BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
A. Korupsi
Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya pemberantasan korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu
penindakan dan pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya
dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh
karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa sebagai salah satu bagian penting
dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan diharapkan dapat terlibat
aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Maraknya korupsi di Indonesia bukan lagi disebut membudaya, tapi sudah menjadi
suatu seni, yaitu seni berkorupsi. Meraup uang negara merupakan hal yang mudah
saja dilakukan oleh para koruptor, tinggal bagaimana cara mereka untuk mengemas
hasil korupsi tersebut agar tidak tercium oleh KPK. Bahkan dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi suatu life style atau
gaya hidup (Achmad, 2012). Lebih lanjut lagi Hikmawan (2007) menyebutkan bahwa,
“berdasarkan hasil survei tahun 2004, Political And Economic Risk Consultancy
Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India
(8,90), Vietnam (8,67), Filipina (8,33), dan Thailand (7,33). Artinya,
Indonesia masih menjadi negara terkorup di Asia”.
B. Anarkisme
Kini
di setiap sendi kehidupan telah terjadi tindak implementasi asas nasionalisme
yang diserukan di atas cermin kebebasan penyampaian pendapat namun dengan peran
kekerasan, kerusuhan, hingga kebiadaban yang serta merta menyuguhkan kebobrokan
peradaban negeri ini. Sikap anarkis justru semakin kuat dilontarkan dalam
setiap aksi unjuk diri mengaspirasikan pendapat suatu kelompok. Pola seperti
ini bahkan marak dipentaskan pula oleh kaum yang mengatasnamakan ”kaum
intelektual” sebagai predikatnya.
Kaum
setaraf mahasiswa pun yang konon beraksi dan berjuang demi mewakili aspirasi
rakyat banyak. Namun justru yang ditampilkan lagi-lagi beraroma anarkisme. Di
banyak kasus malah terlihat memerankan kelakuan keji kaum terpelajar dengan
pihak aparat yang sama sekali tidak manusiawi. Bukankah tak ada yang salah
dengan nasionalisme yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, dan keadilan?
Yang tidak benar adalah keberadaan anarkisme yang terlalu dijunjung tinggi.
Mengapa bukan jiwa nasionalisme yang semestinya dipikul bersama sebagai
landasan? Sesungguhnya tak lain nasionalismelah yang telah membuat bangsa ini
tidak terjajah lagi. Tapi mengapa saat ini anarkisme malah digunakan untuk
mengusik negeri yang katanya sudah merdeka ini. Bahkan melalui panji anarkisme
tak jarang telah terjadi pelanggaran HAM hingga taraf terberat. Apakah ini
esensi dari nasionalisme nasionalisme kita? Menyedihkan sekali dan betapa
rendahnya martabat bangsa kita bila melihat adegan demi adegan yang ditampilkan
sejauh ini. Tidak peduli berlatar ideologi, agama, atau golongan-golongan yang
merasa dirinya diperlakukan tidak adil pun memerankan dengan apik naskah-naskah
anarkisme tersebut. Dan gelar bagi kaum terpelajar atau kaum intelektual pun
tidak berfungsi layaknya predikat yang disandang.
Anarkisme
kini tak pandang bulu dan membentuk sebuah agregasi yang siap menerkam segala
ketenangan nasionalisme yang terus merentan. Entah hingga kapan kemampuan
nasionalisme kita terus diuji. Patut direnungkan dengan seksama dan oleh setiap
kepala. Demi memberangus agregasi anarkisme yang kian populer sebelum menjelma
berakar dan membakar hangus kita semua.
2.
RUMUSAN MASALAH :
Berdasarkan latar belakang yeng telah di paparkan di atas ,agar penulisan
makalah bisa sesuai dengan apa yang di inginkan , maka penulis merumuskan fokus
masalah di antaranya sebagai berikut :
A.
Korupsi
- Apakah yang di maksud korupsi ?
- Apa saja bentuk dan sebab-sebab terjadinya tindakan korupsi ?
- Bagaimanakah pola kegiatan korupsi ?
- Bagaimanakah pola penindakan pelaku korupsi ?
- Bagaimanakah peran pendidikan anti korupsi di perguruan tinggi dalam mencetak mahasiswa yang bebas dari tindakan korupsi ?
- Bagaimanakah peran Mahasiswa dalam memberantas tindakan korupsi ?
B.
Anarkisme
1.
Apakah yang dimaksud dengan Nasionalisme ?
2.
Apakah yang dimaksud dengan Anarkisme ?
3.
Mengapa Anarkisme menodai Nasionalisme Indonesia ?
4.
Bagaimana mengatasi Anarkisme terhadap Nasionalisme di Indonesia ?
3.
TUJUAN
Ada pun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebgai berikut ;
A.
