Jumat, 06 Januari 2017

Makalah PKN "Korupsi"




BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
A. Korupsi
            Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
            Maraknya korupsi di Indonesia bukan lagi disebut membudaya, tapi sudah menjadi suatu seni, yaitu seni berkorupsi. Meraup uang negara merupakan hal yang mudah saja dilakukan oleh para koruptor, tinggal bagaimana cara mereka untuk mengemas hasil korupsi tersebut agar tidak tercium oleh KPK. Bahkan dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi suatu life style atau gaya hidup (Achmad, 2012). Lebih lanjut lagi Hikmawan (2007) menyebutkan bahwa, “berdasarkan hasil survei tahun 2004, Political And Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), Filipina (8,33), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi negara terkorup di Asia”.
B. Anarkisme
Kini di setiap sendi kehidupan telah terjadi tindak implementasi asas nasionalisme yang diserukan di atas cermin kebebasan penyampaian pendapat namun dengan peran kekerasan, kerusuhan, hingga kebiadaban yang serta merta menyuguhkan kebobrokan peradaban negeri ini. Sikap anarkis justru semakin kuat dilontarkan dalam setiap aksi unjuk diri mengaspirasikan pendapat suatu kelompok. Pola seperti ini bahkan marak dipentaskan pula oleh kaum yang mengatasnamakan ”kaum intelektual” sebagai predikatnya.
Kaum setaraf mahasiswa pun yang konon beraksi dan berjuang demi mewakili aspirasi rakyat banyak. Namun justru yang ditampilkan lagi-lagi beraroma anarkisme. Di banyak kasus malah terlihat memerankan kelakuan keji kaum terpelajar dengan pihak aparat yang sama sekali tidak manusiawi. Bukankah tak ada yang salah dengan nasionalisme yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, dan keadilan? Yang tidak benar adalah keberadaan anarkisme yang terlalu dijunjung tinggi. Mengapa bukan jiwa nasionalisme yang semestinya dipikul bersama sebagai landasan? Sesungguhnya tak lain nasionalismelah yang telah membuat bangsa ini tidak terjajah lagi. Tapi mengapa saat ini anarkisme malah digunakan untuk mengusik negeri yang katanya sudah merdeka ini. Bahkan melalui panji anarkisme tak jarang telah terjadi pelanggaran HAM hingga taraf terberat. Apakah ini esensi dari nasionalisme nasionalisme kita? Menyedihkan sekali dan betapa rendahnya martabat bangsa kita bila melihat adegan demi adegan yang ditampilkan sejauh ini. Tidak peduli berlatar ideologi, agama, atau golongan-golongan yang merasa dirinya diperlakukan tidak adil pun memerankan dengan apik naskah-naskah anarkisme tersebut. Dan gelar bagi kaum terpelajar atau kaum intelektual pun tidak berfungsi layaknya predikat yang disandang.
Anarkisme kini tak pandang bulu dan membentuk sebuah agregasi yang siap menerkam segala ketenangan nasionalisme yang terus merentan. Entah hingga kapan kemampuan nasionalisme kita terus diuji. Patut direnungkan dengan seksama dan oleh setiap kepala. Demi memberangus agregasi anarkisme yang kian populer sebelum menjelma berakar dan membakar hangus kita semua.
2.      RUMUSAN MASALAH :
      Berdasarkan latar belakang yeng telah di paparkan di atas ,agar penulisan makalah bisa sesuai dengan apa yang di inginkan , maka penulis merumuskan fokus masalah di antaranya sebagai berikut :
A.    Korupsi
  1. Apakah yang di maksud korupsi ?
  2. Apa saja bentuk dan sebab-sebab terjadinya tindakan korupsi ?
  3. Bagaimanakah pola kegiatan korupsi ?
  4. Bagaimanakah  pola penindakan pelaku korupsi ?
  5. Bagaimanakah peran pendidikan anti korupsi di perguruan tinggi dalam mencetak mahasiswa yang bebas dari tindakan  korupsi ?
  6. Bagaimanakah peran Mahasiswa dalam memberantas tindakan korupsi ?
B.    Anarkisme
1.      Apakah yang dimaksud dengan Nasionalisme ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan Anarkisme ?
3.      Mengapa Anarkisme menodai Nasionalisme Indonesia ?
4.      Bagaimana mengatasi Anarkisme terhadap Nasionalisme di Indonesia ?

3.    TUJUAN
Ada pun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebgai berikut ;
A.     Korupsi
  1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan ( PKN )
  2. Untuk mengetahui arti, bentuk dan sebab-sebab dari tindakan korupsi
  3. Untuk mengetahui pola kegiatan korupsi
  4. Untuk mengetahui pola penindakan korupsi
  5. Untuk mengetahui peran pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi dalam mencetak mahasiswa yang bermoral dan anti korupsi.
  6. Untuk  mengetahui peran mahasiswa dalam memberantas tindakan korupsi .
B.     Anarkisme
1. Untuk memahami arti dari Nasionalisme.
2. Untuk memahami arti dari Anarkisme.
3. Untuk mengetahui pengaruh dari Anarkisme terhadap Nasionalisme Indonesia.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi Anarkisme terhadap Nasionalisme di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.            RUANG LINGKUP KORUPSI
1.      Pengertian korupsi
            Menurut Puspito & Tim Penyusun (2011: 23-24), kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruption”. Secara harafiah, arti kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian. Di Malaysia korupsi disebut dengan “resuah” yang berasal dari bahasa Arab “risywah”, kata tersebut memiliki arti suap menyuap yang identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Mencari suap, menyuap dan menerima suap adalah haram, begitu juga dengan mediator antara penyuap dan yang disuap.
            Selain itu, Pratiwi (2011) menyebutkan dua pengertian korupsi dari Transparency International dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Di samping itu, berdasarkan Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 Pasal 3, hukuman tindak pidana korupsi dijatuhkan kepada “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
            Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hokum dengan maksud memperkaya diri sendiriatau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
            Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah perbuatan yang busuk, tidak jujur, dan amoral. Korupsi adalah suatu perilaku yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu kelompok dengan cara yang menyimpang dan illegal, dimana perilaku tersebut merugikan negara atau pemerintah atau rakyat atau sebuah instansi. Korupsi dipandang haram dalam agama Islam, dan korupsi juga merupakan hal yang melanggar hukum, dimana para pelaku korupsi harus dikenakan hukuman pidana sesuai peraturan dalam Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999.
            Selain korupsi ada juga kolusi dan nepotisme yang menjadi permasalahan di negeri ini , karena prektek KKN ( korupsi , kolusi dan nepotisme ) masih sering di lakukan baik di dalam lingkungan kerja, pendidikan atau bidang lainya yang intinya perbuatan tersebut tidak benarkan secara hokum. Untuk lebih jelas mengebai KKN berikut di jelaskan mengenai Kolusi dan nepotisme:
  • Kolusi
Pengertian kolusi di muat pada pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, sebagai berikut :
Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara  melawan hokum antar penyelenggaraan Negara atau antara penyelenggaraan Negara dan lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau Negara
  • Nepotisme
Pengertian nepotisme di rumuskan pada pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, sebagai berikut :
Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggaraan Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan  keluarga dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat bangsa dan Negara
2.     Hakikat tindakan korupsi
            Dengan memperhatikan dan mengkaji berbagai definisi atau pengertian dapat dikemukakan adanya beberapa unsur yang pada umumnya terdapat pada masing-masing batasan atau pengertian. Unsur-unsur ini meliputi :
  1. Korupsi sebagai gejala sosial dan politik
  2. Korupsi merupakan tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, baik pejabat atau pegawai pemerintahan, penguasa, maupun dokter.
  3. Tindakan atau perbuatan yang dimaksud merupakan peanggaran terhadap norma-norma yang berlaku atau diterima secara umum oleh masyarakat atau Negara.
  4. Perbuatan pelanggaran norma tersebut dilakukan dengan menggunakan dan/atau menayalahgunakan wewenang atau kekuasaan dan juga kesempatan.
  5. Tujuan tindakan atau perbuatan itu adalah untuk memperoleh atau mendapatkan keuntungan pribadi, keluarga, kelompok, golongan. Baik pada masa yang akan datang.
  6. Perolehan keuntungan yang dimaksud pada point 5, dapat berwujud uang, harta kekayaan, fasilitas, atau pengaruh.
  7. Sebagai akibat tindakan atau perbuatan korupsi, kerugian keuangan atau kekayaan Negara dan/atau masyarakatbaik secara langsung maupun tidak langsung.
  8. Unsur lainya yang mungkin masih dapat ditambahkan sebagai kelengkapan, misalnya tentang pencampuran kepentingan keuangan pribadi dan keuangan atau jabatan bahwa korupsi merupakan “ tranksaski “ antara dua pihak atau labih dengan adanya unsur permintaan ( faktor demand ) dan unsur penawaran ( faktor supply ), dan sesuai dengan hukum ekonomi tinggi rendahnya harga di pasar gelap birokratis ( katakanlah korupsi ) akan ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran.
            Batas-Batas Perilaku Yang Disebut Korupsi  Menurut undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kriteria suatu perbuatan korupsi adalah:
a) adanya unsur kerugian bagi negara, tetapi faktanya, unsur kerugian bagi negara itu sulit       untuk dibuktikan karena deliknya berupa delik materiil. Namun, didalam undang-undang            nomor 31 tahun 1999 unsur kerugian negara tetap ada, kemudian rumusannya diubah          menjadi delik formil sehingga tidak perlu dibuktikan ada atau tidaknya kerugian bagi      keuangan negara.
b) adanya perbuatan yang menguntungkan dan atau memperkaya diri sendiri atau orang lain   atau suatu badan meliputi karena adanya penyalahgunaan wewenang atau kesempatan.
Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, sebagai Pengganti undang-undang nomor 3 tahun 1971, dikatakan bahwa perbuatan korupsi mengandung lima unsur ;
  1. Melawan hukum atau pertentangan dengan hukum,
  2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
  3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
  4. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan
  5. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya karenajabatan             atau kedudukan.
3.     Bentuk – Bentuk korupsi
Korupsi sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Hubungan pemberi-penerima jasa di sektor publik membuka peluang untuk berkorupsi. Namun definisi ini menerima begitu saja bahwa terdapat perbedaan antara peran umum dan peran pribadi seorang pelaku. Di kebanyakan masyarakat tidak terdapat perbedaan yang sejelas itu, Di sektor swasta, kebiasaan memberi hadiah berlaku umum dan juga  sangat di hargai, dan tampaknya lumrah  untuk memberi pekerjaan dan kontrak kepada teman atau keluarga. Pada umumnya tidak ada yang merasa aneh untuk berlaku serupa di bidang umum. Dalam kenyataan, bagi kebanyakan orang perbedaan tajam antara dunia umum dan dunia pribadi merupakan sesuatu yang aneh.berikut bentuk-bentuk Korupsi :
  1. Korupsi kecil-kecilan (petty corruption) dan korupsi besar-besaran (grand corruption)
Korupsi kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas bertemu langsung dengan masyarakat, korupsi ini disebut juga dengan nama korupsi rutin ( routine corruption ) atau korupsi bertahan hidup ( survival corruption ). Korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para pejabat tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional.
Contohnya adalah pungutan untuk mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di KPPN.
Sedangkan korupsi besar-besaran umunya dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena korupsi jenis ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar, korupsi ini terjadi saat pembuatan, perubahan atau pengecualian dari peraturan.
Contohnya adalah pemberian pembebasan pajak bagi perusahaan besar.
2.      Penyuapan (bribery)
Bentuk penyuapan yang biasanya dilakukan  dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia khususnya dibidang atau instansi yang mengadministrasikan penerimaan Negara (revune administration) dapat di bagi menjadi empat antara lain :
  1. Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai.
  2. Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan illegal.
  3. pembayaran kembali (kick back) setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar di masa mendatang mendapat perlakuan yang lebih ringan daripada administrasi normal.
  4. Pembayaran untuk menyakinkan atau memperkancar proses penerbitan ijin (license) dan pembebasan (clearance)
  5. Penyalahgunaan / penyelewengan (misappropriation)
Penyalahgunaan / penyelewengan terjadi bila pengendalian administrasi (check and bakances) dan pemeriksaan serat supervise tranksaksi keuangan tidak berjalan dengan baik. Contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan klasifikasi barang yang salah, serta kecurangan (fraud).
3.      Penggelapan (embezzlemen)
Korupsi adalah dengan menggelapkan atau mencuri uang Negara yang dikumpulkan. Menyisakan sedikit atau tidak sama sekali.
4.      Pemerasan (extortion)
Pemerasan ini terjadi ketika masyarakat mengetahui tentang peraturan yang berlaku. Dan dari celah inilah para petugas melakukan pemerasan dengan menakut-nakuti masyarakat untuk membayar lebih mahal dari pada yang semestinya.
5.      Perlindungan (patronage)
Perlindungan dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi satf berdasarkan suku, kinship, dan hubungan sosial lainya tanpa mempertimbangkan prestasi dan kemampuan dari seseorang tersebut.
            Menurut Aditjandra, korupsi dapat dikategorikan menjadi tiga macam model korupsi, yaitu :
  • Model korupsi lapis pertama 
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
  • Model korupsi lapis kedua
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
  • Model korupsi lapis ketiga 
            Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.Banyak orang yang mengira bahwa korupsi itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan saja. Padahal tanpa disadari korupsi banyak terjadi disekitar kita. Orang melakukan korupsi bukan hanya karena terpaksa, namun juga karena ada kesempatan. Banyak orang merasa dirinya bersih dari tindakan korupsi, namun dalam kenyataanya mereka bertindak korup. Masyarakat yang terbiasa korup, akan sulit membedakan mana tindakan yang korup dan mana yang bukan. Korupsi banyak terjadi dilembaga pendidikan, lembaga yang semestinya menjadi motor penggerak pemberantasan korupsi.
4.     Sebab-sebab Terjadinya Korupsi
Penyebab modernisasi mengembangbiakkan korupsi dapat disingkat dari jawaban Huntington berikut :
a. Modernisasi membawa perubahan-perubahan pada nilai dasar atas masyarakat.
b.  Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan pilitik tidak diatur oleh norma-norma tradisional yang terpenting dalam masyarakat, sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh golongan-golongan berpengaruh dalam masyarakat.
c. Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang di akibatkannya dalam                   bidang kegiatan sistem politik. Modernisasi terutama di Negara-negara yang memulai modernisasi lebih kemudian, memperbesar kekuasaan pemerintahan dan melipatgandakan kegiatan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan-peraturan pemerintah.
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain :
            I.     Aspek Individu Pelaku 
1. Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
2. Moral yang Kurang Kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
3. Tingkat Upah dan Gaji Pekerja di Sektor Publik
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
4. Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
5. Gaya Hidup yang Konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
7. Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
            II.     Aspek Organisasi
  1. Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan 
                  Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
2.      Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar
                  Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

3.      Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai
                  Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
4.      Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
                  Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
5. Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi
                  Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
5.     Pola kegiatan korups
           Motif, penyebab, atau pendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian kerja dengan menggunakan Bagan 1 ( Pola Kegiatan Korupsi ) bahwa tidakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi, keluarga, kelompok atau golonganya sendiri. Dengan mendasarkan pada motif keuntungan pribadi tau golongan ini, dapatlah dipahami jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja karena masalah korupsi selalu terkait dengan motif yang ada pada setiap insan manusia untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau golongan.
           Cara yang ditempuh menurut norma-norma yang berlaku merupakan usaha yang bersifat halal dan rida. Cara korupsi yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan tidak mengikuti dan disadari norma-norma yang berlaku, unsur agama serta pendidikan budi pekerti sangat besar peranannya dalam rangka usaha penanggulangan dan pemberantasan korupsi. Dengan menunjuk kepada pengertian tersebut, usaha ke arah penanggulangan atau pemberantasan korupsi perlu dihubungkan dengan motif untuk mendapatkan rezeki, nafkah atau keuntungan yang harus mendasarkan pada keseimbangan, keserasian, dan keselarsan antara kepentingan lahir batin, antara kpentingan jasmani dan rohani.
           Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi yang menginginkan keuntungan pribadi atau golongannya sendiri. Menurut komisi IV, terdapat 3 indikiasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di inodnesia, yakni :
(1)   Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi,
(2)   Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan
(3)   Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
            Apa yang mendorong seseorang itu melakuakn korupsi menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri ( keinginan, hasrat, kehendak dam sebagainya ) dan faktor rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya ).
6.     Pola penindakan korupsi
            Dalam rangka menciptakan mekanisme penindakan konsep peranan aparat pengawasan intern sangat besar dan penting, baik dalam rangka tindakan yang bersifat represif maupun preventi. Dengan demikian, usaha untuk memperkuat aparat pengawasan intern ini pada hakikatnya ikut menentukan keberhasilan penerapan personal dan operasional. Aparat pengawasan intern yang mempunyai dominan, baik untuk mendukung tertib administrasi keuangan Negara maupun penindakan korupsi secara represif.
            Sifat preventif dari pelaksanaan tugas aparat ini sebagai mata dan telinga pimpinan organisasi yang bersangkutan. Sebagai pelaksana  fungsi manajemen cotrolling, sifat preventif haruslah diutamakan, yakni dalam rangka mencegah kemungkina terjadinya penyimpangan pelaksanaan dari tujuan, rencana, atau program yang telah ditetapkan di pimpinan atas atau pucukorganisasi. Bahwa dalam pelaksanaan tugas pengawasan ini terdapat penyimpangan yang harus ditindak represif, hal ini buakn menjadi tujuan atau falsafah pengawasan ( ataupun pemriksaan ). Dengan pelaksanaan tugas, fungsi amnajemen pengawasan ini sebiknya, tertib administrai dalam pengelolaan keluarga negarasudah bukan lagi sebagai sesuatuyang diimpikan.
            Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat pengawsan intern dapat terjadi apabila dalam pelaksanaan tugasnya didapati tindakan yang perlu di proses lebih lanut, baik dalam rangka tindak pidana khusus korupsi maupun dalamm rangka tindak pidana khusus korupsi maupun  dalam rangka pelaksanaan tuntutan ganti rugi.
            Dalam pelaksaan tugasnya, aparat pengawasan intern mempunya hubungan kerja yang sangat earat dengan aparat. Pengawasan intern lainya dan pabila terdapt lembaga ombudsman,  hubungan kerajdengan lembaga ini juga sangat erat dikaitkan dengan mekanisme penindakan korupsi, hubungan kerja natara aparat pengawasan intern dan ekstern terjalin dalam rangka informasi yang daoatmenjurus kea rah penindakan korupsi. Apabila informasi yang ada pada aparat pengawasan ekstern sudah cukup lengkap,aparatini dapat secara langsung menyerahkan kepada lembaga penuntut tindak pidana korupsi dan permasalahanya dpat diserahkan kepada lembaga penbuntut tindak pidana korupsi.
            Lembaga penuntut tindak pidana korupsi pada hakikatnya adalah kejaksaan, yang semula dibantu pual oleh opstib ( operasi tertib ) dalam rangka menangani masalah tindak pidana korupsi. Lembaga penuntut ini pada prinsipnya metupakan lembaga yang melaksanakan tugas secara represif dalam kaitanya dengan proses peradilan atau penindakan korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga penuntut ini mempunyai hubunagan kerja yang sangat erat dengan aparat pengawasan intern serta masyaraka, disamping suadah barang tentudenagn aparat pengawasan ekstern ( dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan ). Apabila terdapat lembaga Ombudsman, hubungan kerja antara kedua lembaga ini sangat erat.
           B. Anarkisme
1.     Pengertian Anarkisme
Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan. Secara spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada ranah publik maupun privat).
Anarkisme berasal dari kata dasar "anarki" dengan imbuhan -isme. Kata anarki merupakan kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) atau anarchie (Belanda/Jerman/Prancis), yang berakar dari kata bahasa Yunani, anarchos/anarchein. Ini merupakan kata bentukan a- (tidak/tanpa/nihil/negasi) yang disisipi /n/ dengan archos/archein (pemerintah/kekuasaan atau pihak yang menerapkan kontrol dan otoritas - secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani); maka, anarchos/anarchein berarti "tanpa pemerintahan" atau "pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya". Bentuk kata "anarkis" berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki, sedangkan akhiran -isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi.
Di seluruh dunia, jumlah anarkis cukup banyak karena keberadaan mereka sudah lebih dua abad. Pluralitas pandangan tak bisa dihindari. Meski demikian, garis merah anarkisme konsisten dan prinsip terfundamentalnya transparan. Maka ia mudah ditelusuri, sebab hakikat anarki itu cuma menyangkut empat garis merah berikut. Anarki adalah perindu kebebasan martabat individu. Ia menolak segala bentuk penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat tanpa pemerintah.
Jadi, anarki sejatinya bumi utopis yang dihuni individu-individu yang tidak mau memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan mutlak. Konsekuensi butir pertama adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa struktur organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang menindas.
Bukannya hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan penindasan yang menjadi karakter dalam otoritas hirarki tersebut. Anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu sistem sosial. Ia memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan kebebasan individual dan kesetaraan antar individu berdasarkan kerjasama sukarela antarindividu atau grup dalam masyarakat.
Tiga butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.
Tidak begitu jelas kapan pertama kali anarkisme muncul di Indonesia, namun gerakan anarkisme di Indonesia baru mulai marak terlihat di penghujung tahun 90-an. Tidak disangkal lagi bahwa kemunculan gerakan anarkisme pada era 90-an di indonesia, tak lepas dari pengaruh perkembangan punk di indonesia, sebuah aliran musik yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup yang didalamnya sangat kental dengan nuansa anarkistik. Selain itu, jatuhnya era kepemimpinan Soeharto, juga ikut memberikan angin segar bagi berkembangnya gerakan ini. Gerakan anarkis ini sekarang sangat mudah kita dapati, dalam suasana demo ataupun juga ketika sedang ada pertandingan sepakbola, tindakan anarkis ini sangat mudah terjadi. Disini akan kita bahas tentang demostrasi para buruh yang berubah menjadi anarkis karena tuntutan mereka tidak atau belum dipenuhi. Juga aksi para seporter sepakbola yang menjadi penyakit kronis bila timnya bertanding dan mengalami kekalahan maka dapat diprediksi akan terjadi kerusuhan di akhir pertandingan yang kemudian merugikan semua aspek yang ada disini.

2.     Anarkisme dan Nasionalisme di Indonesia
Anarkisme merupakan tindakan yang tidak di benarkan dari hukum maupun UU. Karena anarkisme merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji. Dan ini sangat bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. Tindakan anarkisme sering kali merugikan berbagai pihak, oleh karena itu anarkisme sering kali mendapat kecaman dari masyarakat luas dan sering kali menimbulkan perpecahan. Hal inilah yang menodai nasionalisme, dimana masyarakat sudah tidak lagi saling menghormati dan menghargai sehingga sulit untuk memepertahankan kedaulatan dan persatuan masyarakat. Apapun alasannya anarkisme tidak dapat dibenarkan dalam ranah hukum manapun.
Semakin banyak tinta hitam menggoreskan catatan tindakan anarkis yang terjadi di kalangan masyarakat maka semakin menodai nasionalisme bangsa Indonesia. Tindakan anarkisme sejatinya tidak hanya merugikan masyarakat secara umum akan tetapi juga tidak menghargai hukum, karena oknum yang melakukan itu tidak mempercayakan hukum sebagai alat pemecah masalah. Sering kita melihat tindakan anarkisme terjadi antara pengunjuk rasa dangan aparat kepolisian dan kejadian ini terjadi hamper di setiap ada demo. Hal ini menunjukkan potret buram nasionalisme bangsa Indonesia. Pemerintah maupun aparat penegak hukum tidak ada yang mau menyadari bahwa tertib dan aman itu akan lebih baik dari pada memikirkan gengsi dan emosi. Apabila hal ini terus berlanjut tanpa ada kesadaran maka tidak hanya nasionalisme dan korban jiwa yang jatuh, tetapi negara pun akan turut hancur.
Anarkisme sering kita kaitkan dengan ketidakpuasan atas sebuah putusan permasalahan atau bentuk ancaman untuk memenuhi apa yang mereka tuntut. Tetapi pernyataan demikian masih kurang, anarkisme merupakan luapan emosi yang tak terkendali, dampak dari tindakan anarkisme yang berkaitan dengan pengrusakan fasilitas umum maupun tindakan kekerasan  akan menodai bahkan menghilangkan rasa nasionalisme suatu bangsa. Karena mereka tidak mempunyai rasa memiliki bersama dan rasa ingin menegakkan keamanan dan perdamaian suatu bangsa.
3.     Mengatasi Anarkisme Terhadap Nasionalisme di Indonesia
Negara dan  pemerintah harus tegas kepada para kelompok yang telah melakukan tindak anarkis dengan membawanya ke pengadilan. Negara harus melindungi setiap rakyat dan menjamin kepastian hukum, termasuk ketegasan memproses pelaku kekerasan sesuai hukum dan peraturan-peraturan Negara. Negara mempunyai hak untuk memonopoli segala bentuk tindakan kekerasan yang berakibat dapat mengganggu kedamaian dan keamanan publik.
Pembentukan detasemen khusus ini sebagai pengejawantahan Prosedur Tetap Nomor 01/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarki. Pembentukan detasemen anti anarkis ini tidak  dilatarbelakangi ketidakmampuan satuan-satuan Polri. Detasemen ini  dibentuk untuk meningkatkan pelayanan keamanan kepada masyarakat. Ini  dilihat dari tantangan tugas yang terus berkembang. Oleh sebab itu, perlu lebih dikhususkan lagi. Detasemen Anti Anarkis ini terdiri dari beberapa  unsur, di antaranya Brimob, Samapta, dan tim penembak sebagai tim  penindak untuk membantu tim Dalmas dalam menghadapi massa. Detasemen ini hanya akan menangani aksi anarkis,  bukan unjuk rasa biasa.
Untuk mengatasi anarkisme ini juga dapat dilalui dengan cara memperkuat satuan Samapta serta memperkuat fungsi intelijen dan pembinaan massa. Intelijen masuk terlebih dahulu mendapatkan data-data kuat dan kemudian masuk pembinaan memberikan pendekatan secara edukatif pada masyarakat bagaimana penyelesaian masyarakatnya.
Selain pembentukan detasemen oleh pemerintah, dari masyarakat sendiri ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi anarkisme, diantaranya :

1. Melakukan bimbingan konseling terhadap masyarakat yang mempunyai permasalahan-permasalahan, dalam hal ini bimbingan konseling ditekankan pada kalangan siswa dan mahasiswa, karena proses pembentukan karakter itu terjadi pada masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Pada masa inilah penentuan keberhasilan dalam pengembangan manajemen kepribadian yang berakhlak, bermoral, bernurani serta berbudi pekerti yang luhur. Berdasarkan analisis yang di lakukan oleh para ahli yang melaui berbagai aspek kemasyarakatan dan ke ilmiahan  menyimpulkan bahwa sebagian besar perilaku yang menyimpang yang timbul di kalangan masyarakat merupakan hasil kebiasaan saat ramaja. Oleh karena itu tindakan anarkisme bisa ditekan dengan melakukan bimbingan konseling yang dilakukan dikalangan remaja.

2.      Melakukan musyawarah dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul di lapisan masyarakat. Karena dengan melakukan musyawarah segala masalah yang timbul dikalangan masyarakat dapat dikomonikasikan yang kemudian akan mencari solusi bersama untuk kepentingan bersama. Dengan melakukan musyawarah maka akan menghindari kesalahpahaman, dengan demikian maka akan menghidari tindakan anarkisme, karena sebagian besar kasus anarkisme itu berawal dari kesalahpahaman.


3.      Memperbanyak sarana dan prasarana da mempermudah proses dalam menampung aspirasi masyarakat agar keinginan dan harapan masyarakat dapat terealisasikan. Ini merupakan langkah yang sangat bagus, karena sangat banyak tindakan anarkisme yang terjadi di tanah air itu disebkan karena pelampiasan kemarahan masyarakat karena mereka tidak tahu kepada siapa dan kemana mereka harus menyampaikan aspirasinya. Dengan memperbanyak sarana dan prasarana dan mempermudah proses penampungan aspirasi maka masyarakat merasa mendapatkan kebebasan untuk menyampaikan aspirasinya yang telah diatur dalam UU. Tentunya aspirasi tersebut tidak hanya di tampung tetapi harus mendapat jawaban atau realisasi dari pihak yang di tuju untuk memperoleh kepastian serta kepuasan.

4.      Meningkatkan rasa toleransi antar lapisan masyarakat agar tidak timbul kesenjangan. Sudah selayaknya kita bangsa Indonesia mendukung pluralisme, perbedaan itu bukan menimbulkan perpecahan melainkan menjadi kekayaan keanekaragaman dan dipadukan untuk saling melengkapi satu sama yang lain.

5.      mengimplementasikan nilai-nilai dari pendidikan kewarganegaraan. Sebelum kita mengimplementasikan maka kita perlu memahami arti penting dari pendidikan kewarganegaraan, menurut kami pendidikan kewarganegaraan itu merupakan suatu penekanan terhadap tata cara serta adab dalam bernegara. Dalam adab bernegara yang baik, bahwa tindakan anarkisme itu tidak dibenarkan dalam kalangan apapun maupun tempat manapun. Karena Negara kita telah memiliki alat serta lembaga pengontrol sosial.


BAB III
PENUTUP

      A.    Kesimpulan

1.      Korupsi
Menurut Puspito & Tim Penyusun (2011: 23-24), kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruption”. Secara harafiah, arti kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian. Di Malaysia korupsi disebut dengan “resuah” yang berasal dari bahasa Arab “risywah”, kata tersebut memiliki arti suap menyuap yang identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Mencari suap, menyuap dan menerima suap adalah haram, begitu juga dengan mediator antara penyuap dan yang disuap.
    Bentuk – Bentuk korupsi
  1. Korupsi kecil-kecilan (petty corruption) dan korupsi besar-besaran (grand corruption)
Korupsi kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas bertemu langsung dengan masyarakat, korupsi ini disebut juga dengan nama korupsi rutin ( routine corruption ) atau korupsi bertahan hidup ( survival corruption ). Korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para pejabat tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional.
Contohnya adalah pungutan untuk mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di KPPN.
Sedangkan korupsi besar-besaran umunya dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena korupsi jenis ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar, korupsi ini terjadi saat pembuatan, perubahan atau pengecualian dari peraturan.
Contohnya adalah pemberian pembebasan pajak bagi perusahaan besar.
1.       Penyuapan (bribery)
2.      Penggelapan (embezzlemen)
3.      Pemerasan (extortion)
4.      Perlindungan (patronage)
   Sebab-sebab Terjadinya Korupsi
            I.     Aspek Individu Pelaku 
1. Sifat Tamak Manusia
2. Moral yang Kurang Kuat
3. Tingkat Upah dan Gaji Pekerja di Sektor Publik
4. Kebutuhan Hidup yang Mendesak
5. Gaya Hidup yang Konsumtif
6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
7. Tidak Menerapkan ajaran Agama
II.     Aspek Organisasi
1.       Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan 
  1. Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar
  2. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
  3. Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai
  4. Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi
Pola kegiatan korups
           Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi yang menginginkan keuntungan pribadi atau golongannya sendiri. Menurut komisi IV, terdapat 3 indikiasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di inodnesia, yakni :
(1)   Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi,
(2)   Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan
(3)   Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Pola penindakan korupsi
Dalam rangka menciptakan mekanisme penindakan konsep peranan aparat pengawasan intern sangat besar dan penting, baik dalam rangka tindakan yang bersifat represif maupun preventi. Dengan demikian, usaha untuk memperkuat aparat pengawasan intern ini pada hakikatnya ikut menentukan keberhasilan penerapan personal dan operasional. Aparat pengawasan intern yang mempunyai dominan, baik untuk mendukung tertib administrasi keuangan Negara maupun penindakan korupsi secara represif.

2.     Anarkisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Sedangkan Menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah bentuk dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri.
Sedangkan anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan.
Anarkisme merupakan tindakan yang tidak di benarkan dari hukum maupun UU. Karena anarkisme merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji. Dan ini sangat bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. Tindakan anarkisme sering kali merugikan berbagai pihak, oleh karena itu anarkisme sering kali mendapat kecaman dari masyarakat luas dan sering kali menimbulkan perpecahan. Hal inilah yang menodai nasionalisme, dimana masyarakat sudah tidak lagi saling menghormati dan menghargai sehingga sulit untuk memepertahankan kedaulatan dan persatuan masyarakat. Apapun alasannya anarkisme tidak dapat dibenarkan dalam ranah hukum manapun.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi anarkisme, diantaranya :
1.      Melakukan bimbingan konseling terhadap masyarakat yang mempunyai permasalahan-permasalahan.
2.      Melakukan musyawarah dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul di lapisan masyarakat.
      3.      Memperbanyak sarana dan prasarana da mempermudah proses dalam menampung aspirasi masyarakat agar keinginan dan harapan masyarakat dapat terealisasikan
4.      Meningkatkan rasa toleransi antar lapisan masyarakat agar tidak timbul kesenjangan
5.      mengimplementasikan nilai-nilai dari pendidikan kewarganegaraan

B.     Saran

1.      Bagi pemerintah
Pemerintah harus lebih tegas dalam menangani tindakan korupsi dan anarkisme         yang bisa menodai nasionalisme.
      2.      Bagi masyarakat
Masyarakat harus lebih dewasa dalam menyikapi masalah sosial agar tindakan korupsi dan anarkisme tidak terjadi.








DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar