki, sampai ke Yerussalem. Wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian.
1)      Seljuk Besar yang menguasai Khurasan, Rayy, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz. Ia merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah seluruhnya delapan orang.
2)      Seljuk Kirman berada di bawah kekuasaan keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail ibn Seljuk. Jumlah syekh yang memerintah dua belas orang.
3)      Seljuk Iraq dan Kurdistan, pemimpin pertamanya adalah Mughirs al-Din Mahmud. Seljuk ini secara berturut-turut diperintah oleh sembilan syekh.
4)      Seljuk Syria, diperintah oleh keluarga Tutush ibn Alp Arselan ibn Daud ibn Mikail ibn Seljuk, jumlah syekh yang memerintah lima orang.
5)      Seljuk Ruum, diperintah oleh keluarga Qutlumish ibn Israil ibn Seljuk dengan jumlah syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang.
Bukan hanya pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik juga dinasti saljuk banyak meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal dengan usaha pembangunan di bidang yang terakhir ini. Ia telah membangun banyak masjid, jembatan, irigasi dan jalan raya. Pada saat itu ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat pula, diantara tokohnya adalah Umar Khayan, penyair, ahli astronomi dan ahli matematika.
a)      Sistem politik dan pemerintahan
1.      Saljuq merupakan sebuah kerajaan yang mengamalkan sistem hiererki. Kuasa tertinggi ialah sultan. Sultan dibantu oleh kelompok birokrasi Parsi dan tentara yang berasal dari berbagai bangsa dan keturunan yang dipimpin oleh panglima-panglima Turki dari keturunan budak.Pada masa dinasti saljuk berkuasa, posisi dan kedudukan khalifah menjadi lebih baik; paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan setelah beberapa lama dirampas oleh orang-orang syi’ah (dinasti Buwaih). Perhatiaan dalam bidag pembangunan sarana dan prasarana.  Maliksyah—atas saran Nizham al-Mulk—pada tahun 1074-1075 menyelenggarakan konferensi para astronom dan menugaskan mereka untuk memperbaharui kalender Persia. Acara ini digelar di observatorium yang baru didirikannya. Hasilnya adalah kalender Jala>li—nama yg diambil dari nama lengkap Maliksyah yaitu Jala>l al-Din Abu> al-Fath}—yang sangat akurat sampai di era modern.
2.      Maliksyah mengadakan kompentisi ilmiah. Sultan meminta para pejabat negara yang memberikan pendapat tertulis tentang ciri-ciri pemerintahan yang baik. Kompilasi dari kompetisi tersebut menghasilkan karya intelektual tentang seni pemerintahan, Siya>sah-na>mah.
3.      Proyek pendirian sejumlah akademi yang untuk pertama kalinya dikoordinasikan dengan baik untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi dalam Islam. Akademi yang termasyhur adalah Nizha>miyah, didirikan pada 1065-1067 di Baghdad. Imam al-Ghazaly pernah menjadi dekan di akademi ini. (Hitti, 608). Madrasah-madrasah ini selain mengajarkan bidang ilmu keagaaman Islam pada umumnya, juga berperan besar dalam menyebarkan dan memperkokoh mazhab sunni. Dalam fiqih, madrasah-madrasah yang didirikan di Baghdad, Naisabur, dan ibukota-ibukota provinsi timur ini diajarkan mazhab Syafi’i, sedangkan dalam bidang teologi diajarkan mazhab Asy’ary. Imam al-Haramain al-Juwani, guru al-Ghazali, adalah kepala madrasah Nizhamiyyah di Naisabur.
4.      Perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan banyak ilmuwan muslim pada masanya. Diantara mereka adalah   Az-Zamakhsyari dalam bidang tafsir, bahasa, dan teologi; Al-Qusyairy dalam bidang tafsir; Abu Hamid al-Ghazali Rahimahullah dalam bidang teologi; Farid al-Din al-‘Aththar; Umar Khayam dalam bidang sastra.
b)      Kemajuan di bidang Seni Arsitek 
  1. Madrasah Seljuk
Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizham Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizham Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.
Fakta menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan madrasah Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi empat iwan. Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.Salah satu madrasah terbaik yang bisa dijadikan contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter khas Iran termasuk penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu gerbang.
  1.  Menara Seljuk
Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi menara silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.
  1. Makam Seljuk
Pada era kejayaan Dinasti Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Seljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru. Bangunan makam yang megah dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan ilmwuwan terkemuka di era Seljuk hingga kini masih berdiri kokoh.
Bangunan makam Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selain itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia). Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.
  1. Masjid Seljuk
Inovasi para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya. Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosque. Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah.
Terdapat sebab-sebab internal dan eksternal bagi kejatuhan kekuasaan dinasti Saljuk.
  1. Terjadinya disintegrasi wilayah kekuasaan dinasti karena sistem otonomi semi-independen yang memberi peluang bagi gubernur wilayah untuk memisahkan diri dari kekuasaan pusat menjadi negara-negara kecil. Wilayah-wilayah kekuasaan dibagi-bagi kepada anggota keluarga dari Turki dan memerintah dengan otonomi yang luas. Di sisi lain pengawasan dan koordinasi pemerintah pusat cukup lemah. Apabila pusat melakukan tekanan atas wilayah-wilayah tersebut, penguasa-penguasa wilayah tidak mau tunduk bahkan memberontak sebagaimana yang terjadi di wilayah Khurasan dan Ghur.
  2. Persaingan antara pemimpin-pemimpin Seljuq di Iraq, syiria dan Parsi setelah kematian Maliksyah. Konflik perebutan kekuasaan dipicu oleh persaingan antaradua orang putra Maliksah, Ghiyath al-Din Muhammad I dan Mu’izz al-Din Sanjar. Sejumlah perang sipil antara kedua putra Maliksyah dan ditambah berbagai kerusuhan telah melemahkan otoritas Saljuk dan mengakibatkan hancurnya pemerintahan.
  3. Tidaknya sosok pemimpin yang kuat dan memiliki kapasitas kepemimpinan seperti ketiga sultan sebelumnya dan tidak adanya wazir ahli tata negara yang cerdas dan handal yang setara dengan Nizham al-Mulk. Menurut Hitti, Imperium Saljuk yang dibangun atas dasar kesukuan oleh sekelompok orang yang bentuk organisasinya bersandar pada kebiasaan mengembara, hanya bisa disatukan oleh pribadi yang memiliki pengaruh dominan.
  4. Intervensi dan perebutan dominasi pengaruh para Atabeg (Panglima, wali asuh para pangeran dan putra mahkota Saljuq). Pengaruh mereka yang semakin besar dalam percaturan politik pemerintahan menyebabkan semakin melemahnya otoritas dan pengaruh sultan.
  5. Terlaksananya sistem iqta’. Menurut sistem ini, para panglima tentara diberikan tanah-tanah di wilayah yang dikuasai mereka. Akhirnya lahirlah golongan iqta’ (golongan feodal dan tuan tanah). Golongan ini memeras kaum tani dengan mengenakan cukai pertanian untuk menapatkan hasil yang banyak dan mengupah buruh tani dengan upah yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan rasa tidak puas dan sakit hati yang menyebar luas di kalangan kaum tani dan memicu terjadinya pemberontakan.
  6. Penentangan kaum Syi’ah Isma’iliyah yang digelar al-hasyasyun (Assasins) pimpinan al-hasan bin al-Sabah. Gerakan batiniyah ini merektrut pengikutnya dan melatih menjadi tentara pemberontak. Pada tahun 483 H/1092 M, al-Hasan dan tentaranya berhasil menguasai benteng pertahanan Saljuq di kawasan pengunungan di dekat laut Kaspia. Bahkan, pada tahun 485 H/1092 M komplotan mereka membunuh Nizam al-Mulk.
  7. Ancaman dan serangan dari tentara Byzantium yang beragama kristen. Adanya ancaman dari luar ini telah memaksa pemerintah kerajaan untuk meningkatkan anggaran belanja negara di bidang militer. Peralatan senjata, tentara dan biaya ekspedisi perang telah menyedot anggaran yang besar sehingga mengurangi anggaran di bidang pembangunan sektor lain.
PENUTUP
Kehadiran Dinasti Saljuk di atas panggung sejarah peradaban Islam ibarat “mentari baru” yang terbit kembali di tengah suasana kekuasaan politik di dunia Islam yang sedang dalam kondisi krisis dan terpuruk pada paruh pertama abad ke sebelas. Dalam kondisi kosongnya kekuasaan dominan akibat lemahnya kekhalifan Abbasiyah, maka tampillah kaum Turki Saljuk menguasai keadaan. Kedatangan kaum Turki Saljuk mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam dan kekhalifahan. Sejarah mencatat Dinasti Seljuk sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali kekhalifahan Islam Sunni yang ketika itu nyaris tenggelam.
Kekuasaan yang digenggam Saljuk begitu luas meliputi Asia Tengah dan Timur Tengah — terbentang dari Anatolia hingga ke Punjab di belahan selatan Asia. Pada masa pemerintahan dinasti Seljuk inilah umat Islam mendapatkan berbagai bentuk kemakmuran dan kemajuan yang meliputi bidang politik, ekonomi, social, budaya dan ilmu pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Muhaimin, M.A. 2014. Studi islam dalam ragam dimensi dan pendekatan. Jakarta. KENCANA.

0 komentar:

Posting Komentar