Korupsi
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan ( PKN )
- Untuk mengetahui arti, bentuk dan sebab-sebab dari tindakan korupsi
- Untuk mengetahui pola kegiatan korupsi
- Untuk mengetahui pola penindakan korupsi
- Untuk mengetahui peran pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi dalam mencetak mahasiswa yang bermoral dan anti korupsi.
- Untuk mengetahui peran mahasiswa dalam memberantas tindakan korupsi .
B.
Anarkisme
1. Untuk
memahami arti dari Nasionalisme.
2. Untuk
memahami arti dari Anarkisme.
3. Untuk
mengetahui pengaruh dari Anarkisme terhadap Nasionalisme Indonesia.
4. Untuk
mengetahui cara mengatasi Anarkisme terhadap Nasionalisme di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
RUANG LINGKUP KORUPSI
1.
Pengertian korupsi
Menurut Puspito & Tim Penyusun (2011: 23-24), kata “korupsi” berasal dari
bahasa Latin “corruption”. Secara harafiah, arti kata korupsi adalah kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan
penyimpangan dari kesucian. Di Malaysia korupsi disebut dengan “resuah” yang
berasal dari bahasa Arab “risywah”, kata tersebut memiliki arti suap menyuap
yang identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Mencari
suap, menyuap dan menerima suap adalah haram, begitu juga dengan mediator
antara penyuap dan yang disuap.
Selain itu, Pratiwi (2011) menyebutkan dua pengertian korupsi dari Transparency
International dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut Transparency
International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Di
samping itu, berdasarkan Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 Pasal 3, hukuman
tindak pidana korupsi dijatuhkan kepada “Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara”.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah perbuatan
melawan hokum dengan maksud memperkaya diri sendiriatau orang lain yang dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah
perbuatan yang busuk, tidak jujur, dan amoral. Korupsi adalah suatu perilaku
yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu kelompok
dengan cara yang menyimpang dan illegal, dimana perilaku tersebut merugikan
negara atau pemerintah atau rakyat atau sebuah instansi. Korupsi dipandang
haram dalam agama Islam, dan korupsi juga merupakan hal yang melanggar hukum,
dimana para pelaku korupsi harus dikenakan hukuman pidana sesuai peraturan
dalam Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999.
Selain korupsi ada juga kolusi dan nepotisme yang
menjadi permasalahan di negeri ini , karena prektek KKN ( korupsi , kolusi dan
nepotisme ) masih sering di lakukan baik di dalam lingkungan kerja, pendidikan
atau bidang lainya yang intinya perbuatan tersebut tidak benarkan secara hokum.
Untuk lebih jelas mengebai KKN berikut di jelaskan mengenai Kolusi dan
nepotisme:
- Kolusi
Pengertian kolusi di muat pada pasal
1 butir 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, sebagai berikut :
“ Kolusi adalah permufakatan atau
kerja sama secara melawan hokum antar penyelenggaraan Negara atau antara
penyelenggaraan Negara dan lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau
Negara “
- Nepotisme
Pengertian nepotisme di rumuskan
pada pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, sebagai berikut :
“ Nepotisme adalah setiap
perbuatan penyelenggaraan Negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarga dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat bangsa
dan Negara “
2.
Hakikat tindakan korupsi
Dengan memperhatikan dan mengkaji berbagai definisi atau pengertian dapat
dikemukakan adanya beberapa unsur yang pada umumnya terdapat pada masing-masing
batasan atau pengertian. Unsur-unsur ini meliputi :
- Korupsi sebagai gejala sosial dan politik
- Korupsi merupakan tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, baik pejabat atau pegawai pemerintahan, penguasa, maupun dokter.
- Tindakan atau perbuatan yang dimaksud merupakan peanggaran terhadap norma-norma yang berlaku atau diterima secara umum oleh masyarakat atau Negara.
- Perbuatan pelanggaran norma tersebut dilakukan dengan menggunakan dan/atau menayalahgunakan wewenang atau kekuasaan dan juga kesempatan.
- Tujuan tindakan atau perbuatan itu adalah untuk memperoleh atau mendapatkan keuntungan pribadi, keluarga, kelompok, golongan. Baik pada masa yang akan datang.
- Perolehan keuntungan yang dimaksud pada point 5, dapat berwujud uang, harta kekayaan, fasilitas, atau pengaruh.
- Sebagai akibat tindakan atau perbuatan korupsi, kerugian keuangan atau kekayaan Negara dan/atau masyarakatbaik secara langsung maupun tidak langsung.
- Unsur lainya yang mungkin masih dapat ditambahkan sebagai kelengkapan, misalnya tentang pencampuran kepentingan keuangan pribadi dan keuangan atau jabatan bahwa korupsi merupakan “ tranksaski “ antara dua pihak atau labih dengan adanya unsur permintaan ( faktor demand ) dan unsur penawaran ( faktor supply ), dan sesuai dengan hukum ekonomi tinggi rendahnya harga di pasar gelap birokratis ( katakanlah korupsi ) akan ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran.
Batas-Batas Perilaku Yang Disebut Korupsi
Menurut undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi kriteria suatu perbuatan korupsi adalah:
a) adanya unsur kerugian bagi
negara, tetapi faktanya, unsur kerugian bagi negara itu sulit
untuk dibuktikan karena deliknya berupa delik
materiil. Namun, didalam undang-undang
nomor 31 tahun
1999 unsur kerugian negara tetap ada, kemudian rumusannya diubah
menjadi delik formil sehingga
tidak perlu dibuktikan ada atau tidaknya kerugian bagi
keuangan negara.
b) adanya perbuatan yang
menguntungkan dan atau memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu badan meliputi karena adanya penyalahgunaan wewenang atau kesempatan.
Dalam
undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang telah dirubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, sebagai Pengganti
undang-undang nomor 3 tahun 1971, dikatakan bahwa perbuatan korupsi mengandung
lima unsur ;
- Melawan hukum atau pertentangan dengan hukum,
- Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
- Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
- Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan
- Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya karenajabatan atau kedudukan.
3.
Bentuk – Bentuk korupsi
Korupsi sebagai
bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Hubungan pemberi-penerima
jasa di sektor publik membuka peluang untuk berkorupsi. Namun definisi ini
menerima begitu saja bahwa terdapat perbedaan antara peran umum dan peran
pribadi seorang pelaku. Di kebanyakan masyarakat tidak terdapat perbedaan yang
sejelas itu, Di sektor swasta, kebiasaan memberi hadiah berlaku umum dan
juga sangat di hargai, dan tampaknya lumrah untuk memberi pekerjaan
dan kontrak kepada teman atau keluarga. Pada umumnya tidak ada yang merasa aneh
untuk berlaku serupa di bidang umum. Dalam kenyataan, bagi kebanyakan orang
perbedaan tajam antara dunia umum dan dunia pribadi merupakan sesuatu yang
aneh.berikut bentuk-bentuk Korupsi :
- Korupsi kecil-kecilan (petty corruption) dan korupsi besar-besaran (grand corruption)
Korupsi
kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu
kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas
bertemu langsung dengan masyarakat, korupsi ini disebut juga dengan nama
korupsi rutin ( routine corruption ) atau korupsi bertahan hidup ( survival
corruption ). Korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para pejabat
tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional.
Contohnya adalah pungutan untuk
mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di KPPN.
Sedangkan
korupsi besar-besaran umunya dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena
korupsi jenis ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar, korupsi ini
terjadi saat pembuatan, perubahan atau pengecualian dari peraturan.
Contohnya adalah pemberian
pembebasan pajak bagi perusahaan besar.
2.
Penyuapan (bribery)
Bentuk
penyuapan yang biasanya dilakukan dalam birokrasi pemerintahan di
Indonesia khususnya dibidang atau instansi yang mengadministrasikan penerimaan
Negara (revune administration) dapat di bagi menjadi empat antara lain :
- Pembayaran untuk menunda atau mengurangi kewajiban bayar pajak dan cukai.
- Pembayaran untuk meyakinkan petugas agar tutup mata terhadap kegiatan illegal.
- pembayaran kembali (kick back) setelah mendapatkan pembebasan pajak, agar di masa mendatang mendapat perlakuan yang lebih ringan daripada administrasi normal.
- Pembayaran untuk menyakinkan atau memperkancar proses penerbitan ijin (license) dan pembebasan (clearance)
- Penyalahgunaan / penyelewengan (misappropriation)
Penyalahgunaan
/ penyelewengan terjadi bila pengendalian administrasi (check and bakances) dan
pemeriksaan serat supervise tranksaksi keuangan tidak berjalan dengan baik.
Contoh dari korupsi jenis ini adalah pemalsuan catatan klasifikasi barang yang
salah, serta kecurangan (fraud).
3.
Penggelapan (embezzlemen)
Korupsi adalah
dengan menggelapkan atau mencuri uang Negara yang dikumpulkan. Menyisakan
sedikit atau tidak sama sekali.
4.
Pemerasan (extortion)
Pemerasan ini
terjadi ketika masyarakat mengetahui tentang peraturan yang berlaku. Dan dari
celah inilah para petugas melakukan pemerasan dengan menakut-nakuti masyarakat
untuk membayar lebih mahal dari pada yang semestinya.
5.
Perlindungan (patronage)
Perlindungan
dilakukan termasuk dalam hal pemilihan, mutasi, atau promosi satf berdasarkan
suku, kinship, dan hubungan sosial lainya tanpa mempertimbangkan prestasi dan
kemampuan dari seseorang tersebut.
Menurut Aditjandra, korupsi dapat dikategorikan menjadi
tiga macam model korupsi, yaitu :
- Model korupsi lapis pertama
Berada dalam
bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau
warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau
pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion)
dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas
pelayan publik lainnya.
- Model korupsi lapis kedua
Jaring-jaring
korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan
perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada
korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara
beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level
nasional.
- Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh
lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha
maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang
menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.Banyak
orang yang mengira bahwa korupsi itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang
mempunyai kedudukan saja. Padahal tanpa disadari korupsi banyak terjadi
disekitar kita. Orang melakukan korupsi bukan hanya karena terpaksa, namun juga
karena ada kesempatan. Banyak orang merasa dirinya bersih dari tindakan
korupsi, namun dalam kenyataanya mereka bertindak korup. Masyarakat yang
terbiasa korup, akan sulit membedakan mana tindakan yang korup dan mana yang
bukan. Korupsi banyak terjadi dilembaga pendidikan, lembaga yang semestinya
menjadi motor penggerak pemberantasan korupsi.
4.
Sebab-sebab Terjadinya Korupsi
Penyebab
modernisasi mengembangbiakkan korupsi dapat disingkat dari jawaban Huntington
berikut :
a. Modernisasi
membawa perubahan-perubahan pada nilai dasar atas masyarakat.
b.
Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi membuka
sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan
kehidupan pilitik tidak diatur oleh norma-norma tradisional yang terpenting
dalam masyarakat, sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima
oleh golongan-golongan berpengaruh dalam masyarakat.
c. Modernisasi
merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang di akibatkannya dalam
bidang
kegiatan sistem politik. Modernisasi terutama di Negara-negara yang memulai
modernisasi lebih kemudian, memperbesar kekuasaan pemerintahan dan
melipatgandakan kegiatan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan-peraturan
pemerintah.
Analisa yang lebih
detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan
Korupsi," antara lain :
I. Aspek Individu Pelaku
1. Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan orang
melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup.
Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar
untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang
dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
2. Moral yang Kurang Kuat
Seorang yang
moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu
bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang
memberi kesempatan untuk itu.
3. Tingkat Upah dan Gaji
Pekerja di Sektor Publik
Penghasilan
seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang
wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya
dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit
didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan
tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua
curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
4. Kebutuhan Hidup yang
Mendesak
Dalam rentang
kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan
pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
5. Gaya Hidup yang Konsumtif
Kehidupan di
kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku
konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi
hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang
ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas
bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan
cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
7. Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia
dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam
bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan
subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama
kurang diterapkan dalam kehidupan.
II. Aspek Organisasi
- Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik
di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar
bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
2.
Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila
kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi
tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan
negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
3.
Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang
Memadai
Pada
institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap
instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian
pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
4.
Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran
korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen
sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai
di dalamnya.
5. Manajemen
Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan
oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran
korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
5.
Pola kegiatan korups
Motif, penyebab, atau pendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi
sebenarnya bervariasi dan beragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah
dirumuskan, sesuai dengan pengertian kerja dengan menggunakan Bagan 1 ( Pola
Kegiatan Korupsi ) bahwa tidakan korupsi dilakukan dengan tujuan
mendapatkan keuntungan pribadi, keluarga, kelompok atau golonganya sendiri.
Dengan mendasarkan pada motif keuntungan pribadi tau golongan ini, dapatlah
dipahami jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja karena
masalah korupsi selalu terkait dengan motif yang ada pada setiap insan manusia
untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau golongan.
Cara yang ditempuh menurut norma-norma yang berlaku merupakan usaha yang
bersifat halal dan rida. Cara korupsi yang dilakukan untuk memperoleh
keuntungan tidak mengikuti dan disadari norma-norma yang berlaku, unsur
agama serta pendidikan budi pekerti sangat besar peranannya dalam rangka
usaha penanggulangan dan pemberantasan korupsi. Dengan menunjuk kepada pengertian
tersebut, usaha ke arah penanggulangan atau pemberantasan korupsi perlu
dihubungkan dengan motif untuk mendapatkan rezeki, nafkah atau keuntungan yang
harus mendasarkan pada keseimbangan, keserasian, dan keselarsan antara
kepentingan lahir batin, antara kpentingan jasmani dan rohani.
Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi yang
menginginkan keuntungan pribadi atau golongannya sendiri. Menurut komisi IV,
terdapat 3 indikiasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di inodnesia, yakni :
(1) Pendapatan atau gaji
yang tidak mencukupi,
(2) Penyalahgunaan
kesempatan untuk memperkaya diri, dan
(3) Penyalahgunaan
kekuasaan untuk memperkaya diri.
Apa yang mendorong seseorang itu melakuakn korupsi menurut Dr. Sarlito W.
Sarwono, tidak ada jawaban yang persis tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu
faktor dorongan dari dalam diri sendiri ( keinginan, hasrat, kehendak dam
sebagainya ) dan faktor rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya
kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya ).
6.
Pola penindakan korupsi
Dalam rangka menciptakan mekanisme penindakan konsep
peranan aparat pengawasan intern sangat besar dan penting, baik dalam rangka
tindakan yang bersifat represif maupun preventi. Dengan demikian, usaha untuk
memperkuat aparat pengawasan intern ini pada hakikatnya ikut menentukan
keberhasilan penerapan personal dan operasional. Aparat
pengawasan intern yang mempunyai dominan, baik untuk mendukung tertib
administrasi keuangan Negara maupun penindakan korupsi secara represif.
Sifat preventif dari pelaksanaan tugas aparat ini sebagai mata dan telinga
pimpinan organisasi yang bersangkutan. Sebagai pelaksana fungsi manajemen
cotrolling, sifat preventif haruslah diutamakan, yakni dalam rangka
mencegah kemungkina terjadinya penyimpangan pelaksanaan dari tujuan, rencana,
atau program yang telah ditetapkan di pimpinan atas atau pucukorganisasi. Bahwa
dalam pelaksanaan tugas pengawasan ini terdapat penyimpangan yang harus
ditindak represif, hal ini buakn menjadi tujuan atau falsafah pengawasan (
ataupun pemriksaan ). Dengan pelaksanaan tugas, fungsi amnajemen pengawasan ini
sebiknya, tertib administrai dalam pengelolaan keluarga negarasudah bukan lagi
sebagai sesuatuyang diimpikan.
Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat pengawsan intern dapat terjadi
apabila dalam pelaksanaan tugasnya didapati tindakan yang perlu di proses lebih
lanut, baik dalam rangka tindak pidana khusus korupsi maupun dalamm rangka
tindak pidana khusus korupsi maupun dalam rangka pelaksanaan tuntutan
ganti rugi.
Dalam pelaksaan tugasnya, aparat pengawasan intern mempunya hubungan kerja yang
sangat earat dengan aparat. Pengawasan intern lainya dan pabila terdapt lembaga
ombudsman, hubungan kerajdengan lembaga ini juga sangat erat dikaitkan
dengan mekanisme penindakan korupsi, hubungan kerja natara aparat pengawasan
intern dan ekstern terjalin dalam rangka informasi yang daoatmenjurus kea rah
penindakan korupsi. Apabila informasi yang ada pada aparat pengawasan ekstern
sudah cukup lengkap,aparatini dapat secara langsung menyerahkan kepada lembaga
penuntut tindak pidana korupsi dan permasalahanya dpat diserahkan kepada
lembaga penbuntut tindak pidana korupsi.
Lembaga penuntut tindak pidana korupsi pada hakikatnya adalah kejaksaan,
yang semula dibantu pual oleh opstib ( operasi tertib ) dalam rangka menangani
masalah tindak pidana korupsi. Lembaga penuntut ini pada prinsipnya metupakan
lembaga yang melaksanakan tugas secara represif dalam kaitanya dengan proses
peradilan atau penindakan korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga penuntut
ini mempunyai hubunagan kerja yang sangat erat dengan aparat pengawasan intern
serta masyaraka, disamping suadah barang tentudenagn aparat pengawasan ekstern
( dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan ). Apabila terdapat lembaga Ombudsman,
hubungan kerja antara kedua lembaga ini sangat erat.
B.
Anarkisme
1.
Pengertian Anarkisme
Anarkisme
atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk
negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang
menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara,
pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan. Secara
spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan
pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak
yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada
ranah publik maupun privat).
Anarkisme
berasal dari kata dasar "anarki" dengan imbuhan -isme. Kata anarki
merupakan kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) atau anarchie (Belanda/Jerman/Prancis),
yang berakar dari kata bahasa Yunani, anarchos/anarchein. Ini merupakan kata
bentukan a- (tidak/tanpa/nihil/negasi) yang disisipi /n/ dengan archos/archein
(pemerintah/kekuasaan atau pihak yang menerapkan kontrol dan otoritas - secara koersif,
represif, termasuk perbudakan dan tirani); maka, anarchos/anarchein berarti
"tanpa pemerintahan" atau "pengelolaan dan koordinasi tanpa
hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan
dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya". Bentuk
kata "anarkis" berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki,
sedangkan akhiran -isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi.
Di
seluruh dunia, jumlah anarkis cukup banyak karena keberadaan mereka sudah lebih
dua abad. Pluralitas pandangan tak bisa dihindari. Meski demikian, garis merah
anarkisme konsisten dan prinsip terfundamentalnya transparan. Maka ia mudah
ditelusuri, sebab hakikat anarki itu cuma menyangkut empat garis merah berikut.
Anarki adalah perindu kebebasan martabat individu. Ia menolak segala bentuk
penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat tanpa
pemerintah.
Jadi,
anarki sejatinya bumi utopis yang dihuni individu-individu yang tidak mau
memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan mutlak. Konsekuensi butir pertama
adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa struktur
organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang menindas.
Bukannya
hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan penindasan yang menjadi karakter
dalam otoritas hirarki tersebut. Anarkisme adalah paham hidup yang
mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud yang bisa hidup
berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu sistem sosial. Ia
memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan kebebasan individual dan kesetaraan
antar individu berdasarkan kerjasama sukarela antarindividu atau grup dalam
masyarakat.
Tiga
butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah
membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para
penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.
Tidak
begitu jelas kapan pertama kali anarkisme muncul di Indonesia, namun gerakan
anarkisme di Indonesia baru mulai marak terlihat di penghujung tahun 90-an.
Tidak disangkal lagi bahwa kemunculan gerakan anarkisme pada era 90-an di
indonesia, tak lepas dari pengaruh perkembangan punk di indonesia, sebuah
aliran musik yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah gaya hidup yang
didalamnya sangat kental dengan nuansa anarkistik. Selain itu, jatuhnya era
kepemimpinan Soeharto, juga ikut memberikan angin segar bagi berkembangnya
gerakan ini. Gerakan anarkis ini sekarang sangat mudah kita dapati, dalam
suasana demo ataupun juga ketika sedang ada pertandingan sepakbola, tindakan
anarkis ini sangat mudah terjadi. Disini akan kita bahas tentang demostrasi
para buruh yang berubah menjadi anarkis karena tuntutan mereka tidak atau belum
dipenuhi. Juga aksi para seporter sepakbola yang menjadi penyakit kronis bila
timnya bertanding dan mengalami kekalahan maka dapat diprediksi akan terjadi
kerusuhan di akhir pertandingan yang kemudian merugikan semua aspek yang ada
disini.
2. Anarkisme dan Nasionalisme di Indonesia
Anarkisme merupakan tindakan yang tidak di benarkan
dari hukum maupun UU. Karena anarkisme merupakan tindakan yang sangat tidak
terpuji. Dan ini sangat bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. Tindakan
anarkisme sering kali merugikan berbagai pihak, oleh karena itu anarkisme
sering kali mendapat kecaman dari masyarakat luas dan sering kali menimbulkan
perpecahan. Hal inilah yang menodai nasionalisme, dimana masyarakat sudah tidak
lagi saling menghormati dan menghargai sehingga sulit untuk memepertahankan
kedaulatan dan persatuan masyarakat. Apapun alasannya anarkisme tidak dapat
dibenarkan dalam ranah hukum manapun.
Semakin banyak tinta hitam menggoreskan catatan
tindakan anarkis yang terjadi di kalangan masyarakat maka semakin menodai
nasionalisme bangsa Indonesia. Tindakan anarkisme sejatinya tidak hanya
merugikan masyarakat secara umum akan tetapi juga tidak menghargai hukum,
karena oknum yang melakukan itu tidak mempercayakan hukum sebagai alat pemecah
masalah. Sering kita melihat tindakan anarkisme terjadi antara pengunjuk rasa
dangan aparat kepolisian dan kejadian ini terjadi hamper di setiap ada demo.
Hal ini menunjukkan potret buram nasionalisme bangsa Indonesia. Pemerintah maupun
aparat penegak hukum tidak ada yang mau menyadari bahwa tertib dan aman itu
akan lebih baik dari pada memikirkan gengsi dan emosi. Apabila hal ini terus
berlanjut tanpa ada kesadaran maka tidak hanya nasionalisme dan korban jiwa
yang jatuh, tetapi negara pun akan turut hancur.
Anarkisme sering kita kaitkan dengan ketidakpuasan
atas sebuah putusan permasalahan atau bentuk ancaman untuk memenuhi apa yang
mereka tuntut. Tetapi pernyataan demikian masih kurang, anarkisme merupakan
luapan emosi yang tak terkendali, dampak dari tindakan anarkisme yang berkaitan
dengan pengrusakan fasilitas umum maupun tindakan kekerasan akan menodai bahkan menghilangkan rasa
nasionalisme suatu bangsa. Karena mereka tidak mempunyai rasa memiliki bersama
dan rasa ingin menegakkan keamanan dan perdamaian suatu bangsa.
3. Mengatasi Anarkisme
Terhadap Nasionalisme di Indonesia
Negara dan pemerintah harus tegas kepada para kelompok
yang telah melakukan tindak anarkis dengan membawanya ke pengadilan. Negara
harus melindungi setiap rakyat dan menjamin kepastian hukum, termasuk ketegasan
memproses pelaku kekerasan sesuai hukum dan peraturan-peraturan Negara. Negara
mempunyai hak untuk memonopoli segala bentuk tindakan kekerasan yang berakibat
dapat mengganggu kedamaian dan keamanan publik.
Pembentukan
detasemen khusus ini sebagai pengejawantahan Prosedur Tetap Nomor 01/X/2010
tentang Penanggulangan Tindakan Anarki. Pembentukan detasemen anti anarkis ini
tidak dilatarbelakangi ketidakmampuan
satuan-satuan Polri. Detasemen ini dibentuk
untuk meningkatkan pelayanan keamanan kepada masyarakat. Ini dilihat dari tantangan tugas yang terus
berkembang. Oleh sebab itu, perlu lebih dikhususkan lagi. Detasemen Anti
Anarkis ini terdiri dari beberapa unsur,
di antaranya Brimob, Samapta, dan tim penembak sebagai tim penindak untuk membantu tim Dalmas dalam
menghadapi massa. Detasemen ini hanya akan menangani aksi anarkis, bukan unjuk rasa biasa.
Untuk mengatasi
anarkisme ini juga dapat dilalui dengan cara memperkuat satuan Samapta serta
memperkuat fungsi intelijen dan pembinaan massa. Intelijen masuk terlebih
dahulu mendapatkan data-data kuat dan kemudian masuk pembinaan memberikan
pendekatan secara edukatif pada masyarakat bagaimana penyelesaian
masyarakatnya.
Selain pembentukan detasemen oleh pemerintah, dari
masyarakat sendiri ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
anarkisme, diantaranya :
1. Melakukan bimbingan konseling terhadap masyarakat
yang mempunyai permasalahan-permasalahan, dalam hal ini bimbingan konseling
ditekankan pada kalangan siswa dan mahasiswa, karena proses pembentukan
karakter itu terjadi pada masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Pada masa
inilah penentuan keberhasilan dalam pengembangan manajemen kepribadian yang
berakhlak, bermoral, bernurani serta berbudi pekerti yang luhur. Berdasarkan
analisis yang di lakukan oleh para ahli yang melaui berbagai aspek
kemasyarakatan dan ke ilmiahan
menyimpulkan bahwa sebagian besar perilaku yang menyimpang yang timbul
di kalangan masyarakat merupakan hasil kebiasaan saat ramaja. Oleh karena itu
tindakan anarkisme bisa ditekan dengan melakukan bimbingan konseling yang
dilakukan dikalangan remaja.
2. Melakukan
musyawarah dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul di lapisan masyarakat.
Karena dengan melakukan musyawarah segala masalah yang timbul dikalangan
masyarakat dapat dikomonikasikan yang kemudian akan mencari solusi bersama
untuk kepentingan bersama. Dengan melakukan musyawarah maka akan menghindari
kesalahpahaman, dengan demikian maka akan menghidari tindakan anarkisme, karena
sebagian besar kasus anarkisme itu berawal dari kesalahpahaman.
3. Memperbanyak sarana
dan prasarana da mempermudah proses dalam menampung aspirasi masyarakat agar
keinginan dan harapan masyarakat dapat terealisasikan. Ini merupakan langkah
yang sangat bagus, karena sangat banyak tindakan anarkisme yang terjadi di
tanah air itu disebkan karena pelampiasan kemarahan masyarakat karena mereka
tidak tahu kepada siapa dan kemana mereka harus menyampaikan aspirasinya.
Dengan memperbanyak sarana dan prasarana dan mempermudah proses penampungan
aspirasi maka masyarakat merasa mendapatkan kebebasan untuk menyampaikan
aspirasinya yang telah diatur dalam UU. Tentunya aspirasi tersebut tidak hanya
di tampung tetapi harus mendapat jawaban atau realisasi dari pihak yang di tuju
untuk memperoleh kepastian serta kepuasan.
4. Meningkatkan rasa
toleransi antar lapisan masyarakat agar tidak timbul kesenjangan. Sudah
selayaknya kita bangsa Indonesia mendukung pluralisme, perbedaan itu bukan
menimbulkan perpecahan melainkan menjadi kekayaan keanekaragaman dan dipadukan
untuk saling melengkapi satu sama yang lain.
5.
mengimplementasikan nilai-nilai dari pendidikan kewarganegaraan. Sebelum kita
mengimplementasikan maka kita perlu memahami arti penting dari pendidikan
kewarganegaraan, menurut kami pendidikan kewarganegaraan itu merupakan suatu
penekanan terhadap tata cara serta adab dalam bernegara. Dalam adab bernegara
yang baik, bahwa tindakan anarkisme itu tidak dibenarkan dalam kalangan apapun
maupun tempat manapun. Karena Negara kita telah memiliki alat serta lembaga
pengontrol sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Korupsi
Menurut Puspito
& Tim Penyusun (2011: 23-24), kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin
“corruption”. Secara harafiah, arti kata korupsi adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari
kesucian. Di Malaysia korupsi disebut dengan “resuah” yang berasal dari bahasa
Arab “risywah”, kata tersebut memiliki arti suap menyuap yang identik dengan
memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Mencari suap, menyuap dan
menerima suap adalah haram, begitu juga dengan mediator antara penyuap dan yang
disuap.
Bentuk – Bentuk korupsi
- Korupsi kecil-kecilan (petty corruption) dan korupsi besar-besaran (grand corruption)
Korupsi
kecil-kecilan merupakan bentuk korupsi sehari-hari dalam pelaksanaan suatu
kebijakan pemerintah. Korupsi ini biasanya cenderung terjadi saat petugas
bertemu langsung dengan masyarakat, korupsi ini disebut juga dengan nama
korupsi rutin ( routine corruption ) atau korupsi bertahan hidup ( survival
corruption ). Korupsi kecil-kecilan umumnya dijalankan oleh para pejabat
tingkat bawah sebagai pelaksana fungsional.
Contohnya
adalah pungutan untuk mempercepat proses pencairan dana yang terjadi di KPPN.
Sedangkan
korupsi besar-besaran umunya dijalankan oleh pejabat level tinggi, karena
korupsi jenis ini melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar, korupsi ini
terjadi saat pembuatan, perubahan atau pengecualian dari peraturan.
Contohnya
adalah pemberian pembebasan pajak bagi perusahaan besar.
1.
Penyuapan (bribery)
2.
Penggelapan (embezzlemen)
3.
Pemerasan (extortion)
4.
Perlindungan (patronage)
Sebab-sebab Terjadinya Korupsi
I. Aspek Individu Pelaku
1. Sifat Tamak Manusia
2. Moral yang Kurang Kuat
3. Tingkat Upah dan Gaji
Pekerja di Sektor Publik
4. Kebutuhan Hidup yang
Mendesak
5. Gaya Hidup yang Konsumtif
6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
7. Tidak Menerapkan ajaran Agama
II. Aspek Organisasi
1.
Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan
- Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar
- Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
- Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai
- Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi
Pola kegiatan
korups
Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi yang menginginkan
keuntungan pribadi atau golongannya sendiri. Menurut komisi IV, terdapat 3
indikiasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di inodnesia, yakni :
(1) Pendapatan atau gaji
yang tidak mencukupi,
(2) Penyalahgunaan
kesempatan untuk memperkaya diri, dan
(3) Penyalahgunaan
kekuasaan untuk memperkaya diri.
Pola penindakan
korupsi
Dalam rangka
menciptakan mekanisme penindakan konsep peranan aparat pengawasan intern sangat
besar dan penting, baik dalam rangka tindakan yang bersifat represif maupun
preventi. Dengan demikian, usaha untuk memperkuat aparat pengawasan intern ini
pada hakikatnya ikut menentukan keberhasilan penerapan personal dan operasional.
Aparat pengawasan intern yang mempunyai dominan, baik untuk mendukung tertib
administrasi keuangan Negara maupun penindakan korupsi secara represif.
2. Anarkisme
Nasionalisme adalah satu paham yang
menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris
"nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia. Sedangkan Menurut Hans
Kohn, Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National
Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah bentuk dari kesadaran
nasional berbangsa dan bernegara sendiri.
Sedangkan
anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala
bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang
menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara,
pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan.
Anarkisme merupakan tindakan yang tidak di benarkan
dari hukum maupun UU. Karena anarkisme merupakan tindakan yang sangat tidak
terpuji. Dan ini sangat bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. Tindakan
anarkisme sering kali merugikan berbagai pihak, oleh karena itu anarkisme
sering kali mendapat kecaman dari masyarakat luas dan sering kali menimbulkan
perpecahan. Hal inilah yang menodai nasionalisme, dimana masyarakat sudah tidak
lagi saling menghormati dan menghargai sehingga sulit untuk memepertahankan
kedaulatan dan persatuan masyarakat. Apapun alasannya anarkisme tidak dapat
dibenarkan dalam ranah hukum manapun.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
anarkisme, diantaranya :
1.
Melakukan bimbingan
konseling terhadap masyarakat yang mempunyai permasalahan-permasalahan.
2.
Melakukan musyawarah dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul di lapisan masyarakat.
3. Memperbanyak sarana dan prasarana
da mempermudah proses dalam menampung aspirasi masyarakat agar keinginan dan
harapan masyarakat dapat terealisasikan
4.
Meningkatkan rasa toleransi
antar lapisan masyarakat agar tidak timbul kesenjangan
5.
mengimplementasikan nilai-nilai dari pendidikan kewarganegaraan
B. Saran
1.
Bagi pemerintah
Pemerintah
harus lebih tegas dalam menangani tindakan korupsi dan anarkisme yang bisa menodai nasionalisme.
2. Bagi
masyarakat
Masyarakat
harus lebih dewasa dalam menyikapi masalah sosial agar tindakan korupsi dan anarkisme
tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar