PENDAHULUAN
Latar belakang kami menyusun makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas
dari dosen juga karena kami melihat pada zaman sekarang ini banyak orang yang
tidak tau hukum masalah Munakahat (pernikahan) ini sehingga banya terjadi kawin cerai – kawin
cerai. Oleh sebab itu kami berusaha mengaumpulkan hukum – hukum dan
permasalahan – permasalahan yang sering terjadi dalam suatu rumah tangga agar
dapat terciptanya suatu rumah tangga yang harmonis.
1.
Apa yang
dimaksut dengan nikah dan apa hukumnya ?
2.
Apa saja yang
perlu dilakukan sebelum pernikahan ?
3.
Apakah ada
pernikah yang dilarang ?
4.
Apa hak dan
kewajiban suami istri ?
5.
Apa hikmah dari
perkawinan tersebut ?
6.
Apa yang
dimaksud talak, khulu’, fasah, dan rujuk sera apa hikmahanya ?
1.
Mengetahui apa
itu nikah dan apa hukumnya
2.
Mengetahui apa
saja yang perlu dilkukan sebelum menikah
3.
Mengetahui
macam – macam pernikahan
4.
Mengetahui apa
hak dan kewajiban suami istri
5.
Mengetahui apahikmah
dari pernikahan tersebut
6.
Mengetahui apa
yang dimaksu dengn talak, khulu’, fasah dan rujuk serta apa hikmahnya.
1.
Manfaat
teoritis : maklah ini dapat bermanfaat menambah ilmu kita, khususnya ilmu dalam
bidang munakahat.
2.
Manfaat praktis
: makalah ini dapat bermanfaat sebagi setiap orang yang membacanya sehingga
nantinya bisa menjalan rumah tangganya menuju krumah tangga yang harmonis.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian nikah
Kata nikah berasal dari bahasa Arab, yakni bentuk masdar dari “nakaha”,
yang artinya menggabugkan, mengumpulkan, menjodohkan atau bersetubuh. Menurut
syara’ nikah adalah suatu aqad yang menghalalkan pergaulanantara seorang laki –
laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antar
keduanya.
Dalam pengertian yang lebih luas, pernikahan merupakan suatu ikatan lahir
batin antara laki –laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah
tangga dan keturunan yang dilaksanakan menurut syariat islam.
Nikah merupakan sunatullah, bahkan tidak hanya manusia, tetapi juga pada
binatang dan tumbu – tumbuhanhan atau juga pada benda – benda mati pun senan
tiasa berpasang – pasngan.
Allah SWT berfirman :
“Segala sesuatu kami ciptakan berpasang – pasangan, agar kamu mengingat
(kebesaran Allah) ” (QS. Azzariyah : 49)
Ajaran islam sangat menganjurkan agar manusia menikah. Firman Allah SWT :
“Maka kawinilah perempuan yang kamu sukai, dua, tiga, dan empat, tetapi
kalau kamu hawatir tidapat berbuat adil (antara perempuan – perempuan itu),
hendaklah satu saja”. (QS. An – Nisa’ : 3)
Firman lainya :
“Dan kawinilah orang – orang yang sen dirian(janda) diantara kamu dan
hambasahaya laki – laki dan wanita yang patut.’’. (QS. Annur : 32)
Sabda Rasulullah SAW :
“Dari Abdullah bin Masud RA ia berkata : Rasullah SAW bersabda kepada
kami: Hai kaum pemda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawinhendaklah ia
kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan dan barang
siapa yang tidak kuasa, hendak ia berpuasa, sebab puasa itu menjadi penjaga
baginya.”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
2.
Hukum nikah
a) Jaiz, ini asal hukum nikah.
b) Sunnah, bagi orang yang berkehendak serta cukup nafkah
sandang, pangan dan lain sebainya.
c) Wajib, bagi orang yang cukup sandag pangan dan
dikhawatirkan terjerumuske lembah perzinahan.
d) Makru, bagi orang yang tidak dapat memberikan nafkah.
e) Haram, bagi orang yang berkehendak menyakiti perempuan
yang akan di nikahi.
1.
Khitbah (Meminag)
Yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan mengingat perjodohan,
dari seorang laki – laki kepada seorang perempuan calon istrinya.
Hukum meminang adalah boleh. Dalil yang memperboehkannya antara lain firman
Allah SWT.
“Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita – wanita itu dengan si diran
yang baik atau halus menymbunyikannya (keinginan mngawini mereka) dalam hatimu.”.
(Q.S. Al- Baqarah : 235)
ü Perempuan yang boleh di pinang
Perem puan yang bukan istri orang lain, bukan dalam iddah raj’i, bukan
dalam pinangan orang lain, boleh dipinag dengan sin diran atau terus terang.
Perempuan yang bukan dalam iddah raj’i boeh di pinang dan ini ada tiga
kelompok :
a. Perempuan yang dalam iddah wafat boleh dipinang dengan
sindiran, tetapi tidak bo leh dengan terus terang.
b. Perempuan beriddah talak tiga(ba’in qubro).
c. Perempuan beriddah karena talaq ba’in sugro atau karena
sebab fasah.
ü Perempuan yang tdak boleh di pinag
Perempuan yang tidak boleh pinang, baik secara sindiaran atau terus terng,
adalah perempuan setatus isti orang lain atau masih dalam iddar raj’i atau perempuan
itu sebagai mahramnya, baik karena hubungan nasab, rodho’ah(susuan), mushaharah
(peresanan.). Dan tidak pula dalam pinangan orang lain. Nabi SAW bersabda :
“Jagalah salah seorang diantaramu meminang atas pinangan saudaranya,
kecuali pinangan sebelumnya meninggalkan pinangan itu atau memberikan izin
kepadanya ”. (H.R.Bukhari dan muslim)
ü Melihat calon istri/suami
Menurut ulama’ ada beberapa pendapat tentang batas kebolehan melihat
seorang perempuan yang akan dipinangnya. Pendapat tersebut adalah :
1) Jumhur ulama’ mengatakan bahwa boleh melihat wajah dan
kedua telapak tangan, karena dengan demikian akan di ketahui kehalusan tubuh
dan kecantikannya.
2) Abu Daut mengatakan boleh melihat seluruh badan.
3) Imam Abu Hanifah membolehkanmelihat dua telapak kaki, muka
dan dua telapak tangan.
Hukum boleh melihat calon mempelaitidak terbatas hanya bagi laki – laki
saja. Orang perempuan boleh melihat laki – laki yang meminagnyauntuk
mendapatkan kesan bahwa laki – laki itu menarik baginya.
Pada pasal 6 ayat (1) UUP disebutkan “perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai”. Keduanya harus rela dan sama – sama suka
untuk melansungkan perkawinan. Kerelaan dan persetujuan tersebut tentunya harus
di dahului dengan adanya saling kenal, melihat dalam batas – batas yang
diperbolehkan agama.
Hadits yang berhubungan dengan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Jabir, sebagai berikut :
Dari Jabir Rasulullah SAW bersabda ;“’Apabila salah seorang diantara
kamu meminag seorang perempuan, sekiranya iadapat melihatnya apa yang dapat
mendorongnya untuk menikahinya maka hendaklah ialakukan.” (Hadits riwayat
Imam Ahmad dan Abu Daud).
2.
Beberapa sebab mahram dan pembagiannya
Tidak semua wanita yang boleh dinikahi oleh seorang peria. Perempuan
yang haram dinikahi disebut “mahram”.
Keharamannya itu ada yang bersifat selam – lamanya (muabbad) dan ada juga yang
bersifat sementara (gairu muabbad).
ü Sebab – sebab haram untuk selama – lamanya
a)
7 orang diharamkan karena keturunan, yaitu :
1. Ibu dan seterusnya ke atas.
2. Anak perempuan dan seterusnya kebawah.
3. Saudara perempuan (sekandung, Seayah, seibu).
4. Bibi (Saudara ibu, baik yang sekandung atau dengan
perantara ayah atau ibu).
5. Bibi (saudara ayah, baik sekandung atau dengan perantara
ayah atau ibu).
6. Anak perempuan dari saudara laki – laki terus ke bawah.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan terus ke bawah.
b)
2 orang di
haramkan karena susuan, yaitu :
1. Ibu yang meyusui.
2. Sauudara perempuan yang mempunyai hubungan susuan.
c)
4 orang
diharamkan karena hubungan musaharah / perkawinan, yaitu :
1. Ibu istrinya (mertua) dan seterusnya ke atas, baik ibu
dari keturunan atau susuan.
2. Rabibah yaitu anak tiri (anak istri yang dikawin dengan
suami lain), jika sudah bercampur dengan ibunya.
3. Bekas menantu perempuan.
4. Ibu tiri (wanita - wanita yang pernah dikawini oleh ayah,
kakek samopai ke atas) sebaimana dinyatakan dalam al – qur’an :
“Dan janganlah kamu kawini wanita – wanita (janda) yang pernah dikawini
ayahmu ”. (Q.S. An – Nisak).
ü Sebab - sebab haram nikah sementara
Keharaman itu hanya bersifat sementara, sehingga mana kala sebab – sebab
ini tidak ada maka perempuan itu menjadi bolwh dinikahi, sebab – sebab itu
ialah :
1)
Pertalian
pernikahan (masih bersuami).
2)
Talaq ba’in
kubro(percerian sudah tiga kali)
3)
Memadu dua
orang perempuan bersaudara.
Firman Allah SWT :
“Diharamkan kepadamu mengawini dua orang perempuan yang bersaudara ”
4)
Berpoligami
lebih dari 4 orang.
5)
Perbedaan
agama.
3.
Prinsip Kafa’ah dalam pernikahan
Kafa’ah atau bisa di sebut sekufu’, artinya ada persamaan tingkatan atau
derajat. Walaupun tidak mutlaq, namun lebih kurang ada titik persamaan antara
calon pengantin dalam segi nasab, statuss sosial, agama atau akhlak dan harta
kekayaan. Demikian menurut sebagian pendapat ulama’, sedang menurut sebagian
ulama’ lain seperti ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa kafa’ah itu cukup diukur
dengan ketaatan menjalankan agama atau ahlak. Rasullaha SAW bersabda :
Artinya : “Apabila datang kepadamu seorang meminang yang kamu ridoi
agama dan ahlaknya, terimalah pinangan itu dan kawinkanlah perempuan yang dipinang
dengannya. Jika kamu tidak lakukan, tentu akan mendapat itnah dalam masyarakat dan
kepasadatan yang luas.”. (H. R. Turmuzi).
Orang islam yang kawin dengan orang yang bukan islam, ianggap bukan
sekufu’, Firman Allah SWT :
Artinya : “Jangan kamu nikahi wnita – wanita musyrik sehingga mereka
beriman, dan sungguh budak yang beriman itu lebih baik dari pada wani – wanita
musyrik, sekalipun ia sangat menggiurkan kamu. Dan jangan kamu menikahkan
(wanita – wanita mukmi kamu) dengan pria musyrik sehingga dia beriman, sungguh
budak laki – laki yang mukmin lebih baik dari pada laki – laki musyrik,
walaupun menggiurkan kamu. Mereka (orang
orang) musik itu mengajak keneraka dan Allah mengajak kesurga dan
ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat – ayat–Nya kepada manusia
supaya mereka teringat. ”. (Q.S. Al Baqarah : 221)
Orang yang melakukan dosa besar seperti berzina dianggap juga tidak sekufu’
bilanikah dengan orang yang suci (sholeh). Allah SWT berfirman :
Artinya ; “Laki – laki yang berzina tidak boleh menikah dengan siapapun,
kecuali dengan wanita yang berzina atau wanita musyrik; dan wanita yang
musyrik, siapapun tidak boleh menikahinya, kecuali laki – laki yang berzian
atau musyrik. Dan yang demikian diharamkantas orang – orang beriman.”.
(Q.S. An Nur :3)
Kafa’ah ini tidak menjadikan syarat sahnya pernikahan, tapi dapat
dijadiakan sebagai alasan untuk membatalkan pernikahan. Sebagian ulama’
berpendapat bahwa kafa’ah itu hak seorang perempuan dan walinya. Artinya bila
ada orang perempuan hendak dinikahkan dengan laki – laki yang tidak sekufu’,
maka piha wali atau perempuan berhak untu menolaknya.
Kafa’ah dimaksutkan agar dalam membangun rumah tangga ada komunikasi yang baik
dan seimbang antara suami isteri sehingga akan mudah terwujut rumah tangga yang
bahagia dan harmonis.
4.
Rukun dan syarat nikah
Rukun nikah ada lima :
1)
Pengantin laki
– laki dengan syarat :
Ø Bukan laki – laki yang memiliki empat orang istri
Ø Tidak ada hubungan musahrah (mertua) dengan calon isteri
(bukan mahrm bagi calon suami)
Ø Laki – laki tidak meng himpun dua orang wanita bersaudara
sekaligus
Ø Bukan dalam keadaan ihram untuk haji dan umrah
Ø Tidah dipaksa/terpaksa
Ø Islam(apabila menikah dengan wanita islam)
2)
Pengantin
perempuan dengan syarat :
Ø Tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain
Ø Bukan perempuan yang dalam iddah
Ø Antara laki – laki dan perempuan bukan muhrim
Ø Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah
Ø Bukan perempuan musyrik
Ø Bukan dalam hubungan musaharah dengan calon suami
3)
Wali (si
perempuan) dengan syarat :
Ø Islam
Ø Balig
Ø Berakal
Ø Adil
Ø Tidak sedang ihram haji atau urah
Ø Laki – laki
Ø Mempunyai hak untuk menjadi wali
4)
Dua orang saksi
dengan syarat :
Ø Laki – laki
Ø Islam
Ø Balig
Ø Mendengar
Ø Bisa berbicara dan melihat
Ø Berakal
Ø Adil
Ø Merdeka
5)
Sighat (ijab -
qobul), yaitu perkataan dari pihak wali perempuansperti kata wali : “ saya
nikahkan engkau dengan anak saya bernama .....”, jawab pihak laki – laki
(pengntin) : “saya terima nikahnya .....” dengan syara :
Ø Harus menggunakan katayang bermakna nikah atau tazqij,
baek dengan bahasa Arab atau Daerah
Ø Lafaz ijab qabul dilakukan oleh pelaku akad nikah
Ø Antara ijab qabul harus bersambung, tidak boleh diselingi
oleh perkataan atau perbuatan lain
Ø Pelaksanaan ijab qabul berlansung dalam satu majlis
Ø Tidak ditaklik (digantungkan dengan suatu syara) misalnya
kata wali : kalu anakku zainab telah lulus dari sarjana muda maka aku kawinkan
epadamu. Kemudian calon suami, saya terima.
Ø Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya setahun,
sebulan dan sebagainya.
5.
Wali dan saksi dalam pernikahan
a.
Kedudukan wali
Kedudukan wali dalam pernikahan amat sangat penting. Akad
nikah tidak sak kecuali dengan seorang wali (dari pihak perempuan) dan dua
orang saksi yang adil. Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : “Dari Aisyah r. a. dri nabi SAW beliau
berkata : tidak suatu pernikahan, kecuali dengan adanya wali dan dua orang
saksi yang adil.” (H.R. Ahmad dan Baihaqi)
b.
Tingkatan wali
Wali yang mengakadkan nikah dua macam, yaitu :
1.
Wali nasab
2.
Wali hakim
Ialah wali yang ada hubungan darah dengan perempuan yang
akan dinikahkan. Dan wali yang lebih dekat dengan perempuan itu di sebut “wali
aqrab”. Wli yang di belakngnya di namakan “wali yang lebih jauh” disebu wali
“wali ab’ad”. Urutan waali tersebut, ialah :
a.
Ayah kandung
b.
Kakek dari ayah
c.
Saudara laki –
laki sekandung
d.
Saudara laki –
laki seayah
e.
Anak laki –
laki dari saudara laki – laki sekandung
f.
Anak laki –
laki dari saudara laki – laki seibuk
g.
Paman sekandung
h.
Paman sebapak
i.
Anak laki –
laki dari paman sekandung
j.
Anak laki –
laki dari paman sebapak
k.
hakim
Kepindahan dari wali aqrab kepada wali ab’ad itu disebabkan wali aqrab
telah mati, atau masih hidup tetapi, ia sebagai hamba sahaya, bodoh (kurang
akal), kafir, sedang ihram dan gaib.
Kalau hanya berjauhan tempat (gaib) sejauh dua marhala, menurut mazhab
syafi’i, tidak dapat diambil alasan untuk menyatakan tidak ada wali. Sekalipun
jauh namun hak waliyt (kewalian) masih tetap ada padanya.
c.
Wali mujbir
Yaitu wali yang berhak mengalikan anak perempuannya yang sudah balig,
berakal dan gadis untuk dikawinkan,
dengan tidak meminta izin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut.
Menurut Imam Syafi’i yang berhak menjadi wali mujbir adalah bapak, kakek terus
keatas. Sedangkan perempuan yang boleh dinikahkan dengancara wali mujbir
adalah perempuan yang belumsampai umur tamyiz dan orang yang kurang akalnya.
Dan kebolehan itu harus dengan syarat – syarat :
Tidak ada
permusuhan antara wali mujbir atau laki – laki yang akan dinikahi iu dengan
anak gadis tersebut.
Sekufu antara
perempuan dan laki – laki calon suaminya
Calon suami itu
mampu maskawin
Calon suami
tidak punya cacat yang membahayakan pergaulan dengan dia, seperti orang buta.
d.
Wali hakim
Wali hakim ialah kepala negara yang beragama islam. Di indonesia dalam hal
ini biasanya kekuasaannya dilimpahkan kepada kepla pengadilan agama lalu ia
dapat mengangkat orang lain menjadi hakim(biasa yang diangkat kepala kantor
uusan agama kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim.
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : “Dan jika terdapat pertengkaran antara wali – wali, maka
sultanlah yang menjadi wali bagi orang yang tidak mempuyai wali.” (H. R.
Imam yang empat keculi nasa’i dan disahkan oleh Abu Awanah dan Ibnu hibban
serta hakim).
·
Perempuan
berwali hakim
Perempuan yang menggunakan wali hakim adalah orang – orang perempuan jika
dalam keadaan :
1.
Tidak ada wali
nasab
2.
Tidak cukup
sayarat wali bagi yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada
3.
Wali yang lebih
dekat gaib sejauh perjalan safar yang amemperbolehkan mengkasar salat.
4.
Wali yang lebih
dekat sedang melakukan ihram
5.
Wali yang lebih
dekat masuk penjara dan tiadak dapat dijumpai
6.
Wali yang lebih
dekat ‘aqal menikahkan, yaitu wali yang tidak mau menikahkan
7.
Wali yang lebih
dekat tawari, yaitu bersembunyi karena tidak ingin menikahkan
8.
Wali yang lebih
dekat ta’azzur, yaitu bertahan tidak mau menikahkan
9.
Wli yng lebih
dekt mafqud, yaitu yng hilang tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui
pula hidup atau matinya.
·
Perwakilan
dalam akad ikah
Wali dan boleh mengakadkan nikah dengan sendirinya dan boleh juga
mewakilkan kepada orang lain. Demikian pula dengan calon suami boleh
mengkbulkan sendiri atau diwakilka. Kalau wakil calon suami tidak menyebutkan
untuk si ...., maka perkawinan itu tidak sah, walau diniatkannya untuk si ....
itu, karena saksi tidak mengetahui niat yang didalam hati.
Perwakilan itu cukup dengan lisan tu tulisan dan tiada wajib dipersksikan
dengan dua orang saksi, kecuali kalau khawatir akan terjadi perselisihan.
e.
Wali adal (tidak mau menikahkan)
Ialah wali yang tidak mau menikahkan anaknya, karena alasan – alasan
tertentu yang menurut walinya itu tidk disetujui adanya pernikahan anaknya atau
cukup dengan bakal yang hendak menikah itu berakal sehat dan nakal suami juga
dalam keadan kufu.
Apabiala terjadi hal tersebut, maka perwalian iti pindah lansung ke hakim
bukan pada wali ab’ad, sebab adel itu zalim sedang yang dapat menghilangkan
kezaliman itu adalah Hakim
Adapun bila tidak mau menikahkannya itu karena sebab yang wajar (benar
menurut syara’), maka tidak disebut adel, seperti :
Wanita itu
nikah dengan peria yang tak sekupu
Mahramnya
dibawah misil
Wanita itu
dipinang oleh orang lain yang lebih pantas (kufu) dari pada pinangan pertama
itu
f.
Kedudukan saksi dalam perkawinan
Saksi dalam pernikahan memiliki kedudukan yang sangat penting karena ia
menjadi rukun dari nikah sehingga nikah itu menjadi tidak sah tampa ada saksi.
Sabda Rasullah SAW :
Artinya : Dari Aisyah R. A. Dari nabi SAW beliau bersabda : “tidak
sah suatu pernikahan, kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil.”
(H. R. Ahmad dan Baihaqi)
Menurut hadits tersebut jelas bahwa saksi itu harus dua orang. Dan menurut
imam sayafi’i dan hambali dua orang itu harus kesuanya laki – laki. Sedang
menurut Imam Abu Hanifah menyatakan sah suatu pernikahan yang disaksikan oleh
seorang laki – laki dan dua orang perempuan.
Kesaksian ini sangat penting pula dalam kaitanny dengan hidup berumah
tangga dan bermasyarakat, palig tidk akan berguna :
ü
Untuk menjaga
apabila ada tuduhan atau kecurigaan polisi atau orang lain terhadap pergaulan
mereka.
ü
Untuk
menguatkan janji mereka berdua, begitu pula terhadap keturunannya.
Pada saat sekarang malah tidak cukup dengan saksi saja, tetapi harus
disertai dengan surat nikah. Ini bukan merupakan syarat nikah, tapi hanya untuk
menjaga kalau ada kesulitan, misalnya kalau kedua saksi tersebut jauh tempatnya
atau sukar dicariny atau sudah mati.
6.
Khutbah nikah
Khutbah nikah merupakan perbuatan “mandubah” atau “sunnah” yang diucapkan
sebelum akat nikah dilansugkan.Demikian menurut imam mazhab empat.
7.
Mahar (maskawin)
a.
Pengertian dan hukum mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami kepada istrinya dengan sebab
pernikahan.
Mahram hukumnya wajib, tetapi menyebutkannya dalam nikah hukumnya sunnah.
Firman Allah SWT :
Artinya : “Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang wajib.” (Q.S. An Nisa’ : 4)
b.
Kadar mahar
Maskawin tidak ada batas baginya dan sedikitnya. Pihak perempuan dan laki –
laki boleh menentukannya. Mahar yang baik tidak terlalu mahal. Suami wajib
membayar suatu mahar yang telah ditetapkan waktu ijab qabul. Jika ia bercerai
dengan talaq sebelum bergaul suami istri, wajib membayar seperdua mahar yag
telah ditentukan, dan jika telah melakuakan pergaulan suami istri , maka wajib
membayarkan semuanya.
Mahar tidak mesti berupa benda atau uang, tapi juaga dapat berupa suatu hal
atau perbuatan yang bermanfaat.
c. Mahar kontan dan hutang
Pelaksanaan mahar dengan kontan dan berhutang, atau kontan sebagian atau
hutang sebagian. Hal ini terserah kepada adat, masyarakat dan kebiasaan mereka
yang berlaku. Tetapi sunnah membayar kontan sebagian. Karena Rasulullah SAW
brsabda :
Artinya : Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa nabi Nabi SAW
melarang Ali mengumpuli fatimah sampai ia memberika sesuatu kepadanya. Lalu
menjawabnya : “Saya tidak puny apa – apa” maka sabdanya :
dimanakah baju besimu “Hutamiyyah“ mu? Lalu diberikanlah barang itu
kepada Fatimah. (H.R. Daud, Nasa’i dan HakimDan di sahkan olehnya)
d.
Mahar misil
Yaitu mahar yang besarnya dan bayaknya diukur dengan
besarnya mahar yang diiterima oleh saudara perempuannya, bibik atau kerabat
perempuan lainnya yang sudah lebih terdahulu menikah. Meskipun demikian juga
perlu diprhatikan mdalam kecantikannya, kegadisannyaatau lainya. Amhar misil ini
diperlakukan ketika dalam akad nikah tidak disebutkan jumlah dan besarnya.
8.
Walimah
Menurut jumhur ulama’ melaksanakan walimah itu hukumnya sunnah muakkad
bukan wajib, karena walimah itu adalah pemberian makanan lantaran mendapat
kegembiraan, seperti mengadakan pesta dan lain – lain. Dasar hukumnya adalah
hadits nabi SAW dari anas ketika nabi melihat upacara pernikahan Abdurrahman
bin Auf’. Beliau brsabda :
Artinya : “Semoga Allah memberkatimu. Adakanlah walimah meskipun hamya
dengan seekor kambing.” (H.R. Bukhari muslm)
Walimah itu sangat dianjurkan. Selain tanda bersyukur, manfaatnya banyak,
antara lain dengan hadirnya karib kerabat, keluara , tetangga dan memper erat
hubungan silaturrahmi dan persaudaran. Karena itu walaupun hukum walimah itu
sunnah, tetap orang yang diundang dalam upaca walimah wajib menghadirinya.
Sebadaimana sada Rasulullah SAW :
Artinya : “Jika salah seorang diantara kamu diundang untk menghadiri
suatu pesta, hendaklah ia menghadirinya.” (Hadits mutsafaq)
1.
Nikah Mut’ah
(kawin kontrak)
Yaitu nikah yang dilakukah seseorang denga
tujuan semat – mata untuk mepaskan hawa nafsu dan bersenang – senangan untuk
smentara waktu.
Nikah mut’ah pernah dibolehkan oleh Rasulullah
SAW tetapi kemudian dilarang untuk selama – lamanya. Keterangan menyatakan :
Artinya:“Dari Salamah bin Al – Akwa’ r.a. ia
berkata : Pernah Rasulullah SAW mebolehkan Perkawinan mut’ah pada hari
(peranga) Authas selama tiga hari, kemudian setelah itu ia larang.” (H.R.
Muslim)
Artinya : “Dari Ali r.a. ia berkata :
Rasulullah SAW melarang kawin untuk sementara waktu pada tahun Khaibar.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
2.
Nikah Syigar
Nikah syigar ialah wali menikahkan orang
perempuan yang dibawah kekuasannya kepada laki – laki lain tama maskawi, dengan
perjanjan bahwa laki – laki lain itu akan memberi imbalan, yaitu mau
mengawinkanwanita di bawah perwaliannyakepadanya tampa maskawin juga. Misalkan
Umar mengawinkan anaknya bernama Zainab dengan Amin tampa mahar harta benda,
dengan perjanjian Amin mau menikahkan wanita dibawah perwaliannya kepada si
Uama tampa mahar. Yang dijadikan mahar adalah kemaluan masing – masing dari
kedua wali tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “ Dari Ibnu Umar r. a. bahwa
sanya Nabi SAW bersabda melarang syigar dalam akad perkawinan. Syigar ialah :
Mengawinkan seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunagannya
keduanya tidak diserai dengan maskawin.“ (H.R. Bukhari dan Muslim)
3.
Nikah muhallil
Ialah nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan
untuk menghalalkan perempuan yang dinikahinya agar (talaq ba’in) dapat
menikahinya lagi bekas suaminyayang telah mentalak tiga.
Nikah tersebut dilarang karena tujuan nya tidk
sesuai dengan tujuan pernikahan yang sebenarnya.
Perempuan yang telah ditalak tiga, tidak boleh
kawin lagi dengan bekas suaminya yang telah mentalak tiganya.Keculi setelah
diselingi perkawinan dengan laki – laki lain, telah bercampur dan niakahnya
tiidak nimaksutkan sebagai penghalalan bagi bekas suaminya, kemudian terjadi
perceraiandan telah habis masa iddahnyadengan laki – laki itu. Tetapi jika
perkawinan itu durekayasa sebagai penghalalan mantan suaminya, maka perkawinan
itu dilarang.
Dian tara dalil yang melarang nikah muhallil :
Artinya : “Dari Ibni Masud r.a. berkata :
Rasulllah SAW telah mengutuk terhadap orang laki – laki yang
menghalalkan(muhallil), dan yang dihalalkan(muhallal lahu).”(Riwayat
Tirmizi danNasa’i)
4.
Nikah antar
agam (nikah silang)
Yaitu nikahnya orang islam dengan orang yang bukan
beragama islam. Dalam hal ini ada dua kemungkinan :
a.
Laki –laki
muslim haram menikah dengan perempuan musyrik, tetapi boleh dengan perempuan
kitabiyah. Firman Allah WST :
Artinya : “Jangan kamu sekalian menkah
dengan perempuan – perempuan musyrik,
sehingga mereka beriamnan, sesungguhnya hambasahaya yang beriman lebih baik dari pada permpuan
musrik meskipun ia menarik hatimu(karena kecantikannya). Jangan kamu nikahkan
perempuan muslim dengan laki – laki musyrik sehingga ia beriman.” (Q.S. Al
Baqarah : 221)
Artinya : “(Dan dihalalkan nengawini) wani
– wanita yang menjaga kehormatan dianta wanita – wanita diantara wanita –
wanita yang beriman dan wanita – waniya yang menjaga kehormatan di antar orang
– orang yang ddiberi Al Kitab sebelum kamu.” (Q.S. Al Maidah : 5)
Dalam hal ini, Imam Syafi’i dalam kitabnya Al
Um juz 7, halaman 7 menjelaskan : yang disebut ahli kitab ialah Bani Israil
yang oernah kedatangan taurat dan injil. Adapun (selaindari bani israil) yang
masu agama mereka tidak termasuk Ahli kitab.
b.
Perempuan
muslim haram menikah dengan laki – laki muslim walaupun non muslim itu
kitabiyah. Hal ini karena perempuan itu cenderung mengaikuti agama suaminya,
sehingga dikhawatirkan terpengaruh dengan kekuasan suaminya.
5.
Nikah khadan
(pergundikan)
Yaitu nikah yang sekedar menjadikan perempuan
ini sebagai peliharaan dan pemuas hawa napsunya, sehngga tidak sesuai
dengan.Allah WST berfirman :
Artinya : “Dan bukan (pula) laki – laki
yang menjadikan perempuan itu sebagai peliharaan.” (Q.S. Al Maidah : 5)
Artinya : ” Dan bukan (pula) perempuan –
perempuan yang mengambil laki – laki lain sebagai piaraannya.” (Q.S. An
Nisa’ : 25)
1. Kewajiban bersama (suami dan istri)
a.
Mewujudkan
pergaulan yang serasi, rukun dan saling pengertian.
b.
Menyayangi anak,
memelihara , menjaga, mengajar dan mendidik.
c.
Menghormati dan
berbuat baik kepada keluarga keduanya.
2. Kewajiban suami
a.
Membayar mahar
dan memberi nafkah, seperti sandang pangan dan papan (tempat tinggal).
b.
Menggauli istri
secara makruf(baik dan harmonis) serta adil.
c.
Memimpin
keluarga dan memberikan bimbingan yang benar.
3. Kewajiban istri
a.
Ta’ at dan
patuh terhadap suaminya.
b.
Menjaga diri,
kehormatan dan rumah tangganya.
c.
Membantu suami
dalam mengatur rumah tangganya dan kesejahteraannya.
4. Nusyuz
Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami iastri. Nusyuz dari
pihak suami misalnyatiadak menafkahkan istri dan anaknya, sedangkan nusyuz dari
pihak istri misalnya istri meninggalkan rumah tanpa seizin suami, apabila
kepergian tersebut pada perbuatan yang dilarang agama.
Ababila istri nusyuz gugurlah kewajiban suamimemberi
belanja makanan, pakaian dan tempat kediamandan jika sudah taat kembali, maka
kewajiban suami kembali seperti biasa. Firman Allah SWT :
Artinya : “Hak istri yang patut di terimanya dari
suaminya, seimbang dengan kewajibannya trhadap suaminya dengan baik.” (Q.S.
Al Baqarah : 223)
A.
Hikmah perkawinan bagi yang menjalankannya
1. Melestarikan keturunan
2. Uantuk menentramkan jiwa dan raga
3. Menghindarkan perbuatan tercela (maksiat)
4. Meningkatkan produktifitas
5. Meringsnksn beban
6. Menambah kesempurnaan kehidupan dan ketaatan dalam
menjalakan agama
B.
Hikmah perkawinan gabi masyarakat
1. Dapat melahirkan generasi penerus masa depan yang sah dan
berkualitas
2. Mewujudkan keluarga yang harmonis dan masyarakat yang
aman dan tentram
3. Menjunjung tinggi nilai kehiduan masyarakat
1.
Talak
a.
Pengertian dan hukum talak
Talak melepaskan ikatan nikah dari phak suami
dengan mengucapakan lafaz yang tertentu, misalnya suami berkata trhadap istrinya
: “ engkau telah ku talak” dengan ucapan ini ikatan nikah menjadi lepas,
artinya suami istri jadi bercerai.
Talak itu perbuatan yang boleh namun dibenci
oleh Allah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata :
Rasulullah SAW telah bersabda : “Diantara hal – hal yang halal yang dibenci
oleh Allah adalah talak.”
Meskipun demikian ada yang berpendapat bahwa
talak itu hukumnya bisa wjib, sunnah dan haram sesuai situasi dan kondisinya.
Wajib, yaitu
sudah tidak dapat diselesaikan masalahnya kecuali harus talak.
Sunnah, yaitu
jika suami tidak sanggup lagi memberikan nafkah atau seorang istri tidak dapat
menjaga kehormatannya.
Haram, yaitu
jika talak tersebut akan mendatangkan kemudaratan atau kerugian bagi suami dan
istri.
b.
Rukun dan sayarat talak
1.
Suami yang
mentalak, dengan syarat :
§ Mempunyai ikatan pernikahan yamg sahdengan istri yang
akan ditalak
§ Balig
§ Berakal
§ Kemauan sendiri
2.
Istri yang
ditalak, dengan syarat :
§ Mempunyai ikatan yang sah dengan suaminya
§ Dalam kekuasaan suami (dalam masa iddah talak raji)
3.
Ucapan talak
Ucapan talak bisa dengan jelas(sharih) atau
dengan sindiran(kinayah). Biasa dengan ucapan dan bisa dengan tulisan dan boleh
pula dengan isayarat tapi hanya berlaku pada orang yang tidak dapat berbicara dan
menlis. Sedangkan saksi dalam talak mayoritas ulama’ tidak mewajibkan adanya,
karena talak merupakan hak bagi suami.
c.
Macam –macam talak
1.
Talak ditinjau dari
segi jumlahnya
a. Talak satu, yaitu talak yang dijatuhkan pertama kali
dengan satu talak.
b. Talak dua, yaitu talak yang dilakukan untuk yang kedua
kalinya, atau pertamakali tetapi dengan dua talak sekaligus.
c. Talak tiga, yaitu talak yang dijatuhkan untuk yang ktiga
kalinya, atau untuk pertama kalinya tetapi tiga talak sekaligus
2. Talak ditinjau dari segi dibolehkannya atau tajdid nikah
a. Talak raj’i, yaitu talak yang boleh sisuami rujuk kembali
kepada bekas istrinyadengan tidak memerlukan nikah lagi (talak satu dan dua
sebelum iddahnya habis).
b. Talak ba’in, yaitu talak yang tidak boleh si suami rujuk
jembali kepada bekas istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu. Talak Ba’in
ini ada dua macam:
1) Talak ba’in sugra, yaitu talak yang tidak boleh di rujuk
lagi, tetapi mantan istri itu boleh dinikahi kembali dengan akad maskawin baru,
tampa harus nikah dulu dengan lelaki lain. Talak seperti ini meliputi :
·
Talak yang
dijatuhka kepada istri yang belumpernah dicampuri.
·
Talak satu dan
dua dijatuhkan kepada istri yang pernah dicampuri, tetapi dengan tebusan dari
pihak isteri(khulu’).
·
Talka satu dan
dua yang jatuh karena disbabkan persengketaan yang tak dapat didamaikandan
iddahnya sudah habis.
2) Talak ba’in qubra, yaitu ialah talak tiga. Dalam hal
tersebut tidak boleh suami rujuk kembali kepada istrinya dan tidak boleh nikah
kembali, kecuali memenuhi syarat yang di tentukan tuhan dalam surat al baqarah
ayat 230.
Syarat
tersebut ialah :
Bekas istri
tersebut telah kawin dengan lelaki lain
Tlah bercampur
dengan suami kedua
Telah
diceraikan puala oleh suami ang kedua
Telah habis
masa iddahnya dengan suami yamg kedua
3. Ditinjau dari jelas dan tidaknya ucapan
a. Ucapan syarih, yaitu ucapan yang tegasmaksudnya untuk
mentalak. Uacapan talak syari ini ada tiga :
1) Talak artinya mencerai
2) Pirak (firak) artinya memisahkan diri
3) Sarah artinya lepas
b. Ucapan kinayah, yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya
untuk mentalak.
Ucapan talak kinayah ini misalnya :
1) Pulanglah engkau pada ibu bapakmu
2) Kawinlah engkau dengan orang lain
3) Saya sudah tidak hajat padamu
4. Dari segi dijatuhkannya
1) Talak suny, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang
sudah pernah dicampuri ketika ia :
o
Dalam keadan
suci dan pada waktu suci belumpernah di campuri
o
Dalam keadaan
hamil dan sudah jelas hamilnya
2) Talak bid’ah, yaitu tallak yang dijatuhkan kepada istri
yang sudah pernah dicampuri, ketika ia :
o
Dalam keadaan
haid
o
Dalam keadaan
suci tetapi pada waktu suci sudah di campuri
Talak ba’in hukumnya haram, tetapi sah
talaknya.
3) Talak bukan suny dan bukan Bid’ah, yaitu talak yang
dijatuhkan kepada istri yang :
o
Belum pernah
dicampuri
o
Tidak berdarah
haid karena masih kecil, atau sudah berheti masa haidnya.
5. Dari segi cara penyampainnya
a. Dengan ucapan, secara lansung dengan ucapannya
b. Dengan tulisan, disampaikan lewat tulisan
Talak dengan surat yang ditulis suami sendiri
dan dibaca, hukumnya sama dengan lisan, tetapi jika surat itu tidak dibaca
sebelum dikirim kepada istrinya, maka sama dengan kinayah
c. Dengan isyarat, husus bagi suami yang tuna wicara.
d. Dengan utusan, melalui perantara orang lain
d.
Talak dipaksa atau talak ta’liq talak
1)
Talak dengan
dipaksa
Cearai dengan dipaksa orang lain tampa kemauan
sendiri, hukumnya sama dengan kinayah, yaitu kalau memang hatinya membenarkan,
maka jatuhlah talak itu dan kalau tidak, maka talak itu belum dianggap jatuh.
Sabda nabi SAW :
Artinya : Dari Ibnu Abbas r.a. dari Nabi SAW
beliau bersabda : “sesungguhnya Allah SWT melarang mellepaskan (dosa) keluputan
dan lupa dari umatku dan apa yang mereka kerjakan karena mereka dipaksa.” (H.R
Ibnu majah dan Hakim; dan kata Abu hatim tidak sabi
2)
Ta’liq talak
Ialah menggantugkan talak dengan sesuatu,
misalnya suami berkata : “ engkau tertalak apabila pergi dari rumah ini tampa
ijin saya” atau ucapan yang lain semacam itu.
Jika si istri meninggalkan rumah tampa ijin
suami maka jatuh talaknya.
2.
Khuluk
a.
Pengertian
khuluk
Khuluk adalah perceraian yang timbul atas kemauan
istri dengan membayar ‘iwad kepada suami, misalnya kata suami “kau kutalak
dengan bayaran seratus ribu rupiah”. Kemudian istri membayar kepadanya seratus
ribu rupiyah.
b.
Akibat khuluk
Perceraian yang dilakukan secara khuluk
berakibat, bekas suami tidak dapat ruju’ lagi dan tidak boleh menambah
talaksewaktu iddah, hanya boleh dikawinkan kembali dengan aqad baru, sebak
termasuk talak ba’in sugro’.
c.
Hukum khuluk
Wajib , yaitu
bila suami tidak manpu memberikan nafkah lahir dan batin
Haram, yaitu
bila bertujua menyengsarakan istri dan anaknya
Makaruh, yaitu
bila tidak ada tujuan
Mubah jika ada
jalan yang memperbolehkan istrinya untuk menempuh cara lain
Sunnah, jika
bertujuan untuk mencapai maslahatan bagi keduanya
d.
Rukun khuluk
1.
Suami yang
balig, berakal dan dengan kemauannya
2.
Istri yang
dalam kekuasan suami, yaitu belum dicerai dengan talak yang tidak boleh
dirujuki
3.
Ucapan yang
menunjukkan khuluk
4.
Bayaran,
sesuatu yang boleh dijadikan maharbisajuga dengan mengembalikan maskawi atau
harta lainnya yang disepakati
3.
Fasah
1.
Pengertian
fasah
Fasah artinya rusak atau putus. Maksud fasah
adalah perceraian dengan merusak atau merombak hubungan nikah antara suami
istri yang diakukan oleh hakim dengan syarat dan sebab tertentu tampa ucapan
talak.
Perceraian dengan fasah tidak dapat diruju’,
kau suami hendak kembali kepada istrinya maka harus dengan akad baru.
2.
Sebab – sebab
yang bisa dijadikan dasar fasah :
a.
Sebab yang bisa
merusak akad nikah, seperti :
ü Setelah terjadi perkawinan diketahui sebagai maharamnya
ü Setelah diakukan perkawinan salah satunya murtad
b.
Sebab yang meng
halangi tujuan pernikahan, seperti :
ü Terjadi penipuan antara keduanya
ü Salah satu dari keduanya mengidap penyakit yang berbahaya
ü Suami terlalu miskin, sehingga tidak sanggup memberikan
nafkah
ü Suami hilang
ü Suam dihukum lebih dari tiga tahun
Fasah karen ada sebab yang menghalangi tujuan
penikahan harus melalui proses pengaduan suamiatau istri kepada hakim, tidak
bisa secara lansung.
Jika
ternyata lemah zakar bagi laki – laki, maka menurut hadits dapat ditunggu
sampai 1 tahun :
Artinya : Dari sa;id bin al musayyab r.a. ia
berkata : bahwa umar binkahattab telah memutuskan hukum bagi laki – laki yang
‘unnah (impoten) yaitu lemah zakar diberi kesempatan satu tahun.
1.
Iddah dan macam – macamnya
Iddah adalah masa tenggang atau batas wktu
untuk tidak bolehkawin bagi perempuan yang diceraikan atau di tnggal mati
saminya. Iddah ini dimaksudkan untuk menentukan hamil atau tidaknya perempuan itu setelah ditnggal
mati atau ditalak suaminya. Apabila istri telah ditalak suaminya, wanita itu
tidak boleh dipinang atau dinikahi, kecuali setelah habis iddahnya.
Adapun waktu lamanya iddah itu ada bermacam –
macam :
a.
Istri yang
sedang hamil, apabila dicerai atau suaminya meninggal, masa iddahnya sampai
bersalin, baik anak itu lahir hidup atau mati, atau melahirkan sesuatu yang
baru merupakan sepotong daging yang akan menjadi seorang anak.(lihat Q.S. Ath
Thalaq : 4)
b.
Jika saminya
meninggal dunia sedang istrinya tidak hamil, masa iddahnya empat bulan sepuluh
hari (lihat Al Baqarah : 234)
c.
Perempuan yang
dicerai oleh suaminya kalau mempunyai haid iddahnya 3x suci, untuk menghitung
3x suci, ialah kalau wktu cerai dalam keadaan suci dan selama suci tidak
dicampuri oleh suaminya, maka suci sewaktu perceraian itu terhitung satu kali
suci.
Tetapi kalau dalam suci waktu perceraian telah
dicampuri suaminya, maka suci yang pertama dihitung dari sejak suci setelah
haid yang pertama setelah perceraian.(lihat Q.S al Baqarah : 228)
d.
Bila perempuan
yang dicerai mandul atau sudah lanjut uasianya dan tidak pernah haid lagi,
sehingga tidak mungakin akan diharapkan akan bisa hamil, mak iddahnya tiga
bulan. (liha Q.S At thalaq : 4)
e.
Istri yang
dicerai suaminya sebelum dicampuri tidak ada iddahnya atau tidak perlu beriddah.
(lihat Q.S. Al ahzab : 49)
2.
Hadanah (pemeliharaan anak)
a.
Dikala anak
masih kecil, dalam pengakuan ibunya. Dalam hal ini ibu lebih berhakuntuk
memeliharanya, kecuali kalau tidak bersedia memeliharanya, karena nikah dengan
orang lain.
b.
Anak yang sudah
dapat bekerja, pemeliharannya terserah kepada siap si (anak) itu sukai diantar
ibu dan ayahnya
c.
Anak perempuan
jika direbut oleh bukan ibunya dan bukan ayahnaya, maka sebiknya anak itu
diserahkan kepada saudara perempuan dari ibunya.
Dalam hal ini,jika terdapat kesulitan dalam
pemeliharaan anak, karena satu sama lain berebut ingin memeliharanya maka hakim
dapat mengambil keputusan yang dianggap baik bagi kehidupan dan penghiduapn
anak tersebut dikelak kemudian hari, tentang pendidikannya, ahlaknya, dan
terutama untuk agamanya.
3.
Rujuk
a.
Pengertian
ruju’
Ruju’ adalah kembali kepada ikatan
pernikahandari talak raj’i yang dilakukan dalam masa iddah dengan cara – cara
tertentu.
b.
Hukum ruju’
Haram, jika
perceraian lebih baik dari pada ruju’
Makruh, jika
diperkirakan jusrtu akan merugikan bila bilakukan ruju’
Sunnah, jika
diperkirakan rujuk lebih akan bermanfaat dari pada tetap cerai, dan bagi suami
yanga mentalak istrinya dengan talak bid’ i
Wajib, kahusus
bagi laki – laki yang beristri lebih dari satu, jika salah seorang istrinya
ditalak sebelum gilirannya di sempurnakannya.
c.
Rukun dan
sayarat talak
1.
Suami yang
merujuk, dengan syarat : balig, berakal dan tidak dipaksa.
2.
Istri yang
diruju’ dengan syarat : sudah pernah dikumpulinya dam keadaan talak raj’i dan
masih dalam waktu iddah
3.
Sighat
(ucapan), ada dua yaitu :
·
Shorih (jelas),
seperti: “ aku ruju’ engakau.”
·
Kinayah (tidak
jelas), seperti: “ aku nikahi engkau”
Ruju’ dengan ucapan kinaya h memerlukan niat,
yaitu apabila ia tidak berniat maka tidak sah rujuknya.
Diisaratkan ucapan ruju’ itu tidak
berta’liq(digantungkan), misalnya : “aku ruju’ engkau jika engkau mau”, rujuk
semacam ini tidak sah walaupun istrinya mau.
Ruju’ yang dibatasi waktu tidak sah, misalnya
:”aku ruju’ engakau sebulan”
4.
Saksi, saksi
dalam rujuk itu di perlukan, yaitu dua orang yang adil.
1.
Hikmah perceraian
§ Membuka jalan keluar kemelut keluarga yang tidak dapat di
selesaikan dengan jalan damai.
§ Menghindarkan dari dari terjadinya perbuatan yang
dilarang oleh ajaran agama yang di timbulkan oleh kemelut keluarga.
§ Membuka kesempatan bagi bekas suamidan istri untuk men
cari jodoh yang lebih cocok.
2.
Hikmah ruju’
§ Mewujudkan perdamaian
§ Menghindarkan keretakan hubungan keluarga
§ Meng hindarkan ketelantaran pendidikan anak
§ Menghindarkan terjadinya perbuatan dosa
§ Menghindarkan timbulnya gangguan kejiwaan
PENUTUP
Nikah adalah suatu aqad yang menghalalkan pergaulanantara seorang laki –
laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antar
keduanya.
Dalam pengertian yang lebih luas, pernikahan merupakan suatu ikatan lahir
batin antara laki –laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah
tangga dan keturunan yang dilaksanakan menurut syariat islam.
Adapun persipan – persiapan pernikahan diantaranya : hukum khitbah, rukun
dan syarat pernikahan, wali saksi dalam pernikahan, khautbah nikah, mahar,
walimah dan lain – lain.
Adapun macam – macam pernikahan terlarang : nikah mmut’ah, sighar,
muhallil, antar agama, dan kahandak.
Adapun hak dan kewajiban suami istri meliputi : hak bersama, hak
kahusus untuk suami, hak husus untuk
istri dan apa yang dimaksud dengan nusyuz.
Hikmah pernikahan baik hikmah pernikahan bagi yang menjalanhkannya ataupun
hikmah perkawinan bagi masyarakat.
Hukum islam tentang talak, khuu’, fasah dan rujuk beserta hikmahnya.
Marilah kita membca dengan seksama makalah ini sebagai
tambahan ilmu bagi kita agar nanti ketika kita sudah berumah tangngga (bagi
yang belum mikah) kita tau apa yang kita harus lakukan sebagai suami dan apa
kewajiban kita sebagai istri, sehingga kita dapat mendapatkan kehar monisan
dalam rumah tangga.
Dan bagi yang sudah menikah mungkin makalah ini bisa
sebagai sebagai pedoman dalam rumah tangga, terlebih bagi pansangan suami –
istri yang lagi dalam masalah mungkin makalah ini bisa dijadikan sebagai acuan
untuk penyelesaian terbaik dari masalah yang di hadapi.
ü
·
Ust. Drs. Moh. Saifullah Al Aziz S. 2005. Fiqih
islam lengkap pedoman hukum ibadah ummat islamdengan berbagai permasalahan.Terit
Terang : Surabaya.
Dr. H. Moh. Rifai, Drs. Ahmad Musthofa Hdna,
SQ. 2001. Fiqih untuk madrasah aliyah. CV. Wicaksana : semarang.
Terima kasih, sangat memudahkan untuk mencari materi untuk bahan diskusi di kelas. Kepoin website kampusku yaa https://walisongo.ac.id/
BalasHapus